Metode penanganan pelanggaran pemilu dinilai belum mengalami perbaikan. Problem lama ini terus terjadi dalam penyelenggaraan pemilu. Sejak 2014, 2015, sampat saat ini, belum ada pembaharuan metode penanganan pelanggaran pemilu.
“Perludem menemukan dua hal yang patut dibenahi oleh lembaga pengawas dan penindak pelanggaran pemilu,” kata peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, pada acara “Catatan Akhir Tahun 2016, Tahun Transisi untuk Konsolidasi Demokrasi” di Cikini, Jakarta Pusat (29/12).
Pertama, kanal pelaporan pelanggaran pemilu, baik website maupun email, tidak bekerja. Sejak 2014, Perludem bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) melakukan pelaporan pelanggaran pemilu melalui kanal website dan email. Namun, pelaporan itu tak pernah mendapatkan balasan.
Kedua, akses untuk memperoleh informasi data pelanggaran pemilu tertutup. Fadli mengatakan bahwa data pelanggaran yang telah masuk ke pengawas pemilu, ke kepolisian, dan ke kejaksaan, tidak transparan. Data pelanggaran yang dihentikan karena alasan-alasan tertentu, seperti tidak memenuhi syarat pelanggaran, juga tak dipublikasi dengan baik.
“Semua data itu tidak bisa diakses sampai hari ini. Padahal, sinkronisasi data yang dimiliki oleh Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan ini penting untuk menilai sejauh mana integritas penyelenggara pilkada,” tegas Fadli.
Perludem berharap catatan akhir tahun yang dibuat oleh pihaknya dapat menjadi masukan bagi pengawas pemilu untuk memperbarui dan memperbaiki kinerjanya. Pengawas pemilu perlu menjamin kemudahan akses dalam pelaporan pelanggaran pemilu, guna meningkatkan partisipasi masyarakat. Bawslu mesti transparan membuka data agar kualitas penyelenggaraan pemilu dapat diukur dan dinilai oleh masyarakat.