Salah satu tahapan pilkada terkait pemutakhiran data pemilih adalah melakukan kegiatan pencocokan dan penelitian atau disebut coklit. Kegiatan ini melibatkan Petugas Pemutakhiran Data Pemilh (PPDP) dengan bertemu langsung pemilih, dan melakukan pencocokan atau perbaikan terhadap data pemilih. Ini mencakup mencatat pemilih baru, menghapus pemilih yang sudah tidak memenuhi syarat (seperti pemilih yang sudah meninggal atau pun beralih status menjadi TNI/Polri) serta melakukan perbaikan elemen data pemilih yang tidak lengkap. Kegiatan coklit menjamin tersedianya data pemilih yang akurat dan valid, sehingga tidak menjadi persoalan atau potensi menjadi gugatan dalam perselisihan hasil pemilihan umum.
Di tengah persebaran pandemi covid-19, kegiatan coklit akan sedikit merepotkan bagi petugas PPDP ketika turun ke lapangan. Dengan penerapan protokol pencegahan dan penyebaran covid, prosedur social distancing (pembatasan social) menyulitkan petugas pemutakhiran data untuk melakukan pencocokan dan penelitian data pemilih. Sementara itu, sebagaimana yang diatur dalam PKPU nomor 19 tahun 2019, coklit dilakukan oleh PPDP dalam Pemutakhiran Data Pemilih denganbertemu Pemilih secara langsung dan berdasarkan perbaikan dari rukun tetangga/rukun warga atau nama lain dan tambahan Pemilih. Pilihan ini melahirkan dilemma; di satu sisi pertemuan langsung bisa berpotensi menularkan virus, tapi tidak bertemu langsung akan melahirkan kerentanan akurasi daftar pemilih.
Masalah utama yang perlu diselesaikan oleh penyelenggara pemilu adalah; bagaimana melaksanakan proses pemutakhiran data lewat mekanisme coklit di satu sisi, dan di sisi lain kegiatan coklit tidak bertabrakan dengan protokol pencegahan covid-19? Lebih dari itu, KPU juga harus menjamin, prosedur baru dalam kegiatan coklit yang nanti dilaksanakan harus menjamin data pemilh yang akurat dan valid serta sesuai dengan PKPU.
Kerentanan Data Pemilih
Dalam setiap proses penyusunan daftar pemilih, penyelenggara sering menghadapi kendala terkait kerentanan data pemilih. Ini terkait dengan banyaknya perubahan elemen data, seperti pemilih yang baru berusia 17 tahun, pindah alamat, penduduk yang meninggal atau pemilih yang beralih status menjadi anggota TNI/Polri. Proses coklit tidak sekedar menjamin tersedianya data pemilih yang akurat, tetapi di sisi lain juga proses ini menjamin hak demokrasi setiap penduduk untuk menyalurkan hak pilih.
Tetapi di tengah pandemic covid-19, proses pemutakhiran data menjadi semakin sulit. Ini disebabkan adanya protokol kesehatan yang membatasi perjumpaan fisik secara langsung, sehingga mekanisme coklit harus disesuaikan dengan prosedur social distancing. Dalam PKPU Nomor 19 tahun 2019 poin 25, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan coklit adalah kegiatan yang dilakukan oleh PPDP dalam Pemutakhiran Data Pemilih dengan bertemu Pemilih secara langsung dan berdasarkan perbaikan dari rukun tetangga/rukun warga atau nama lain dan tambahan Pemilih.
Mekanisme yang diatur dalam PKPU 19 tahun 2019 ini untuk memastikan petugas pemutakhiran data pemilih mencoret pemilih yang dianggap tidak memenuhi syarat serta menambahkan atau melakukan perubahan terhadap daftar pemilih yang ada dalam form isian daftar pemilih, seperti pemilih yang alih status dari TNI/Polri atau pun pemilih yang baru berusia 17 tahun pada saat pilkada dilaksanakan.
Namun dalam masa Pandemi, semua tahapan dalam pilkada, termasuk proses pemutakhiran data disesuaikan dengan protokol kesehatan penanganan covid-19. Pada pasal 8C, ayat 1, PKPU nomor 5 tahun 2020, disebutkan bahwa Seluruh tahapan, program, dan jadwal Pemilihan serentak lanjutan harus dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Ini mensyaratkan petugas pemutakhiran data menerapkan pembatasan social dengan pemilih.
Peraturan KPU (PKPU) tentang pilkada dalam kondisi bencana nonalam Covid-19 mengatur ketentuan pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih. Dalam Pasal 23 ayat 1 menyebutkan, petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) melakukan coklit dengan mendata pemilih melalui rukun tetangga (RT) atau sebutan lainnya. PPDP tidak melakukan tatap muka secara langsung dengan pemilih. Akan tetapi, pada Pasal 23 ayat 2, menemui pemilih diperbolehkan dengan menerapkan protokol kesehatan apabila masih ada keraguan terhadap data pemilih setelah coklit melalui RT.
Mekanisme ini menimbulkan problem seputar akurasi data pemilih. hal ini antara lain disebabkan karakteristik masyarakat yang kurang proaktif terlibat dalam proses pemutakhiran data, misalnya lambat mengurus pelaporan terhadap anggota keluarga yang sudah meninggal, tidak mendaftarkan anggota keluarga yang telah berusia 17 tahun atau tidak melaporkan anggota keluarga yang bekerja di luar kota/kampung halaman. Hal ini juga diperparah oleh kondisi beberapa wilayah yang sebagian besar penduduknya bekerja di sawah atau melaut seharian penuh, sehingga sulit untuk ditemui atau bahkan meluangkan waktu melaporkan dan mendaftarkan anggota keluarga sebagai calon pemilih.
Problem teknis ini perlu dicarikan solusi, agar meskipun coklit dilaksanakan dengan prosedur social distancing atau bahkan hanya melakukan pemutakhiran di tingkat RT, KPU dapat menjamin data pemilh yang disusun akurat dan valid.
Upaya Ekstra
Data pemilh sebagai elemen penting dalam penyelenggaraan pilkada harus bias dijamin keakuratannya. Oleh sebab itu, KPU perlu menerapkan strategi-strategi baru dalam proses pemutakhiran data, di satu sisi untuk menjamin hak pilih warga dan di sisi lain, proses pemutakhiran tidak bertentangan dengan protokol pencegahan covid-19.
Jika pemutakhiran data harus dilakukan hanyak di tingkat RT dengan pertimbangan persebaran covid-19 atau tantangan geografis, maka KPU harus melibatkan partisipasi masyarakat lebih aktif. Ini bisa dilakukan dengan melibatkan warga atau kepala keluarga melaporkan anggota keluarga masing-masing ke petugas di tingkat RT, termasuk melaporkan anggota keluarga yang meninggal atau bekerja di luar daerah, sehingga bisa melakuan pembaharuan terhadap data pemilh. Apabila proses coklit dimungkinkan untuk bertemu langsung dengan pemilih, petugas PPDP harus memastikan bahwa prosedur coklit tidak bertentangan dengan protokol pencegahan covid-19.
Peranan Bawaslu juga penting, dalam hal proses pemutakhiran data dilakukan hanya di tingkat RT. Ini untuk mencegah terjadinya malpraktik atau kesalahan prosedur di lapangan, sehingga memunculkan problem data pemilih yang lebih besar, seperti data ganda atau banyaknya pemilih yang tidak terdaftar. Mengacu data sementara dari pemilu 2019 di 270 daerah yang mengelar pilkada, jumlah pemilih sementara mencapai 105.396.460 jiwa. Itupun perlu didata kembali secara akurat tentang pemilih yang meninggal, pemilih pemula, data ganda, pemilih pindah domisi dan sejumlah kriteria pemilih yang lain. Angkanya terus bergerak seiring mobilitas pemilih.
Selain itu juga, KPU harus mempertimbangkan opsi penggunaan teknologi untuk mengatasi batasan geografis serta mematuhi aturan social distancing. Di wilayah tertentu, KPU bisa menggunakan formulir berbasis daring dalam proses pendataan pemilih, sehingga dapat mengatasi persoalan geografis dan pandemi sekaligus. Meskipun opsi terakhir ini perlu dikaji lebih lanjut, tetapi strategi-strategi baru yang lebih kreatif terbuka untuk dipertimbangkan demi penjamin akurasi data dan terpenuhinya hak memilih setiap warga negara. []
MUHAMMAD IQBAL SUMA
Tenaga Ahli KPU Provinsi Sulawesi Utara