December 9, 2024

Presiden Jokowi Diharap Berani Putuskan Presidential Threshold 0 Persen

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengatakan bahwa Pemerintah ingin mempertahankan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20-25 persen seperti peraturan di Undang-Undang (UU) No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Alasannya, yakni mendorong peningkatan kualitas calon presiden dan calon wakil presiden, dan memastikan bahwa presiden dan wakil presiden terpilih telah memiliki dukungan minimum partai atau gabungan partai di parlemen.

“Review atau uji materi yang pernah diajukan oleh para pihak terhadap UU No.42 tahun 2008 tidak membatalkan pasal tentang presidential treshold sehingga tidak bertentangan dengan konstitusi,”kata Tjahjo, dalam siaran pers yang diterima Rumah Pemilu (15/6)

Presiden Joko Widodo, seperti dilansir oleh cnnindonesia.com,  juga menyatakan sikap tegas terhadap ambang batas pencalonan presiden. Menurutnya, Pemerintah harus konsisten pada aturan ambang batas pencalonan presiden yang selama ini telah diterapkan. Demokrasi tak akan berkembang dengan baik apabila ambang batas pencalonan presiden diturunkan.

“Yang dulu sudah 20 persen, masa kita mau kembali ke nol? Mestinya semakin ke sana semakin konsisten,” ujar Jokowi di Ungaran, Semarang (17/6).

Koalisi masyarakat sipil, melalui Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, mengutarakan keheranannya atas sikap ngotot Pemerintah  agar ambang batas pencalonan presiden tak berubah. Argumentasi ambang batas pencalonan presiden tak bertentangan dengan konstitusi tak relevan dengan konsep pemilu serentak yang akan diselenggarakan pada 2019.

“Kenapa Pemerintah memaksa presidential threshold antara 20-25 persen? Padahal di Undang-Undang Dasae (UUD) tidak disebutkan presidential threshold itu. Saya khawatir Presiden sebenarnya gak memahami betul kehendak konstitusi bahwa semua orang punya ruang untuk jadi calon,”  kata Feri pada diskusi “RUU Pemilu: Inkonsistensi Pelaksanaan Nawacita?” di Cikini, Jakarta Pusat (16/6).

Feri berharap Presiden Jokowi, melalui wewenang kuat yang dimilikinya, berani untuk memutuskan ambang batas pencalonan presiden sebesar 0 persen.  Masyarakat sipil tak menginginkan keributan yang ditimbulkan akibat hanya tersedianya dua calon presiden dan calon wakil presiden seperti di Pilpres 2014 kembali terjadi. Apabila Presiden hendak membangun demokrasi seperti cita-cita pemerintahan yang ia tuangkan dalam nawacita, Presiden mestinya menyadari bahwa ambang batas pencalonan presiden 0 persen akan membuka ruang demokrasi lebih luas.

“Lebih baik Presiden memilih tidak ada presidential threshold agar calon bisa banyak. Biar potensi keributan gak terlalu meruyat. Ada hak orang untuk terlibat mencalonkan diri,” ujar Feri.