September 13, 2024

Memilih Penyusun Aturan Teknis Pemilu yang Berintegritas

Calon berintegritas dengan kemampuan menerjemahkan undang-undang jadi peraturan teknis terbaik yang paling dicari.

Tim seleksi (Timsel) yang dibentuk presiden mewawancara calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 23—26 Januari 2017. Timsel terlihat menitikberatkan penilaian pada kemampuan calon menerjemahkan undang-undang.

“KPU ini punya kewenangan membuat aturan teknis turunan undang-undang. Kami cari yang punya sense itu,” kata Saldi Isra, ketua Timsel, di sela waktu istirahat wawancara (24/1).

Penyusun aturan teknis pemilu

Bagian Ketiga UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu memaparkan tugas, wewenang, dan kewajiban KPU dalam penyelenggaraan pemilu. Salah satu tugas dan wewenang itu adalah menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilu setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah.

Dalam menyusun regulasi, KPU dituntut menerbitkan kebijakan yang memberi kepastian hukum. Kewenangan Ini tidak mudah karena KPU mesti menyusun PKPU turunan dari undang-undang yang merupakan produk politik.

Wewenang ini dinilai akan kian berat dijalankan KPU. Sebab, KPU akan jadi penyelenggara pemilu serentak pertama di tahun 2019 atas amanat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 14/PUU-XI/2013.

Tak hanya itu, tugas makin berat karena hingga kini Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan Pemilu yang jadi landasan pemilu serentak masih dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tahapan pertama Pemilu 2019, verifikasi partai peserta pemilu, diasumsikan akan mulai 22 bulan sebelum pemungutan suara—Juni 2017. Namun, hingga kini, UU masih dibahas dan entah kapan disahkan.

“Kebaruan (pemilu serentak—red) itu pada saat yang bersamaan dihadapkan dengan tantangan yang semakin berat. Kebutuhan teknis administrasi yang lebih baik akan sangat besar. Setidaknya ada 10 peraturan yang harus dibuat. Dan itu tidak bisa dimulai dari nol,” kata Sigit Pamungkas, anggota KPU yang kembali mencalonkan diri, saat wawancara (26/1).

Tak akan ada waktu yang leluasa bagi KPU untuk menyusun aturan teknis penyelenggaraan pemilu serentak pertama di Indonesia ini.

Karena itu, tak heran jika Timsel terus menjajal kompetensi calon dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan kewenangan ini.

Pramono Ubaid Tanthowi, Ketua Bawaslu Banten yang mencalonkan diri jadi anggota KPU, ditanya Timsel Erwan Agus Purwanto soal pemilu serentak. Menurutnya, pemilu serentak bukan suatu yang baru. Lampung pernah melaksanakan pemilihan gubernur serentak di hari yang sama dengan pemilihan anggota legislatif.

“Tapi yang sekarang regulasinya masih meraba-raba. Akan jadi tantangan bagi KPU untuk menerjemahkan UU baru itu jadi regulasi pelaksana yang sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pemilu yang baik,” kata Pramono (25/1).

Ia juga ditanya tentang penataan dan pemetaan ulang daerah pemilihan (dapil) untuk pemilu anggota DPR 2019. Pasal 539 RUU Penyelenggaraan Pemilu mengamanatkan kewenangan penataan ulang dapil bagi provinsi dan kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilu tahun 2014.

“Yang paling penting adalah realokasi. Kecenderungan sekarang kan di DPR menambah untuk menutup provinsi yang kekurangan. Itu tidak tepat karena tidak akan menyelesaikan masalah,” kata Ubaid.

Hal serupa juga ditanyakan pada Ida Budhiati, anggota KPU yang mencalonkan diri kembali. Ia menganggap penataan dapil harus memperhatikan keterwakilan penduduk secara proporsional dan setara. “Tiap pemilu menurut ideal kami perlu evaluasi penataan dapil untuk menyesuaikan dengan jumlah penduduk di provinsi dan kabupaten/kota,” kata Ida.

Calon lain, Yessy Momongan, ketua KPU Provinsi Sulawesi Utara, ditanya mengenai tantangan dan intimidasi terbesar dalam membuat keputusan yang tertuang dalam peraturan teknis. Yessy menceritakan pengalamannya saat ia jadi Ketua KPU Minahasa menentukan hari pemungutan suara pilkada 2007 yang berdekatan dengan hari keagamaan.

“Ada begitu banyak tokoh agama dan adat yang kurang menyetujui karena hari pemungutan suara berdekatan Natal. Tapi tahapan, program, dan jadwal tidak bisa dilakukan di 2008. Yang dilakukan silaturahmi berkunjung ke semua tokoh agama,” tegas Yessy.

Kebal Intervensi

Print

Intervensi politik saat mengambil keputusan dalam peraturan KPU terbuka lebar di UU 10/2016. Pasal 9 di UU 10/2016 mengatur, kewenangan KPU dalam menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat.

Timsel menanyakan soal ini pada hampir semua calon untuk menguji integritas, independensi, dan kekebalan terhadap intervensi politik.

Muhammad, ketua Bawaslu yang mendaftar jadi calon anggota KPU, menganggap aturan ini tak membatasi kemandirian lembaga penyelenggara pemilu. Berbeda dengan KPU yang melakukan uji materi ke MK, Muhammad dan lembaganya memilih jalan lain. Ia menanyakan argumen munculnya ketentuan ini pada DPR dan pemerintah. “Faktanya Anda itu membuat peraturan teknis tidak sejalan dengan undang-undang. Itu alasan DPR. Apakah kemudian membatasi kemandirian? Saya bilang tidak,” kata Muhammad.

Ferry Kurnia Rizkiyansyah, anggota KPU yang kembali mencalonkan diri, sempat dicecar Saldi Isra soal KPU yang berubah sikap pada calon kepala daerah dari partai bersengketa. KPU menyusun peraturan yang dapat menerima calon kepala daerah dari partai bersengketa, asal calon tersebut mengantongi surat pernyataan pencalonan dari dua kubu partai yang bersengketa tersebut. “Kenapa KPU mau merendahkan dirinya menerima itu jadi aturan? Disadari tidak kalau ini bertentangan dengan undang-undang?” kata Saldi.

Ferry menyadari bahwa yang KPU lakukan keliru. Ia menganggap hal ini adalah buah dari konsultasi dengan DPR. Hal ini jadi salah satu pertimbangan KPU melakukan uji materi ke MK. “Kondisinya sangat pelik waktu itu. Kita terus dipersangkakan dikaitkan dengan aktivitas lain. Kita didesak menerima secara konstitusional aktivitas parpol,” kata Ferry.

Petahana unggul

Nama Ferry Kurnia Rizkiyansyah sering disebut bersama Ida Budhiati, Arief Budiman, Hasyim Asy’ari, dan Sigit Pamungkas ketika Saldi Isra di sesi akhir wawancara selalu menanyakan calon soal orang-orang yang paling direkomendasikan untuk jadi anggota KPU.

Calon-calon petahana ini terlihat lebih menonjol dari calon lain karena mereka bisa luwes menjawab pertanyaan-pertanyaan Timsel dengan pengalamannya saat menjabat. Kemampuan KPU menyusun peraturan teknis telah teruji dengan menerbitkan terobosan-terobosan hukum dalam PKPU. KPU juga mampu mengelola intervensi-intervensi politik dalam penyusunan PKPU.

Ida Budhiati, dalam wawancara itu, menjelaskan pengalamannya mengelola ketentuan kewajiban konsultasi yang keputusannya mengikat pada Pasal 9 di UU 10/2016. “Mengikat dalam pandangan saya DPR harus mengeluarkan surat resmi sebagai keputusan institusi. Kalau tidak, sulit keputusan itu disebut keputusan resmi,” kata Ida.

Ida menekankan pentingnya berpegang teguh pada peraturan perundang-undangan saat menghadapi intervensi. Menurut Ida, begitulah prinsip integritas dalam penyelenggaraan pemilu dimaknai.

Anggota KPU lain seragam memaknai integritas dalam konteks penyelenggaraan pemilu. Hasyim Asy’ari menjawab hal yang sama ketika ditanya tentang integritas. “Sebagai penyelenggara pemilu ada komitmen menjalankan pemilu berdasarkan uu yang berlaku. Ketika ada permintaan yang mengarah pada hal ketentuan yang diatur kita bertahan pada aturan,” kata Hasyim.

Calon petahana beserta tiga puluh satu calon lain usai menjalani wawancara, sebagai tahap akhir seleksi, di Gedung Kementerian Dalam Negeri. Timsel akan mengajukan empat belas nama calon anggota KPU pada presiden untuk kemudian diusulkan kepada DPR. Timsel berharap hasil seleksi ini bisa segera diserahkan di sela kesibukan presiden dan diumumkan ke publik.

“Ya kami harap tanggal 30, tanggal 31, atau tanggal 1,” tutup Saldi.