August 8, 2024

Peluang Gugatan Keputusan Bawaslu

Pemilu 2014 berpotensi banyak lahirkan sengketa dan guguatan. Maka perlu dilakukan telaah lebih lanjut tentang konstruksi hukum pengaturan sengketa dalam Bab XXI, Bagian Ketiga, Pasal 258-259 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Mekanisme Banding KPU

Pasal 257 menyebutkan bahwa “sengketa pemilu adalah sengketa yang terjadi antarpeserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.” Ketentuan itu secara tegas menyebutkan bahwa yang menjadi objek sengketa pemilu adalah Keputusan KPU, KPU propinsi dan KPU kabupaten/Kota (selanjutnya disebut keputusan KPU). Sedangkan pihak yang dapat mengajukan sengketa adalah partai politik peserta pemilu yang merasa dirugikan atas lahirnya keputusan KPU.

Adapun teknis penyelesaian sengketa, tahap pertama Bawaslu sebagai mediator sekaligus ajudikator yang keputusannya bersifat terakhir dan mengikat. Namun ada pengecualian, khusus keputusan KPU terkait verifikasi partai politik peserta pemilu dan daftar calon tetap. Pasal 259 ayat (1) selanjutnya berbunyi: “Keputusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa Pemilu merupakan keputusan terakhir dan mengikat, kecuali keputusan terhadap sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.”

Ketentuan Pasal 259 ayat (1), mengisyaratkan adanya ruang upaya banding terhadap Keputusan Bawaslu dalam proses ajudikasi antara KPU dan Partai Politik. Logikanya, upaya banding itu bisa dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa yakni KPU dan partai politik peserta pemilu. KPU bisa banding jika keputusan yang dikeluarkan dianggap tidak memberikan keadilan, begitu pula sebaliknya partai politikpun memiliki ruang yang sama.

Namun, UU No. 8 Tahun 2012 tidak tuntas mengatur tentang mekanisme penyelesaian sengketa ini. Mekanisme banding terhadap keputusan Bawaslu tidak diatur lebih lanjut sehingga bisa menjadi rujukan bagi para pihak dalam menindaklanjutinya. Pengaturan itu berhenti sampai pada isyarat bahwa keputusan Bawaslu bukanlah keputusan yang final dan mengikat terkait dengan verifikasi partai dan calon anggota legislatif.

Pertanyaanya selanjutnya, bagaimana mekanisme banding terhadap keputusan Bawaslu oleh KPU? Mekanisme banding ini berada pada ruang kosong pengaturan yang memerlukan penerjemahan lebih lanjut. Penelusuran terhadap UU No. 8 Tahun 2012 maupun Peraturan Bawaslu Nomor 15 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD tidak ditemukan mekanisme banding terhadap keputusan Bawaslu. Jika demikian, satu-satunya rujukan yang paling dekat adalah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu.

Ketentuan Lain, Pasal 5 Peraturan MA ini menyebutkan bahwa “Dalam hal tidak diatur secara tegas dalam Peraturan Mahkamah Agung ini, maka secara mutatis Mutandis berlaku hukum acara yang berlaku terhadap sengketa Tata Usaha Negara sebagaiman diatur dalam Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung Republik Indonesia.” Kenapa kemudian menggunakan aturan tentang penyelesaian sengketa tata usaha negara, karena mekanisme penyelesaian sengketa pemilu ini merupakan rumpun dari sengketa tata usaha negara yang secara khusus diberlakukan dalam isu kepemiluan.

Mekanisme demikian bisa ditemui dalam Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 51 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal 48 ayat (2) menyebutkan bahwa “pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara jika seluruh upaya administrasi yang bersangkuta telah digunakan.” Ketentuan ini sama seperti pengaturan dalam Pasal 259 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2012 yang menyebutkan “sengketa pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota diselesaikan terlebih dahulu di Bawaslu.”

Berdasarkan argumentasi di atas, maka terang sudah bahwa terhadap keputusan Bawaslu tentang penyelesaian sengketa bisa diajukan banding ke pengadilan tinggi tata usaha negara. Pasal 51 ayat (3) UU No. 5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa “ Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara (terhadap perkara yang sebelumnya telah menggunakan upaya administrasi).”

Sengketa Parpol

Bahasan tentang upaya banding terhadap keputusan Bawaslu tidak sepenuhnya menggunakan rujukan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2012. Sebab, peraturan Mahkamah Agung ini hanya merujuk kepada mekanisme gugatan administrasi dengan objek gugatan Keputusan KPU sebagaimana diatur dalam Pasal 259 ayat 3. Ketentuan pasal ini menyatakan bahwa “Dalam hal sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tidak dapat diselesaikan (oleh Bawaslu), para pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan KPU dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan tinggi tata usaha negara.”

Ketentuan ini secara tegas menyebutkan bahwa objek gugatan adalah keputusan KPU, sedangkan subjek dalam gugatan adalah partai politik peserta pemilu. Ketentuan ini kemudian secara detail diterjemahkan dalam PerMA Nomor 6 Tahun 2012. Pasal 1 angka 4 menyebutkan bahwa:
a. Partai politik calon peserta pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU No. 8 Tahun 2012
b. Calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Daftar Calon Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 UU No. 8 Tahun 2012.

Selain itu, PerMA ini juga secara eksplisit menyebutkan bahwa “tergugat adalah Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Propinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.

Berdasarkan hal itu maka PerMA ini memang ditujukan hanya untuk sengketa yang diakibatkan oleh keluarnya keputusan KPU, namun tidak terhadap sengketa yang muncul akibat keluarnya Keputusan Bawaslu terkait penyelesaian sengketa pemilu. Oleh karena itu maka berlaku Pasal 5, Bab V Ketentuan Lain PerMA 5 Tahun 2012. []

VERI JUNAIDI
Deputi Eksternal Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)