December 5, 2024

Mengapa Malaysia Perlu Mereformasi Regulasi Dana Politik?

Pippa Norris dan Andrea Abel van Es dalam Checkbook Elections? Political Finance in Comparative Perspective (2017) mendefinisikan pendanaan politik sebagai semua aliran uang ke dan dari partai politik dan kandidat, termasuk sumber pendapatan formal dan informal, baik selama maupun diluar tahapan kampanye pemilihan. Istilah ini tentu lebih luas dari dana kampanye, yang diartikan oleh Didik Supriyanto dan Lia Wulandari (2013) sebagai modal uang untuk membiayai kegiatan kampanye peserta pemilu selama masa pemilihan. Dari definisi tersebut jelas, bahwa pendanaan politik telah mencakup dana kampanye.

Di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan satu-satunya negara yang tengah melakukan reformasi pemilu. Meskipun pada 2020, beredar wacana Indonesia hendak menyusun omnibus election law yang akan memasukkan perubahan-perubahan pada sistem pemilu, sebagai evaluasi dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilu Serentak yang telah dijalankan. Di Indonesia bahkan, masyarakat sipil mendesak Pemerintah untuk mereformasi partai politik, sebab partai politik dinilai sebagai instrumen demokrasi yang tidak demokratis. Sederhananya, reformasi politik dan pemilu dipercaya tak akan melahirkan hasil baik jika institusi partai politik tak dibenahi.

Di Malaysia, reformasi pemilu dilakukan untuk mengubah sistem secara fundamental, salah satunya terhadap dana politik. Komite Reformasi Pemilu (KRP) dibentuk oleh Perdana Menteri Mahathir Muhamad untuk menepati janji Koalisi Pakatan Harapan dalam manifesto pemilihannya, bahwa Koalisi akan memperkenalkan Undang-Undang Pengendalian Keuangan Politik yang akan memperkenalkan berbagai prinsip akuntabilitas dan transparansi dana politik, termasuk bantuan dana dari negara, sumber pendanaan yang dapat diidentifikasi, rekening dana politik yang  dapat diaudit, larangan agar partai tidak memiliki aset di atas RM 1 miliar, dan larangan bagi badan usaha milik negara (BUMN) atau anak perusahaan BUMN untuk memberikan sumbangan politik (Yeoh, 30 Juli 2019).

Mengapa butuh reformasi?

Tuntutan untuk mereformasi aturan dana politik dimulai sejak Pemilu Malaysia 2008. Saat itu, partai-partai oposisi terkejut akan kemenangan Barisan Nasional (BN) di dua provinsi terkaya di Malaysia. Dana kampanye BN dicurigai, sebab keuangan partai politik memang tak dikelola secara transparan. Masyarakat sipil meminta Pemerintah untuk mereformasi keuangan partai, namun partai oposisi, pada akhirnya, mengikuti gelagat BN, enggan melakukan reformasi (Gomez & Tong 2017: 1).

Reformasi dana politik baru menemukan momentumnya kala terjadi persitiwa 1MDB atau 1 Malaysia Development Bhd⸻perusahaan di bidang pembangunan yang beroperasi dibawah kewenangan Menteri Keuangan Pemerintah Federal⸻yang terbukti menerima dana jutaan dolar dari Timur Tengah. Dari informasi yang diterima dan dilaporkan oleh Bersih, sejumlah RM 2,6 miliar dana disetorkan ke rekening pribadi Perdana Menteri Najib Razak, yang juga merupakan Presiden UMNO. Bersih menduga uang tersebut digunakan untuk mendanai konsolidasi politik UMNO dalam politik Malaysia (Bersih: 2016).

Dari tulisan Gomez dan Tongo, keduanya menuliskan bahwa UMNO sebagai institusi partai politik memang bukanlah institusi yang bersih. UMNO tenar dengan citra politik patron, dimana para patron partai memberikan sejumlah uang untuk membayar kesetiaan anggota partai. UMNO juga dikenal lazim melakukan nepotisme dengan menempatkan petugas partai sebagai direktur di perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah federal maupun pemerintah negara bagian. Pun, tak ayal UMNO melakukan politik jual-beli suara kepada pemilih.

“Dalam UMNO, faksi-faksi ditentukan terutama oleh para pemimpin politik yang memiliki dana paling besar untuk dibagikan kepada akar rumput. Faksionalisme berbasis uang ini terus-menerus mengancam keberadaan UMNO, dengan partai-partai yang memisahkan diri dibentuk oleh para mantan pemimpin pada tiga kesempatan sejak akhir 1980-an,” (hlm.2).

Di Malaysia, keuangan partai politik mengandalkan aliran dana dari bisnis yang dijalankan oleh partai, termasuk bisnis media massa. Partai besar seperti UMNO memiliki usaha stasiun televisi dan surat kabar (hlm.4). Kepemilikan bisnis media yang didominasi oleh partai penguasa inilah yang kemudian hari dikritik oleh media alternatif independen, seperti Malaysiakini.com (Presentasi jurnalis senior Malaysiakini, Zikri Kamarulzaman, dalam regional meeting yang diadakan oleh Regional Support for Elections and Political Transitions atau Respect di Jakarta, 16 Juli 2019). Kebebasan media bahkan menjadi salah satu tuntutan reformasi pemilu agar pemilu betul-betul berjalan secara bebas dan adil.

Regulasi dana politik di Malaysia

Di dalam Undang-Undang Pelanggaran Pemilu 1954, UU tidak membatasi sumbangan dana kampanye dari perorangan, perusahaan, dan pihak ketiga lain, tidak mewajibkan pengungkapan identitas donor, dan tidak mewajibkan partai politik melaporkan jumlah penerimaan dan pengeluaran dana pemenangan pemilu diluar tahap penetapan calon hingga hari pemungutan suara. Partai bahkan juga tidak diwajibkan mengembalikan kelebihan penerimaan dana kampanye. Padahal, menurut Gomez dan Tong (hlm.5), partai politik di Malaysia biasanya membagi-bagikan uang pasca ditetapkan sebagai pemenang pemilu.

Jumlah maksimal pengeluaran calon anggota parlemen federal adalah RM 200.000 atau 665,8 juta rupiah. Dan untuk calon anggota parlemen negara bagian adalah RM 100.000 atau 332,9 juta rupiah (Gomez &Tong: 2017, hlm.10).

Tak hanya aturan dana kampanye, masyarakat sipil juga meminta reformasi terhadap pengaturan dana politik. Gomez dan Tong menyinggung UU Masyarakat yang mengatur partai politik sebagai aturan yang mesti turut direvisi. UU tersebut mengatur agar partai politik menyerahkan nomor rekening partai kepada Panitera Masyarakat⸻sebuah badan dibawah wewenang Departemen Dalam Negeri⸻namun tak mewajibkan partai untuk mengungkapkan sumber pendanaan partai,  dan tidak menetapkan batasan kontribusi anggota dan pengeluaran partai. Singkatnya, UU Masyarakat tidak mampu memaksa partai politik untuk mentransparansi keuangan partai, yang memiliki kaitan dengan pendanaan kampanye di pemilu.

Kondisi regulasi yang menyebabkan korupsi dan terkooptasinya sumber daya negara oleh partai politik dirasa cukup oleh koalisi masyarakat sipil yang tergabung di dalam Bersih.  Latar belakang itulah yang membuat isu dana kampanye dan dana politik masuk menjadi salah satu yang direformasi.

Reformasi dana politik seperti apa?

Mengacu pada dokumen yang dipublikasi oleh Bersih 2.0 pada 2017, Bersih merekomendasikan sedikitnya sebelas hal dalam reformasi keuangan politik. Satu, melarang pemberian dana yang diberikan secara rahasia. Dua, melarang sumbangan dana dari asing. Tiga, mengatur kontribusi anggota partai. Empat, menetapkan batasan pengeluaran politik, termasuk dana kampaye. Lima, mengatur pendanaan politik dari pihak swasta. Enam, mengatur kepemilikan bisnis oleh partai. Tujuh, memberikan akses bagi partai politik untuk mendapatkan dana publik. Delapan, mengadakan mekanisme pemantauan pemilihan internal partai yang pada praktiknya kerap didorong oleh faksionalisme berbasis uang, politik rente, dan budaya patronase. Sembilan, memperkuat aturan pelaporan dana politik, termasuk dana kampanye. Sepuluh, adanya lembaga pengawas yang memiliki otonomi cukup untuk memantau dan menegakkan aturan pendanaan politik. Sebelas, mengatur pedoman untuk pemerintah sementara di masa pemilu.

Apa yang direkomendasikan oleh Bersih 2.0 hampir sama dengan yang didorong oleh Transparency International Malaysia (TIM). Namun secara detil, TIM mengusulkan agar dana politik, termasuk dana kampanye agar diaudit secara independen oleh auditor bersertifikat sebelum diserahkan ke Komisi Pemilihan, membangun kapasitas Komisi Pemilihan untuk memverifikasi pelaporan dana kampanye, menetapkan batasan pengeluaran kampanye berdasarkan wilayah geografis daerah pemilihan dan jumlah pemilih, dam memperluas jangkauan periode yang diwajibkan untuk dilaporkan pendanaannya. Bahkan, lebih banyak dari rekomendasi Bersih 2.0, TIM menyarankan agar pendaftaran partai politik dialih-wewenangkan kepada Komisi Pemilihan⸻saat ini pendaftaran dilakukan kepada Panitera Masyarakat,  melarang organisasi yang terhubung dengan partai politik untuk tidak digunakan sebagai saluran pendanaan politik, melarang pihak-pihak yang menampuk kekuasaan untuk secara langsung atau tidak langsung memiliki atau terlibat dalam bisnis, dan melarang partai politik untuk memiliki media (Dokumen TIM: hlm. 4).

KRP telah menjaring masukan dari berbagai kelompok selama proses penyusunan laporan berisi usulan reformasi pemilu. Laporan ini telah diserahkan kepada Perdana Menteri Mahathir Mohamad pada 13 Januari 2020 (Bharian.com, 13 Januari 2020). Dari rilis Bersih 2.0, diketahui bahwa laporan sementara akhirnya memuat 49 proposal reformasi yang isinya tak bisa dipublikasikan kecuali Pemerintah yang mempublikasi. Proposal tersebut akan dibahas oleh Pemerintah, dan diharapkan prosesnya terbuka dan melibatkan publik secara luas. Adapun laporan final dijadwalkan untuk diserahkan pada Agustus 2020 (Rilis pers Bersih 2.0, 14 Januari 2020).

Thomas Fann, Ketua Bersih 2.0 yang menjadi delegasi Bersih di dalam KRP, mengatakan bahwa sebagian besar rekomendasi Bersih yang telah disusun sejak 2017 berhasil dimasukkan ke dalam proposal sementara ERC. Salah satunya yakni, bantuan keuangan untuk partai politik (Keterangan Thomas Fann kepada rumahpemilu.org, 5 Februari 2020).

Pengaturan di negara lain

Di wilayah regional Asia Tenggara, Malaysia merupakan satu-satunya negara yang tidak melarang donasi dari pihak asing, baik perusahaan, negara, perorangan, maupun lembaga asing. Indonesia, Kamboja, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Timor Leste menerapkan larangan tersebut (Data International IDEA).

Dalam hal apakah sumbangan boleh berasal dari identitas yang tidak diketahui atau tidak dibuka identitasnya oleh partai politik atau calon, Malaysia bersama Kamboja dan Myanmar tidak menerapkan larangan sama sekali. Adapun Singapura dan Thailand memperbolehkan sumbangan anonim dalam jumlah terbatas. Sementara itu, Indonesia, Filipina dan Timor Leste mengatur agar setiap individu yang memberikan sumbangan kepada partai politik di dalam pemilu diungkapkan identitasnya. Meskipun di Indonesia, pada praktiknya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak mempublikasi identitas setiap penyumbang, dan pengaturan agar partai politik membuka identitas penyumbang tak cukup relevan dengan sistem proporsional daftar calon yang dianut Indonesia, sebab yang mengumpulkan dana kampanye kebanyakan adalah calon (Data Internastional IDEA).

Beralih ke soal pengawasan dana politik, di kawasan ini tak ada satu pun negara yang memiliki lembaga berwenang untuk mengawasi penyalahgunaan sumber daya negara oleh partai politik yang berkuasa. Bahkan, tak semua negara mewajibkan partai politik untuk menyerahkan laporan dana kampanye. Hanya Indonesia, Kamboja, Filipina, dan Thailand yang mewajibkan, meski semua negara kecuali Indonesia mewajibkan calon menyerahkan laporan dana kampanye.

Di luar kawasan Asia Tenggara, semisal Jerman, tidak menerapkan batasan sumbangan dana politik dari perusahaan. Dana dari anonim diperbolehkan jika tak melebihi € 500, dan hanya donor yang sumbangannya melebihi € 10.000 per tahun yang perlu disebutkan dalam laporan keuangan tahunan partai. Adapun pengecualian bagi perorangan yang memberikan sumbangan lebih dari € 50.000 harus segera diungkapkan, tak menunggu periode laporan tahunan (TIM 20, hlm.14).

Meski demikian, semua partai politik di Jerman harus secara terbuka melaporkan aset, penerimaan dan pengeluaran dana politik, terlepas dari apakah mereka berhak menerima bantuan dana negara secara langsung. Laporan keuangan pun akan diaudit dan dinilai oleh pihak independen, lalu diserahkan kepada Presiden Bundestag, dan kemudian diterbitkan untuk diketahui publik. Pelanggaran disengaja yang bertujuan menyembunyikan penerimaan atau penggunaan dana dapat dihukum dengan hukuman penjara hingga 3 tahun atau denda (TIM 20, hlm.15).

Di Korea Selatan, subsidi dari negara hanya boleh digunakan oleh partai politik untuk menggaji personel, kebutuhan administrasi dan barang habis pakai, pemeliharaan kantor, pendidikan publik, pengembangan kebijakan, pelatihan anggota partai, kegiatan organisasi, pemasangan iklan, dan biaya pemilihan. Semua partai politik harus secara terbuka mempertanggungjawabkan aset, sumber pendanaan, serta penggunaan dana, terlepas dari apakah partai berhak menerima bantuan dana dari negara. Laporan diaudit oleh pihak independen dan diserahkan kepada Komisi Pemilihan Nasional untuk diperiksa oleh publik (TIM 20, hlm17).

Banyak ragam formulasi dalam pengaturan dana politik yang dapat diterapkan. Terdapat empat elemen dalam pengaturan dana politik, yakni sumber pendanaan, pengeluaran, mekanisme pelaporan, dan mekanisme audit. Keempat elemen tersebut dapat disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh suatu negara. Biasanya, pengaturan dana politik, termasuk dana kampanye di dalamnya, ditujukan untuk mencegah terjadinya korupsi politik, menghindari konflik kepentingan, mengeliminasi oligarki dan elitisme dalam tubuh partai, menciptakan kompetisi yang setara dalam pemilu, dan mewujudkan pemerintahan⸻sebagai hasil pemilu⸻yang transparan dan akuntabel.

Pada kongres yang diadakan oleh International IDEA & Netherlands Institute for Multiparty Democracy (NIMD)  pada 2012, dihasilkan 41 rekomendasi terkait pengaturan dana politik. 13 diantaranya yakni sebagai berikut. Satu, pembiayaan publik untuk partai politik harus menyediakan pembiayaan struktural untuk fungsi operasional sehari-hari partai politik dan untuk pembiayaan kampanye. Dua, negara tidak hanya memberikan pembiayaan langsung atau uang tunai, tetapi juga pembiayaan tidak langsung seperti pembebasan pajak, akses media, dan penggunaan tempat publik. Tiga, tak hanya partai politik yang melaporkan dana kampanye, melainkan juga calon. Empat, adanya batasan pengeluaran dana kampanye. Lima, dibukanya identitas sumber penyumbang dana politik dan dana kampanye. Enam, mempersingkat periode kampanye. Tujuh, sumbangan dari pejabat partai dikategorikan sebagai sumbangan pribadi, bukan iuran keanggotaan. Delapan, mengatur dengan jelas sumber-sumber dana publik dan kapan partai dapat mengakses dana publik. Sembilan, adanya kerangka hukum tentang pengungkapan sumber pendanaan yang mempertimbangkan keseimbangan antara pengungkapan informasi yang diperlukan dengan privasi partai politik dan lembaga swasta. Tiadanya aturan yang jelas tentang apa yang harus diungkapkan, berapa banyak yang harus diungkapkan, bagaimana mengungkapkan, dan kepada siapa mengungkapkan dapat menimbulkan intimidasi oleh pihak-pihak yang merasa hak privasinya dilanggar. Sepuluh, syarat untuk mendapatkan pembiayaan publik tak terlalu tinggi agar partai-partai baru yang potensial dapat berkembang. Sebelas, kualifikasi pemberian bantuan dana kepada partai politik mesti dapat merangsang representasi kelompok-kelompok kepentingan khusus, seperti perempuan, pemuda, dan disabilitas. Dua belas, adanya lembaga independen yang mampu umengawasi penggunaan uang dalam politik. Tiga belas, adanya bantuan dana partai harus disertai dengan mekanisme pelaporan keuangan yang kuat untuk mencegah penyalahgunaan dana (Magolowondo dkk 2012, hlm. 27-29).

 

 

Referensi

Bersih. Political Finance Reform. 2017. Artikel dalam http://www.bersih.org/wp-content/uploads/2016/04/Political-Financing-Reforms.pdf?__cf_chl_jschl_tk__=6c56f1c059f0cd89c77059050e599a98ad12504c-1580096071-0-AQ1MnKsiakdQ_41vaXGAv0m3SmreOnHj3ZbyrzdPYIABt22rPvAVW-BBg9uRmRhaDxhxCcQSovW_q7DPm7lQmCopMMx6VqMKL7hsOsnsqyxeGt2yzKlY7ZSbK3qTqlUDjKHJ-8VN0FUP7zj9nXwsJM4aTKuDWOzh3yL_2qGlkkph0vEtishHqDWeMJg7CiE1–tg5bdTi_U5FLdYoq4g8DN5qji3CRMr4HrG5urwdSR0uqgCXm4O2m7PtmjGrWgSTjjyrABW5FPwhTGkjvI7_ATVGyD7qf9yqFDo1oipTclSgp20zqD1j1bt8CHuGnLAc5bzqW48p4DkqINfWDQBySo.

Bersih. 2020. Rilis pers dalam http://www.bersih.org/kenyataan-media-dari-bersih-2-0-14-januari-2020-umumkan-laporan-interim-erc-dan-mulakan-libat-urus-awam/?__cf_chl_jschl_tk__=c4e2fa3f83159f943965007defd63494343d6046-1580804955-0-AXKc2Oft15yTeHTD2kQ0aGWVpf1rs5J0hV_rYwZ–jXnstF0dhSz9LlQZ5JIhK_ztzNBJBXWTfIcsamdOLDaXI4MX9JKtbivaZ_O3h_kEj-1bvOHVQkOfEnNcippQZ8J6T3IWV5sij9r5BEPvwyysblN55TRBvdhwppZtuHVFBrV6fBoVAp28vAEkmf9L3rDXiyzu6GwqyNL9ERiIMntCW1PseDL5NzXMZ5DLiso0trHZvFAPI9-70-xmEd–2VpIFetQtCGQoasxeg2KsPkBFZ0oxMjPyQwebh8b1AlAPaHOa8lMwQUiyhVgyzx6_z3cjVVxmEq0ekt8Nf9lBLJefgvQTYgvaFZ9ipE82S1jpoiIQeeaAeiKz5Pg7_kUwZZGJ5r0GpTH56DX4FDiN153OM.

Bharian.com. 13 Januari 2020. ERC serah laporan interim kepada PM. Berita dalam https://www.bharian.com.my/berita/nasional/2020/01/646374/erc-serah-laporan-interim-kepada-pm.

Data international IDEA dapat dilihat pada laman https://www.idea.int/data-tools/question-countries-view.

Gomez, Edmund Terence. Tong, Joseph. 2017. Financing Politics in Malaysia: Reforming the System. Jurnal dapat diakses melalui laman https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3144930.

Magolowondo dkk. 2012. Laporan dalam https://www.idea.int/sites/default/files/publications/regulating-political-party-financing-insights-from-praxis.pdf.

Malaymail. 4 Mei 2019. Declaration of political funding among reform proposals. Berita dalamhttps://www.malaymail.com/news/malaysia/2019/05/04/declaration-of-political-funding-among-reform-proposals/1749768.

Norris, Pippa. Van Es, Andrea Abel. 2016.  Checkbook Elections? Political Finance in Comparative Perspective. Oxford: Oxford University Press.

Supriyanto, Didik. Wulandari, Lia. 2013. Basa Basi Dana Kampanye. Buku dapat diakses melalui laman http://perludem.org/2013/05/01/basa-basi-dana-kampanye-pengabaian-prinsip-transparansi-dan-akuntabilitas-peserta-pemilu/.

Transparency International Malaysia. Artikel dalam http://transparency.org.my/laravel-filemanager/files/shares/11b.-Crinis-Memo-English.pdf.

Yeoh, Tricia. 30 Juli 2019. Following the money: Political financing in Malaysia. Artikel dalam ttps://theasiadialogue.com/2019/07/30/following-the-money-political-financing-in-malaysia/.