Laporan dana kampanye yang disampaikan peserta pemilu dinilai masih sekedar formalitas administrasi belaka. Berdasarkan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) yang disampaikan 7 Maret 2024 lalu masih belum menunjukan transparansi dan kejujuran peserta pemilu. Hal itu didasarkan hasil kajian dengan menyandingkan besaran dana kampanye yang tercatat dalam LPPDK, dengan laporan kampanye di Sistem Informasi Kampanye dan Dana Kampanye (Sikadeka).
“Jika dilihat dari jenis pengeluaran dana kampanye yang memuat delapan metode kampanye dan tercantum dalam LPPDK, terdapat pasangan calon yang sama sekali tidak melaporkan pengeluaran dana kampanye dalam beberapa bentuk metode kampanye,” kata peneliti ICW, Seira Tamara, dalam publikasi temuan penelitian secara daring bertajuk “Menyoal Transparansi Dana Kampanye di Pemilu 2024 dan Agenda Perbaikan untuk Pilkada 2024” (12/7).
Pasangan nomor urut satu, Anies-Muhaimin, dalam laporannya tidak mencantumkan besaran pengeluaran untuk metode kampanye rapat umum, produksi iklan di media massa cetak, media massa elektronik, media sosial, dan media jaringan, dan alat peraga kampanye. Padahal jika disandingkan dengan laporan kampanye rapat umum di Sikadeka, Anies-Muhaimin melaksanakan metode kampanye rapat umum sebanyak lima kali di beberapa daerah seperti, Banyuwangi, Lumajang, DIY, Wonosobo, dan Sukabumi. Bahkan kampanye akbar terakhir di Jakarta International Stadium (JIS) pada Sabtu, 10 Februari 2024 tidak tercatat dalam laporan kampanye dan pengeluaran dana kampanye. Sedangkan Paslon Prabowo-Gibran mengeluarkan dana Rp21,62 miliar dan paslon nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebesar Rp.124,78 miliar untuk rapat umum.
Temuan lainnya, pasangan nomor urut 02 Prabowo-Gibran tercatat tidak mencantumkan besaran laporan pengeluaran dana kampanye metode kampanye pertemuan tatap muka. Padahal dalam laporan kampanye Sikadeka, pasangan Prabowo-Gibran tercatat sudah melakukan kampanye pertemuan tatap muka sebanyak 74 kali dari total 100 kampanye pertemuan tatap muka. Sedangkan pasangan Anies-Muhaimin mengeluarkan dana sebesar 1,12 miliar dan Ganjar-Mahfud tercatat mengeluarkan dana sebanyak 1,83 miliar untuk kampanye metode pertemuan tatap muka.
Dalam perhelatan Pilpres 2024, ICW dan Perludem juga melakukan pemantauan dana kampanye di media sosial, melalui fitur ads library Meta untuk melihat iklan berbayar sejak 16 November – 15 Desember 2023. Dalam temuannya, paslon Anies-Muhaimin mengeluarkan biaya iklan mencapai Rp. 444,435,431 dengan jumlah iklan sebanyak 1.394 di platform media sosial Meta, namun tidak melaporkan sama sekali dalam LPPDK. Sementara pasangan Prabowo-Gibran menggelontorkan biaya iklan sebanyak Rp. 778,930,409 dengan 1.300 iklan dan pasangan Ganjar-Mahfud sebanyak Rp. 829,163,419 dengan iklan sebanyak 6.369 di media sosial Meta.
“Iklan yang berasal dari akun non official bisa dikategorisasi sebagai sumbangan dana kampanye dalam bentuk barang atau jasa yang digunakan untuk mengampanyekan calonnya. Tetapi sayangnya, ini tidak dicatat oleh paslon 01,” ujar Peneliti Perludem Heroik Pratama.
Menurutnya sekalipun Alat Peraga Kampanye (APK) merupakan sumbangan dari relawan, sumbangan tersebut dapat dilaporkan di dalam LPPDK. Seharusnya sumbangan dari relawan ada mekanisme pencatatan yang dibuat internal tim pemenangan, yang mewajibkan agar di luar tim pemenangan atau relawan melaporkan dana kampanye yang mereka keluarkan.
Sengkarut Pengeluaran Dana Kampanye Pileg 2024
Dalam pemilihan legislatif, menurut ketentuan Pasal 43 PKPU No 18 tahun 2023, pembukuan dana kampanye yang dilakukan oleh partai politik mencakup pembukuan penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Oleh karenanya, laporan penerimaan dan pengeluaran calon anggota legislatif di masing-masing tingkatan dikelola oleh partai politik.
Dari hasil pemantauan terhadap LPPDK partai politik, ICW dan Perludem masih menemukan sejumlah pencantuman nominal pengeluaran sebesar Rp. 0, misalnya pada bagian penyebaran bahan kampanye dan APK caleg. Seluruh partai politik peserta pemilu atau 18 partai, kompak menuliskan besaran Rp. 0 untuk dua jenis pengeluaran penyebaran bahan kampanye dan APK.
“Ini hal yang sangat aneh karena di berbagai ruas jalan, dipenuhi APK baik berupa spanduk maupun poster, dan tidak hanya APK yang mempromosikan caleg, tetapi juga partai politik. Itulah kenapa di elemen LPPDK, ada APK untuk partai dan caleg, tetapi semuanya menulis 0 rupiah untuk pemasangan APK,” ungkap Seira.
Lebih lanjut, pada elemen pengeluaran dana kampanye pembuatan desain bahan kampanye dan APK, 11 partai tidak menyampaikan, hanya 7 dari 18 partai politik peserta pemilu yang mencantumkan besaran biaya pengeluaran. Padahal ada banyak sekali alat peraga kampanye yang bertengger di ruas jalan pada masa kampanye Pemilu 2024 lalu. 11 partai yang tidak menyampaikan pada komponen tersebut yakni, PKB, PDIP, Partai Buruh, Partai Gelora, PKN, Partai Hanura, PAN, PBB, Partai Demokrat, PERINDO, dan Partai Ummat.
Lebih parahnya, menurut Seira, pada komponen pengeluaran berupa aktivitas seperti rapat umum, pertemuan terbatas, dan pertemuan tatap muka, ada banyak partai politik yang mencantumkan pengeluaran Rp. 0. Ia menjelaskan, 12 dari 18 partai politik peserta Pemilu 2024 tak melaporkan biaya kampanye untuk kampanye rapat umum. 12 partai tersebut yaitu, PKB, PDIP, Partai NasDem, Partai Golkar, Partai Gelora, PKS, PKN, Partai Garuda, PAN, PBB, Perindo, dan Partai Ummat. Faktanya, merujuk Sikadeka Komisi Pemilihan Umum (KPU), Partai NasDem tercatat pernah melakukan satu kali rapat umum pada 6 Maret 2024.
Sementara pada kampanye pada kampanye tatap muka, sebanyak 15 partai tidak mencantumkan besaran pengeluaran, hanya Partai Golkar, Partai Buruh dan PSI yang melaporkan pengeluaran kampanye tatap muka. Sedangkan pada Sikadeka, 11 dari 15 partai tersebut pernah menyelenggarakan kampanye tatap muka, yakni PKB, NasDem, PKS, Gerindra, Demokrat dua kali, PDIP, PKN, Perindo, Hanura, PAN, dan Partai Ummat 1 kali.
“Rasa-rasanya mustahil ketika di setiap tingkatan pencalonan, tidak ada rapat umum yang dilakukan,” ucap Seira.
Seira menyayangkan KPU dan Bawaslu yang tidak melakukan penindakan apapun terhadap partai politik yang melanggar UU Pemilu dan PKPU No.18/2023. Padahal dalam aturan tersebut mewajibkan setiap peserta pemilu untuk menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye secara jujur.
Catatan Hasil Audit Partai Politik
Berdasarkan hasil audit kantor akuntan publik (KAP) terhadap LPPDK menunjukkan adanya empat partai politik peserta Pemilu 2024 yang tak mematuhi aspek material pelaporan. Empat partai itu adalah PKB, Partai Ummat, Partai Garuda, dan Partai Buruh. Pada kasus PKB, ditemukan adanya dana kampanye yang digunakan untuk pembiayaan saksi partai saat pungut hitung, padahal hal itu tak diperbolehkan oleh regulasi. Pada Sikadeka PKB tercatat mengeluarkan dana saksi sebesar 1,4 miliar.
Kemudian, Partai Garuda dinyatakan tidak patuh karena ada perbedaan jumlah penerimaan dan pengeluaran Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dengan rekening khusus dana kampanye (RKDK) sebesar 4,6 juta rupiah. Selain itu juga ada perbedaan saldo penutupan di dalam RKDK dan LADK dan sumbangan jasa sebesar 2,3 miliar rupiah yang tidak tercantum pada LADK Formulir 2. Partai Garuda juga tercatat tidak patuh dalam pembukuan LADK, sesuai Pasal 47 ayat (2) PKPU No.18/2023, penutupan pembukuan LADK pada 6 Januari 2024, sedangkan Partai Garuda menutup pembukuan pada 5 Januari 2024.
“Partai Garuda juga ternyata terlambat menyampaikan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), mereka menyampaikan pada 29 Februari, padahal LPSDK seharusnya disampaikan antara tanggal 28 November sampai 11 Februari 2024,” jelas Seira.
Sama seperti Partai Garuda, Partai Ummat juga dinyatakan tak patuh aspek material karena periode pembukuan LADK tak sesuai dengan aturan. Bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran jasa yang disampaikan dalam LADK dan LPPDK pun dinilai KAP tak memadai. Sementara pada kasus Partai Buruh, KAP tidak menemukan adanya penerimaan dana kampanye di RKDK sebelum digunakan untuk kegiatan kampanye. Beberapa bukti transaksi penerimaan dan pengeluaran juga tak dapat ditemukan oleh KAP.
ICW dan Perludem mendorong KPU dan Bawaslu untuk melakukan penindakan atas pemeriksaan KAP tersebut. Mereka menyayangkan Bawaslu yang tidak melakukan pengawasan bermakna terhadap dana kampanye. Padahal seharusnya Bawaslu dapat menyajikan data biaya kampanye sandingan untuk dikomparasikan dengan LPPDK yang disampaikan peserta pemilu.
“Kami juga menyayangkan karena tidak ada data sandingan dari Bawaslu setelah hasil audit LPPDK dipublikasikan. Itu sangat kita perlukan sebagai komparasi di tengah LPPDK yang tidak dilaporkan secara jujur,” sesal Seira.
Heroik Pratama juga turut meminta Bawaslu melakukan pendataan biaya kampanye di Pilkada Serentak 2024. Menurutnya, jajaran Bawaslu hingga level TPS dapat dimanfaatkan untuk pengawasan dana kampanye. Ia menyarankan, Bawaslu juga menelusuri kanal transparansi iklan politik seperti Meta Ad Library, guna membandingkan biaya iklan politik yang dilaporkan peserta Pilkada dengan fakta di lapangan.
“Sehingga nanti ketika pasangan calon kepala daerah melaporkan dana kampanye, Bawaslu sudah punya data sandingannya, berapa APK yang dipasang, berapa iklan yang dipromosikan. Bawaslu juga bisa melakukan pemantauan di media sosial melalui Facebook Ad Library, baik yang dipromosikan oleh tim pemenangan maupun oleh relawan,” tegas Heroik. []