Pada focus group discussion (FGD) yang diadakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), perempuan-perempuan pengurus partai politik mengakui adanya kesulitan mencari perempuan calon legislatif (caleg). Penyebabnya, perempuan-perepuan mantan caleg yang telah mencoba peruntungan pada pemilu sebelumnya masih mengalami trauma psikologis dan tak siap secara ekonomi.
“Memprospek perempuan itu sering, tapi untuk daftar jadi caleg, itu susah sekali. Mendaftar mantan caleg juga susah. Pas diajak, dia cerita penderitannya waktu dulu nyaleg. Dicurangin, habis dana, suami juga sudah tidak kasih izin,” kata Ketua Bidang Perempuan Partai Amanat Nasional (PAN), Euis Fety Fatayaty, pada FGD di Hotel Oria, Gondangdia, Jakarta Pusat (4/6).
Pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019, setiap partai politik harus menyiapkan 207 perempuan caleg di daftar caleg. Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menetapkan aturan baru, yakni pembulatan ke atas untuk penentuan 30 persen keterwakilan perempuan di daerah pemilihan (dapil).
“Sekarang pembulatannya ke atas. Jadi, misal di satu dapil ada 8 kursi, 30 persennya kan 2,4. Ini dibulatkan ke atas jadi 3. Partai harus menyiapkan 3 perempuan caleg di dapil itu” jelas Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Pratama.
Sebenarnya, kata Heroik, partai politik dapat menyiasati kekurangan perempuan caleg di suatu dapil dengan mengurangi jumlah caleg. Sebagai contoh, kursi pada dapil Bunga adalah 8. Jika partai hanya memiliki 2 perempuan caleg, maka partai dapat mengajukan 5 atau 6 caleg dengan konsekuensi pengurangan jumlah laki-laki caleg. Namun, hal ini ditolak oleh Euis.
“Motong jumlah laki-laki? Waduh! Gak bakalan mau mereka. Bisa berantem sendiri kita yang ada,” tukas Euis.
Kesulitan mencari perempuan caleg juga dialami oleh Partai Golongan Karya (Golkar). Politisi senior Golkar yang saat ini menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Tetty Kadi, mengatakan Golkar telah menjaring 185 perempuan caleg. Jumlah ini, menurutnya, telah cukup untuk mengisi daftar caleg DPR RI, namun jumlah perempuan caleg yang mendaftar tak rata di setiap dapil. Pendaftar untuk dapil-dapil di DKI Jakarta ramai, tetapi di beberapa dapil sepi.
“Dari jumlah 185 itu, yang masih kosong-kosong dapilnya banyak. Yang penuh, daftar sampai ada 29 orang. Kami mau pindahkan perempuan-perempuan ini ke dapil tempat asal mereka, tapi banyak yang tidak mau,” terang Tetty.
Perludem berharap partai politik menjaga substansialitas pencalonan anggota DPR. Hanya perempuan dengan kualitas baik, dan terutama kader partai yang telah bekerja pada basis massa, yang mestinya dicalonkan.
“Kalau tidak bisa memenuhi kuota 30 persen perempuan karena misal, kursi 8 itu mestinya 3, tapi dia hanya ada 2, jangan dipaksakan. Ini meringankan beban partai juga agar partai tidak asal comot caleg dan tetap substantif,” tandas Heroik.