September 13, 2024

Mempresentasikan Metode Pengawasan Pemilu Berbasis Teknologi

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki peranan yang signifikan dalam menciptakan Pemilu yang Luber dan Jurdil. Peran pengawasan penyelenggaraan Pemilu saat ini terus mengalami penyempurnaan dalam perbaikan sejumlah regulasi. Ke depannya, ini menjadi aspek yang berpotensi untuk mendorong Bawaslu menjadi sebuah lembaga peradilan administratif Pemilu.

Untuk itu, Bawaslu beserta jajarannya hingga lembaga pengawas ad hoc terdiri dari Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa bahkan hingga ke Pengawas TPS, perlu meningkatkan performa dan kinerjanya. Sebagai kritik terhadap kinerja lembaga pengawas Pemilu ad hoc selama ini, mereka masih melakukan metode pengawasan secara manual. Tolok ukur kinerjanya pun belum tersusun secara sistematis, sehingga parameter yang telah dibuat Bawaslu RI dalam hal pelaporan hasil pengawasan setiap tahapan, belum bisa dilaksanakan secara maksimal di tiap-tiap daerah.

Dalam tulisan ini, Penulis akan mempresentasikan pengawasan Pemilu berbasis teknologi dengan memberi judul Metode Pengawasan S.O.S. Sedianya metode pengawasan Pemilu berbasis teknologi ini akan Penulis presentasikan kepada Bawaslu RI secara langsung dalam fit and proper test calon anggota Bawaslu Provinsi, mengingat Penulis merupakan salah satu peserta tes calon anggota Bawaslu Provinsi Lampung yang mendapatkan skor nilai tertinggi dalam pelaksanaan test objektif CAT, psikotes dan kesehatan.

Sayangnya, kendati telah menyampaikan metode tersebut di hadapan Tim Seleksi Bawaslu Provinsi Lampung, terobosan yang Penulis lakukan untuk memperkuat metode pengawasan Pemilu ini tidak mampu mengantarkan Penulis menjadi enam besar peserta yang kemudian dikirim ke Jakarta untuk mengikuti fit and propper test di Bawaslu RI.

Dalam tulisan opini di rumah pemilu ini, Penulis berupaya mempresentasikan metode pengawasan Pemilu berbasi tekonologi melalui tulisan yang mungkin akan dapat ditindaklanjuti oleh Bawaslu RI sebagai sebuah saran dan masukan produktif untuk mendorong lembaga pengawasan Pemilu meningkatkan performa dan kinerjanya.

Apa itu S.O.S?

Metode pengawasan S.O.S merupakan kepanjangan dari Serap (data informasi), Olah (data informasi) dan Supervisi (di titik yang dilaporkan terjadi peristiwa pelanggaran berat). Metode pengawasan ini dilakukan dengan menempatkan sebuah server data di Bawaslu Provinsi. Server data itu terkoneksi melalui sebuah desain under web Sistem Informasi Pelaporan Kinerja.

Melalui software pelaporan itu Bawaslu Provinsi dapat mengetahui secara cepat peristiwa apa yang terjadi diwilayah kerjanya hingga ke tingkat desa bahkan TPS. Aplikasi pelaporan berbasis teknologi informasi itu juga menempatkan Lembaga Pengawas di tingkat Kabupaten/Kota itu sebagai Pos Simpan Data (PSD). Data peristiwa, temuan dan laporan yang terjadi selama pelaksanaan Pemilu itu yang dikelola secara profesional oleh Panitia Pengawas Pemilu di Kabupaten/Kota yang terintegrasi dalam hosting yang disediakan oleh Bawaslu Provinsi.

Lalu, seluruh penyelenggara ad hoc mulai dari Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa hingga Pengawas TPS memiliki kewajiban untuk membuat laporan pengawasan harian yang ditujukan kepada masing-masing PSD tempat mereka berdomisili. Format pelaporan yang disampaikan oleh pengawas Pemilu ad hoc itu dibagi dalam dua kelompok berdasarkan domisili.

Pertama, bagi pengawas yang berdomisili di lingkungan tanpa akses data internet, format laporan menggunakan sms dengan menggunakan format taggar. Kedua, bagi pengawas yang berdomisili di lingkungan dengan akses data internet dapat langsung membuka pos surat di aplikasi peselancar internet seperti Google Chrome, Moziilla Firefox, dan lainnya melalui smart phone dan langsung melakukan pengisian data serta melakukan upload terhadap file pendukungnya.

Pengawas Pemilu di tingkat Kelurahan/Desa dan Kecamatan diprioritaskan untuk mengawasi tahapan sesuai dengan format isian  dan tipe laporan berupa tahapan:  Sosialisasi, Pemutakhiran Data Pemilih, Verifikasi Calon Perseorangan, Kampanye, Distribusi Logistik dan Pemungutan dan Penghitungan Suara.

Sedangkan Pengawas Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota yang menjadi PSD, berfungsi menampung, mengelola dan mengolah laporan dengan melakukan qwerty base otomatis terhadap laporan dengan format/status laporan, NIHIL, RINGAN, SEDANG, BERAT. Untuk status laporan berjenis BERAT, PSD langsung meneruskan laporan tersebut kepada Bawaslu Provinsi melalui aplikasi yang dapat diinstal di smartphone masing-masing Pimpinan Bawaslu Provinsi.

Pengawas Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota yang berfungsi sebagai Pos Simpan Data (PSD) melalui qwerty base otomatis juga akan merekap laporan harian dari masing-masing Pengawas Pemilu ad hoc dan meneruskan semua jenis status laporan kepada Pimpinan Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota yang juga aplikasinya dapat diinstal melalui smartphone.

Di samping itu, Pengawas Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota juga mendapat tugas tambahan yaitu mengawasi tahapan Pemilihan/Pemilu lainnya seperti rekrutmen PPK, PPS, Pencalonan, Debat Kandidat, Iklan Kampanye, dana kampanye, akreditasi pemantau, dan lain-lain. Semua tugas pengawasan itu akan dilaporkan secara periodik kepada Bawaslu Provinsi Lampung berdasarkan rekapitulasi laporan yang telah dikerjakan melalui pendekatan teknologi informasi.

Optimalisasi Pengawasan

Metode pengawasan berbasis teknologi ini juga akan menjadi sebuah parameter bagi penyelenggara ad hoc dalam bekerja melakukan pengawasan. Jika diibaratkan sebagai absen finger print, maka laporan pengawasan harian ini dapat berfungsi sama dan menjadi pendeteksi kinerja pengawas Pemilu ad hoc yang memang selama ini bekerja secara manual. Bahkan terkadang pengawas Pemilu ad hoc itu kerap tidak melakukan kegiatan pengawasan karena memiliki pekerjaan lain dan menjadikan tugas pengawasan sebagai second job yang tidak berkonsekuensi apapun jika tidak dikerjakan secara maksimal.

Tentu saja dalam menghadapi Pilkada Serentak Tahun 2018, penerapan pengawasan berbasis teknologi ini layak untuk diuji cobakan pelaksanaannya. Mengingat fungsi pengawasan ini bersifat internal. Sebagai pengukur kinerja, maka sudah sepatutnya ia menjadi alternatif pilihan bagi Bawaslu RI sebagai upaya optimalisasi fungsi pengawasan hingga ke level terendah di tigkat desa bahkan di TPS. Untuk penyempurnaan program, Bawaslu RI dapat mendiskusikan tools-tools lainnya yang berfungsi memperlengkap tipe laporan dengan stake holder untuk kemudian didesain ulang melengkapi metode pengawasan S.O.S yang telah penulis gagas di atas.

Optimalisasi kinerja pengawas Pemilu hendaknya menjadi pilihan pertama bagi Bawaslu RI dalam meningkatkan kualitas pengawasan. Setelah melakukan perbaikan internal, langkah selanjutnya barulah mendorong pengawasan partisipatif dengan melibatkan masyarakat dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama menciptakan Pemilu yang Luber dan Jurdil.

Bawaslu RI bahkan telah meluncurkan aplikasi Gowaslu. Perannya menjembatani laporan pengaduan masyarakat. Sayang, pengembangan atas aplikasi tersebut belum dioptimalisasi. Ke depan, kedua aplikasi internal (Metode S.O.S) dan eksternal (Gowaslu) dapat dipadukan untuk memperkuat kinerja dalam pengawasan Pemilu.

Selanjutnya yang perlu dipersiapkan adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang memahami seluk beluk dunia digital teknologi informasi. SDM itu berperan untuk mengoperasikan metode pengawasan berbasis teknologi sehingga bisa terlaksana secara baik. Untuk itu, hal yang perlu digagas adalah sebuah divisi khusus yang bertugas mengelola semua hal yang berkaitan dengan teknologi informasi.

Hal itu juga menjadi pelengkap dari pengembangan sistem informasi yang dilakukan oleh KPU RI melalui berbagai sistem informasi diantaranya Sistem Informasi Pencalonan (Silon), Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih), dan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) yang telah lebih dulu mengudara tanpa menyertakan Bawaslu sebagai pihak yang tentu saja seharusnya ikut berwenang melakukan pengawasan atas penggunaan aplikasi sistem informasi tersebut.

Saat ini, Bawaslu belum mendapatkan otoritas berupa username dan password untuk dapat mengakses ke dalam berbagai sistem informasi yang dikembangkan oleh KPU RI tersebut. Sehingga, Bawaslu hanya dapat berselancar saja sebagaimana peselancar lainnya di dunia maya, tanpa dapat melakukan koreksi mendalam atas informasi yang ditampilkan di layar komputer/laptop tersebut.

Mengutip pernyataan Prof. Ramlan Surbakti dalam pengantar buku dinamika sengketa hukum administrasi di Pemilukada. Menurutnya, untuk menciptakan Pemilu yang demokratis setidaknya ditandai oleh pelaksanaan tiga prinsip umum: Electoral Rights Principles (Hak-hak terkait dengan Pemilu), Electoral Justice (Keadilan Pemilu) dan Electoral Integrity (Pemilu yang berintegritas).

Electoral Justice System yang diterapkan oleh Bawaslu RI sebagai pencipta keadilan Pemilu hendaknya memprioritaskan tiga unsur utama: mekanisme pencegahan sengketa (pelanggaran, penyimpangan dan iregularitas), mekanisme Penyelesaian Sengketa Pemilu (Electoral Disputes Resolution) dan Penyelesaian Sengketa Pemilu Alternatif (Alternative Electoral Disputes Resolution).

Untuk itu, maka Bawaslu RI sudah sepatutnya segera mengembangkan strategi pengawasan semesta. Cakupannya seluruh strategi pengawasan yang berfungsi sebagai langkah pencegahan, penindakan, dan penyelesaian sengketa yang terintegrasi antara konsep manual dan konsep kekinian yang berbasis informasi teknologi.

Melalui tulisan ini, Penulis berusaha menggugah kesadaran kita semua bahwa perkembangan dunia teknologi informasi merupakan sebuah keniscyaan. Untuk itu kita semua berharap tercipta penyelenggaraan Pemilu yang demokratis dengan mengoptimalkan strategi pengawasan yang menggunakan teknologi informasi sebagai salah satu alat yang memudahkan tercapainya tujuan dari pengawasan Pemilu yakni terciptanya Pemilu yang berkualitas dan berintegritas. []

FAUZI HERI
Ketua KPU Kota Bandar Lampung
Berlatar belakang Sarjana Teknik Elektro, Sarjana Hukum dan Magister Hukum