Salah satu asas penyelenggaraan Pemilu adalah efisiensi. Berkaitan dengan hal itu, maka sudah sepatutnya seluruh penyelenggara Pemilu dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya memperhatikan asas efisien. Mengutip pernyataan Harrington Emerson, efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan.
Saat tulisan ini dibuat, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang di dalamnya berisi regulasi tentang Penyelenggara Pemilu, Pileg dan Pilpres telah disetujui oleh DPR dan tengah menunggu proses penomoran dan pencatatan di lembaran negara. Berdasarkan Pasal 72 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Jadi, yang mengesahkan suatu RUU menjadi undang-undang adalah presiden. Penyampaian RUU dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Kemudian, menurut Pasal 73 UU 12/2011, RUU itu disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden. Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Berdasarkan ketentuan ini, maka simulasi atas pengundangan RUU Pemilu hanya tinggal menghitung hari saja. Paripurna DPR melalui dinamika walk out akhirnya menyetujui RUU Pemilu menjadi UU pada tanggal 21 Juli 2017. Maka tujuh hari setelah itu, tanggal 28 Juli 2017, RUU telah diterima Presiden untuk disahkan. Batas akhir pengesahan (penomoran dan pencatatan UU dalam Lembaran Negara) adalah tanggal 21 Agustus 2017. Mau tidak mau, UU Pemilu telah berlaku.
Marida Farida Indrati Soeprapto, dalam bukunya Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar dan Pembentukannya (hal. 151) antara lain mengatakan bahwa suatu undang-undang yang sudah disahkan baru dapat berlaku mengikat umum apabila diundangkan dalam suatu lembaran negara. Artinya setelah disahkan Presiden, UU Pemilu akan efektif berlaku.
Lalu dalam kurun waktu tersebut, hampir di 34 Provinsi se-Indonesia, memasuki tahapan seleksi Bawaslu Provinsi. Sebagai contoh, Provinsi Lampung berdasarkan lampiran SK Tim Seleksi Nomor 1/TIMSELLPG/2017, pengumuman pendaftaran dilakukan pada tanggal 17 – 23 Juli 2017. Sementara hasil seleksi wawancara oleh Bawaslu RI tanggal 22 Agustus 2017.
Apabila melihat tahapan tersebut, maka dalam kurun waktu deadline pengesahan RUU menjadi UU Pemilu hampir berbarengan. Bahkan, jika RUU Pemilu tersebut segera disahkan Presiden, kita sudah berpedoman kepada UU Pemilu yang baru yang di dalamnya mengatur tentang Penyelenggara Pemilu dengan syarat administrasi dan ketentuan yang berbeda dengan UU sebelumnya, UU 15/2011.
Mencermati isi RUU Pemilu yang disetujui dalam rapat paripurna DPR, sebagaimana dilansir Perludem dalam rumahpemilu.org, maka banyak perubahan yang terjadi dalam regulasi tentang Penyelenggara Pemilu. Komposisi keanggotaan KPU Provinsi dan Bawaslu Provinsi mengalami penambahan jumlah lima atau tujuh orang, sedangkan Panwaslu di tingkat Kabupaten/Kota berubah dari ad hoc menjadi permanen. Jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota juga mengalami perubahan menjadi tiga atau lima orang tergantung luas daerah dan besaran penduduk.
Syarat pendidikan terakhir untuk menjadi anggota Bawaslu Kabupaten/Kota berubah dari sebelumnya sarjana menjadi setingkat SLTA. Sedangkan terkait dengan syarat umur untuk menjadi Bawaslu Provinsi juga mengalami perubahan dari sebelumnya berusia sekurang-kurangnya 30 tahun menjadi 35 tahun.
RUU Pemilu yang tinggal menghitung hari saja pengesahannya itu, sudah dapat diakses oleh pemerhati, aktivis, penyelenggara Pemilu dan publik melalui pesan sosial media ataupun melalui website. Rumah Pemilu, melalui Direktur Perludem adalah salah satu pihak yang aktif melakukan sosialisasi atas sejumlah perubahan yang terdapat di dalam RUU Pemilu yang dikodefikasi tersebut.
Dalam ilmu hukum dikenal asas lex posterior derogate legi priori, aturan yang baru mengalahkan aturan yang lama. Hal ini menjadi pedoman bagi kita untuk mendahulukan aturan mana yang harus digunakan jika aturan itu setingkat derajatnya. UU 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu tentu saja akan dikalahkan oleh UUPemilu yang baru. Di dalam Pasal 571 RUU Pemilu bahkan ditegaskan bahwa pada saat RUU sudah mulai berlaku, maka UU 15 Tahun 2011 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
Rekrutmen dilanjutkan atau tidak?
Sebenarnya di dalam RUU Pemilu yang baru sudah dijelaskan dalam Pasal 564 yang berbunyi dalam hal proses seleksi anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota yang sedang berlangsung pada saat Undang- Undang ini diundangkan, persyaratan dan proses seleksi yang sedang berlangsung tersebut tetap dilaksanakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Ketentuan di atas jelas dapat dipakai oleh Tim Seleksi yang telah dibentuk oleh Bawaslu RI untuk tetap melanjutkan proses seleksi, meskipun proses tersebut baru sebatas pengumuman pendaftaran calon saja dan masih mengacu kepada persyaratan yang diatur dalam UU 15/2011. Artinya, semua ketentuan persyaratan dan jumlah anggota Bawaslu Provinsi masih mengacu kepada ketentuan yang lama, diantaranya berusia sekurang-kurangnya 30 tahun, berjumlah 3 (tiga) orang dan masa jabatannya selama lima tahun.
Sedangkan dalam UU Pemilu yang baru terjadi perubahan jumlah keanggotaan Bawaslu Provinsi sebagaimana diatur dalam Pasal 92 ayat (2) huruf b disebutkan jumlah anggota Bawaslu Provinsi sebanyak 5 (lima) atau 7 (tujuh) orang. Artinya jika seleksi dilakukan dengan mengacu kepada UU 15/2011, jumlah anggota Bawaslu Provinsi harus ditambah lagi karena seleksi yang dilakukan sekarang hanya memilih tiga orang anggota Bawaslu Provinsi.
Pasal 563 RUU Pemilu mengatur tentang keanggotaan penyelenggara Pemilu termasuk Bawaslu Provinsi yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan berakhir masa keanggotaannya. Dengan ketentuan peralihan ini, maka jelas bahwa masa jabatan penyelenggara Pemilu (Bawaslu Provinsi) yang tengah dilakukan seleksi adalah selama lima tahun.
Lalu bagaimana, dengan pengisian kekurangannya? Ketentuan di atas kembali diperkuat oleh Pasal 567 ayat (1) yang mengatur tentang masa jabatan anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota yang terpilih sebelum berlakunya RUU Pemilu adalah tetap 5 (lima) tahun. Kemudian di dalam Pasal 567 ayat (2) diatur tentang penambahan jumlah anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota harus melalui proses seleksi berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Selanjutnya di dalam Pasal 567 ayat (3) diatur penambahan jumlah anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan RUU Pemilu.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa Pasal 564 yang menjadi dasar Bawaslu RI untuk memerintahkan Tim Seleksi untuk melanjutkan proses rekrutmen anggota Bawaslu Provinsi akan menimbulkan sejumlah masalah baru.
Pertama, adanya calon yang tidak memenuhi syarat administrasi yang diatur di dalam RUU Pemilu. UU 15/2011 mengatur syarat usia minimal 30 tahun, sedangkan RUU Pemilu mengatur syarat usia minimal 35 tahun.
Kedua, amanat RUU Pemilu yang mewajibkan seleksi ulang untuk melengkapi jumlah anggota calon Bawaslu Provinsi, akan mengakibatkan perbedaan akhir masa jabatan bagi anggota Bawaslu Provinsi yang terpilih kelak. Tiga orang anggota Bawaslu Provinsi yang diseleksi terlebih dahulu dengan UU 15/2011 akan berbeda akhir masa jabatannya dengan dua atau empat orang anggota Bawaslu Provinsi yang diseleksi berdasarkan RUU Pemilu.
UU 15/2011 mengatur masa jabatan anggota Bawaslu Provinsi adalah lima tahun, sedangkan RUU Pemilu juga mengatur hal yang sama. Perbedaan waktu seleksi otomatis akan mengakibatkan perbedaan akhir masa jabatan sebagaimana yurisprudensi ketika DPR menetapkan Busyro Muqodas. Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 terkait masa jabatan pimpinan KPK Busyro Muqoddas.
Ketiga, melanjutkan proses seleksi Bawaslu Provinsi dengan adanya perubahan yang signifikan di dalam UU Pemilu yang baru, akan menguras anggaran karena proses seleksi dilakukan dua kali. Yang pertama berdasarkan UU 15/2011 dan yang kedua berdasarkan UU Pemilu yang baru akan disahkan. Akibatnya asas penyelenggaraan Pemilu berupa efisiensi akan terlanggar.
Keempat, tidak ada urgensinya melanjutkan seleksi Bawaslu Provinsi dengan mengacu ke UU 15/2011 karena akhir masa jabatan Bawaslu Provinsi yang sekarang rata-rata di bulan September 2017. Bagi Provinsi yang akan melaksanakan Pilgub, juga tidak terdapat urgensinya karena apabila mau tidak mauRUU Pemilu akan otomatis 30 hari sejak RUU disetujui DPR yaitu tanggal 21 Agustus 2017. Proses seleksi dengan menggunakan UU yang baru dapat dipercepat sehingga pelantikan anggota Bawaslu Provinsi terpilih bisa disesuaikan dengan akhir masa jabatan anggota Bawaslu Provinsi sebelumnya. Skenario kedua, Bawaslu RI dapat mengambil alih sementara pimpinan Bawaslu Provinsi yang belum selesai proses seleksinya
Menurut pandangan penulis, Bawaslu RI hendaknya menelaah kembali keputusannya untuk melanjutkan seleksi Bawaslu Provinsi. Keputusan untuk melanjutkan seleksi dengan resiko yang telah penulis uraikan di atas atau menghentikan proses seleksi untuk sementara adalah mutlak merupakan kewenangan Bawaslu. Namun ada baiknya, dalam hal ini perlu dilakukan urun rembuk dengan pihak terkait agar keputusan yang diambil telah menimbang berbagai efek baik dan buruknya. []
NOERCHOLIS RIFAI
Pemerhati pemilu