Pemantau pemilu di Provinsi Sulawesi Selatan menemukan dugaan manipulasi data verifikasi faktual parpol. Disampaikan pula ada dugaan intimidasi terhadap penyelenggara di kabupaten/kota agar mengubah hasil verifikasi.
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang rekapitulasi nasional verifikasi partai politik, pemantau pemilu di Provinsi Sulawesi Selatan menemukan dugaan pelanggaran manipulasi data. Data yang ditetapkan di rapat pleno tingkat KPU kabupaten/kota menunjukkan sejumlah parpol tidak memenuhi syarat (TMS). Namun, di tingkat provinsi, data itu diubah menjadi memenuhi syarat (MS).
Temuan itu disampaikan Koordinator Forum Informasi dan Komunikasi Nonpemerintah (FIK-ORNOP) Sulawesi Selatan Samsang Syamsir dalam konferensi pers ”Jelang Pengumuman Verifikasi Faktual Partai Politik: Tolak Pemilu Curang!” yang disiarkan secara daring, Minggu (11/12/2022).
Samsang mengungkapkan, KPU Provinsi Sulsel telah menetapkan sembilan parpol nonparlemen dan parpol baru Memenuhi Syarat (MS) dalam rapat pleno terbuka, Sabtu (10/12/2022). Penetapan itu dinilai tidak sesuai data yang dirilis sebelumnya dalam rapat pleno tingkat KPU kabupaten/kota. Data itu telah pula dirilis di media sosial KPU kabupaten/kota.
Hasilnya, KPU kabupaten/kota menyatakan sejumlah parpol tidak memenuhi syarat (TMS). Unggahan data di media sosial itu kemudian dihapus menyusul pengumuman di tingkat provinsi. Namun, pihaknya telah mengantongi tangkapan layar unggahan itu sebelum dihapus.
”Disinyalir ada perubahan data di tingkat KPU Provinsi Sulsel. Ada upaya komisioner KPU provinsi untuk mengubah cara pandang KPU kabupaten/kota sebagai justifikasi perubahan TMS menjadi MS,” katanya.
Dia juga mendapatkan informasi bahwa ada dugaan intimidasi terhadap penyelenggara di kabupaten/kota agar mengubah hasil verifikasi faktual perbaikan itu. Anggota KPU kabupaten/kota diancam diaudit laporan keuangannya agar mengikuti cara pandang dari KPU provinsi. Bahkan, ada yang mengancam bahwa tindakan mengubah data itu adalah permintaan dari aparat penegak hukum.
Minim transparansi
Sejak Oktober, menurut Samsang, masyarakat sipil pemantau pemilu di Sulsel juga kesulitan mengakses data sampel anggota parpol yang diverifikasi faktual. KPU Provinsi Sulsel tidak mau membuka data sampel anggota parpol itu dengan alasan informasi dilindungi Undang-Undang 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. KPU Provinsi Sulsel dinilai abai terhadap transparansi publik yang diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Meskipun demikian, pemantau tetap mendapatkan informasi dari para penyelenggara pemilu yang masih berintegritas. Mereka membeberkan ada ketidaksesuaian data antara hasil verifikasi faktual perbaikan di tingkat Kabupaten/Kota dengan hasil rekapitulasi di tingkat provinsi. Data itu kemudian dicocokkan dengan rilis baik melalui media arus utama, maupun media sosial KPU kabupaten/kota.
”Temuan ini kami coba komunikasikan sebagai bagian dari proses pengawalan pemilu sejak awal agar prosesnya berkualitas dan berintegritas,” ungkapnya.
Salah satu tampilan layar saat petugas KPU melakukan verifikasi administrasi dokumen persyaratan partai politik calon peserta Pemilu 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta, Minggu (7/8/2022).
Pengacara di Themis Indonesia Ibnu Syamsu Hidayat menambahkan, Pemilu 2024 ditentukan sejak proses awal tahapan pemilu. Proses pemilu tidak boleh cacat sejak awal. Ada sejumlah temuan yang dicatat olehnya, yaitu proses di Mamuju, Sulawesi Barat. Bawaslu menemukan dugaan pelanggaran yang terjadi di wilayah itu.
Temuan itu membuka pertanyaan apakah juga terjadi di wilayah lain di Indonesia. Jika ada, pihaknya membuka posko aduan khusus tentang dugaan pelanggaran verifikasi faktual itu. “Laporkan saja ke kami, karena identitas pelapor akan kami sembunyikan demi menjaga asas kerahasiaan pelapor,” katanya.
Tidak benar
Dikonfirmasi terpisah, anggota KPU RI, Idham Holik, mengatakan, KPU memantau proses rekapitulasi dan rapat pleno di KPU Sulsel. Sejauh ini prosesnya dinilai berjalan lancar dan normal. Dia menampik ada isu perintah dari KPU RI untuk menyamakan persepsi agar parpol yang dinyatakan TMS menjadi MS.
”Terkait isu yang berkembang itu, kami nyatakan tidak benar,” ujarnya.
Dia menerangkan, 34 provinsi memang telah melakukan rapat pleno terbuka hasil verifikasi faktual perbaikan. Hasilnya, ada parpol yang dinyatakan TMS, ada pula yang dinyatakan MS. Sebagian besar parpol gagal memenuhi syarat verifikasi faktual perbaikan di aspek keanggotaan parpol. Mereka tidak bisa membuktikan keanggotaan parpol yang dicantumkan.
Setelah itu, KPU RI akan menindaklanjuti dengan rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil verifikasi parpol pada 14 Desember. Pada hari yang sama, KPU juga akan mengundi nomor urut parpol sekaligus mengumumkan parpol yang lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Idham mengatakan, data sampel anggota parpol yang diprotes tidak dibuka kepada publik, memang tidak diberikan akses terbuka seperti dulu. KPU mengikuti ketentuan yang diatur di UU No 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Meskipun demikian, jika Bawaslu dan pemantau pemilu ingin mengecek status keanggotaan parpol, bisa datang langsung ke help desk KPU. Selain itu, proses pelaksanaan verifikasi faktual oleh tim verifikator KPU juga bisa disaksikan siapa pun.
Akuntabilitas
Pengajar hukum tata negara Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, menilai, jika benar terjadi praktik kecurangan pemilu, ini akan berdampak pada keadilan dalam pemilu yang diatur di konstitusi. Partai yang tidak layak diloloskan menjadi peserta pemilu. Ini merusak gagasan penyederhanaan parpol.
Apalagi, pelanggaran itu diduga melibatkan penyelenggara pemilu. Parpol yang tidak memenuhi syarat diloloskan dengan alasan kekuasaan, atau kedekatan dengan penyelenggara pemilu. Padahal, sebelumnya, parpol itu belum layak menjadi peserta pemilu.
”Penyelenggara pemilu jangan bermain api pada proses penyelenggaraan demokrasi. Jangan gunakan kecurangan untuk meloloskan partai yang tidak layak,” katanya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana menambahkan, alasan tidak dibukanya data sampel keanggotaan parpol tidak sesuai dengan prinsip pemilu yang terbuka dan akuntabel yang diatur di Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Data sampel keanggotaan parpol tidak termasuk informasi yang dikecualikan. Jika ingin menyelenggarakan pemilu yang transparan dan akuntabel, seharusnya data itu dibuka kepada publik.
”Perlu ditelusuri juga lebih dalam konteks indikasi-indikasi kecurangan yang melibatkan penyelenggara pemilu itu. Jangan-jangan juga dilakukan dengan cara melanggar hukum misalnya praktik korupsi,” katanya.
Dikliping dari: