August 8, 2024

Menakar Kesiapan Pilkada di Tengah Pandemi

Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, menilai persiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk Pilkada di tengah pandemi masih sangat rendah. Takarannya, pertama, belum ada aturan yang relevan digunakan untuk menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020 dengan protokol Coronavirusi disease 2019 (Covid-19). Surat keputusan kelanjutan Pilkada Serentak 2020, peraturan KPU (PKPU) mengenai tahapan, jadwal, dan program terbaru belum ditetapkan, begitu pula dengan rancangan PKPU penyelenggaraan tahapan Pilkada dengan protkol Covid-19 belum dikonsultasikan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Aturan-aturan itu belum ada. Oke mereka semua sudah sepakat untuk melanjutkan, kapan akan dikeluarkan (SK KPU)? Tidak ada.  Jadi itu dulu harus keluar, lalu PKPU tahapan keluar, dan yang penting lagi, bagaimana menyelenggarakan tahapan Pilkada di tengah Covid-19? Itu dimana mencantumkannya? Apakah dimasukkan di SK, apakah peraturan bersama dengan Gugus Tugas? Saya rasa itu harus dimasukkan ke PKPU,” kata Hadar pada webkusi “Menakar Kesiapan Pilkada Desember 2020” (29/5).

Hadar menduga KPU akan melakukan cicil peraturan. Hal tersebut dinilai mengkhawatirkan, sebab proses hingga PKPU disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memakan waktu lama dan bergantung pada banyak pihak.

“Sepertinya KPU akan mencicil peraturan. Saya khawatir ini akan jadi tambah sulit karena kita dalam konteks bencana. Kita bergantung pada banyak pihak untuk bisa merespon itu dengan cepat,” pungkas Hadar.

Takaran kedua yakni anggaran dan kesiapan logistik sehubungan protokol Covid-19 bagi penyelenggara pemilu. Dalam waktu 17 hari, anggaran tambahan belum dibahas. Per 15 Juni, alat pelindung diri mesti dapat digunakan oleh penyelenggara pemilu untuk melakukan pemutakhiran data pemilih dan verifikasi dukungan calon perseorangan.

“Itu kan tidak bisa dana turun langsung beli. Kalau ada proses tender, apa ini tidak perlu tender lagi atau gimana? Banyak prosedur harus dilakukan. Padahal, kerja itu sudah mulai tanggal 15 Juni. Itu harus sudah ada di lapangan,” ujar Hadar.

Takaran ketiga, kesiapan penyelenggara pemilu. Hadar memandnag perlu waktu yang cukup untuk memastikan penyelenggara pemilu yang sempat dinonaktifkan masih memenuhi syarat dan masih bersedia menjadi penyelenggara pemilu di masa pandemi. Waktu juga dibutuhkan untuk melakukan bimbingan teknis (bimtek) penyelenggaraan Pilkada dengan protokol Covid-19 serta sosialisasi kepada masyarakat.

“Jajaran di bawah juga harus dipastikan paham betul bagaimana melaksanakan Pilkada dengan protokol Covid. Dan juga masyatakat luas. Sebaiknya mereka punya ruang cukup untuk memahami bagaimana dijalankan, dan kenapa ada proses yang diubah, agar mereka tahu bahwa proses ini adalah proses yang sudah sesuai aturan dan proses yang kalau kita jalankan, kita akan aman,” ucap Hadar.

Langkah yang tepat dilakukan KPU

Hadar merekomendasikan agar KPU membuat peta persiapan dan resiko per tahapan. Peta dinilai bermanfaat untuk menganalis potensi penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi. Hadar tak menganjurkan jika tahapan Pilkada dilaksanakan satu per satu, dengan kemungkinan akan ditunda kembali sesuai evaluasi per tahapan.

“Kalau tidak mungkin, menurut saya lebih baik mengajak pertemuan dan sampaikan, bahwa ini tidak bisa. Daripada kita menggunakannya, kerjakan saja dulu tahapan yang tertunda, kemudian kita lanjutkan lagi, kita lihat nanti evaluasi, lalu kita lanjutkan lagi tahapan pendaftaran calon, lalu kampanye, atau nanti kita stop. Kalau demikian, ini bisa mengurangi kualitas pemilihan,” kata Hadar.

Menunda tahapan berkali-kali, menurut Hadar, tak bijak dilakukan sebab kualitas tahapan bergantung pada tahapan lainnya. Pun, jeda antara tahapan menyebabkan data tidak mutakhir.

“Tidak bisa ada jeda antara tahapan, karena ada sesuatu yang tidak mutakhir. Misal kampanye, apakah begitu selesai kampanye, gawat kita stop. Pemungutan suara dua tiga bulan lagi. Dianggap yang sudah dikampanyekan masih nempel di pemilu, tidak bisa demikian,” tukasnya.

Hadar meminta agar KPU dapat memaparkan kesiapan penyelenggaraan Pilkada kepada Pemerintah dan DPR. Jika waktu 17 hari dirasa tak cukup, KPU diharapkan mengajak Pemerintah dan DPR untuk berbicara kembali tentang penundaan Pilkada Serentak 2020.

“KPU harus menakarnya betul. Kalau ini tidak mungkin, tidak ada salahnya untuk mengajak bicara kembali dan menunda Pilkada ini,” tutup Hadar.