PEMILU 2019 merupakan pintu untuk memasuki babak baru pembangunan demokrasi di Indonesia. Inilah momentum politik menentukan: jika berhasil, maka kita akan lancar mengkonsolidasi demokrasi; sebaliknya, jika gagal atau tersendat, maka kita akan terus bergelut dengan transisi demokrasi yang tiada henti.
Momentum politik tersebut dilatari oleh tiga hal: pertama, pasca Perubahan UUD 1945 kita sudah menyelenggarakan tiga kali pemilu legislatif, tiga kali pemilu presiden, dan tiga gelombang pilkada, sehingga sudah cukup waktu dan materi untuk melakukan evaluasi komprehensif atas penyelenggaraan pemilu sebagai modal pokok demokrasi; kedua, Mahkamah Konstitusi memerintahkan agar pemilu legislatif dan pemilu presiden diselenggarakan secara serentak pada 2019; dan ketiga, persiapan dan penyelenggaraan pilkada serentak telah menyedot energi bangsa tetapi perkiraan hasilnya (pemerintahan daerah yang terbentuk) belum menumbuhkan harapan akan adanya kemajuan.
Kami, organisasi-organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu, mempersiapkan diri untuk menyongsong momentum politik menentukan tersebut. Pertama, sejak pertengahan 2014, kami mulai mewujudkan gagasan kodifikasi undang-undang pemilu, melalui serangkaian kajian dan simulasi penyatuan beberapa undang-undang pemilu dalam satu naskah. Kodifikasi undang-undang pemilu merupakan keniscayaan, sebab tidak logis jika pemilu serentak dilandasi oleh undang-undang pemilu yang berbeda-beda.
Hasil program kodifkasi itu berupa dokumen Kajian Kodifikasi Undang-undang Pemilu: Penyatuan UU No 32/2004, UU No 12/2008, UU No 42/2008, UU No 15/2011, dan UU No 8/2012, serta Beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Satu Naskah, yang bisa diunduh melalui www.rumahpemilu.org. Kami bersyukur, dokumen tersebut mendapat repons positif dari para pemangku kepentingan pemilu (DPR, pemerintah, partai politik, penyelenggara, akademisi, dan pemantau), sehingga kami bersemangat untuk melanjutkan kerja yang baru separuh jalan tersebut.
Kedua, sejak pertengahan 2015, kami mulai melanjutkan program kodifikasi undang-undang pemilu secara lebih komprehensif. Apabila pada program pertama, kami hanya menyimulasikan penyatuan lima undang-undang pemilu dalam satu naskah tanpa mengubah materi pengaturan; pada program kedua ini, kami melakukan serangkaian kajian, diskusi, dan simulasi untuk mengubah, dalam satu naskah tanpa mengubah materi pengaturan; pada program kedua ini, kami melakukan serangkaian kajian, diskusi, dan simulasi untuk mengubah, memperbaiki, dan menyempurnakan materi pengaturan guna mencapai tujuan pemilu.
Tujuan pemilu sendiri sesungguhnya sudah tersurat pada bagian penjelasan setiap undang-undang pemilu yang lahir setelah Perubahan UUD 1945, yaitu: meningkatkan kualitas partisipasi pemilih, meningkatkan derajat keterwakilan, menyederhanakan sistem kepartaian, dan mengefektifkan sistem pemerintahan presidensial. Namun tujuan tersebut tidak berhasil dicapai dengan baik oleh pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pilkada dalam limabelas tahun terakhir. Di sinilah kami harus mencari sumber masalah dan menemukan solusinya. Dan semuanya itu kami tuangkan dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-undang tentang Pemilihan Umum ini.
Naskah akademik ini sebenarnya merupakan bentuk lain yang lebih padat dari kajian terfokus atas sepuluh isu pemilu: (1) sistem pemilu, (2) keterwakilan perempuan, (3) aksesibilitas, (4) pendaftaran pemilih, (5) kampanye, (6) dana kampanye, (7) teknologi kepemiluan, (8) penegakan hukum, (9) partisipasi masyakarat, dan (10) kelembagaan penyelenggara. Semua dokumen hasil kajian sepuluh isu tersebut akan segera kami publikasikan agar menjadi wacana publik untuk membahas RUU Pemilu yang akan menjadi dasar penyelenggaraan Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu berikutnya.
Kami mendorong DPR dan pemerintah selaku pembuat undang-undang agar RUU Pemilu segera dibahas pada 2016, dengan target bisa disahkan pada awal atau setidaknya pertengahan 2017. Jika target tersebut tercapai, berarti penyelenggara, partai politik, para calon, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya punya waktu kurang lebih 24 bulan untuk menghadapi hari H pemungutan suara Pemilu 2019. Inilah kondisi paling ideal untuk mempersiapkan Pemilu 2019. Pembuat undang-undang sudah semestinya menyadari hal ini, karena Pemilu 2019 adalah pengalaman pertama penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilu presiden secara serentak. Bisa dibayangkan, penyelenggaraan pemilu legislatif saja, selama ini selalu diwarnai banyak masalah, apalagi jika ditambah dengan pemilu presiden.
Kami berharap naskah akademik ini menjadi bahan bagi DPR atau pemerintah untuk menyusun draf RUU Pemilu, dan selajutnya menjadi bahan pertimbangan dalam pembahasan dan perdebatan RUU tersebut pada Masa Sidang DPR 2016 nanti.
Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-Undang Pemilu