August 8, 2024

Pemilu Serentak: Ongkos Politik Meningkat, Lagi-lagi Untung buat Partai Besar

Peneliti senior Populi Center, Afrimadona, berpendapat bahwa peningkatan besaran presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden menyebabkan ongkos politik semakin besar. Pasalnya, meskipun ambang batas presiden yang besar dapat menjamin dukungan besar terhadap presiden terpilih, namun ongkos untuk menyamakan pandangan politik dan distribusi jabatan memakan ongkos yang tak sedikit. Parahnya lagi, ambang batas yang terlampau tinggi menyebabkan hanya ada dua pasangan calon presiden-wakil presiden sehingga memunculkan politik pembeda yang kentara. Akibatnya, polarisasi politik tak dapat terhindarkan.

“Kalau ambang batas tinggi, susah untuk membangun common sense di anatar para pendukungnya. Makanya, ongkos politik menjadi besar,” ujar Afri pada diskusi “Evaluasi Politik Tahun 2018 dan Proyeksi Politik Tahun 2019” yang diadakan oleh Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta Selatan (13/12).

Selain ongkos politik yang bertambah besar, ongkos pemilihan juga akan membesar sebagai akibat dari efek pemilu serentak yang mencampurkan pemilihan parlemen nasional dengan parlemen lokal di satu hari yang bersamaan, bersama pemilihan presiden. Dalam kondisi ini, pemilih yang tak akan fokus menentukan pilihan, karena banyaknya kandidat yang harus dikenali, rentan terhadap politisasi identitas dan berbagai bentuk kampanye hitam. Jika konflik terjadi, maka ongkos pemilihan berpotensi membengkak.

The cost of voting meningkat karena ketidakjelasan posisi partai. Ditambah ada konflik identitas, ongkos pemilihan jadi semakin mahal,” tandas Afri.

Afri memprediksi, pemilih akan cenderung memilih kandidat dari partai-partai besar atau partai yang familiar. Pun, pemilih diduga akan memilih calon dengan angka cantik atau nomor urut kecil. Pemilih, kata Afri, akan sulit memilih dengan pertimbangan yang rasional.

“Partai yang familiar itu biasanya partai yang punya dana besar untuk kampanye. Sehingga, ujung-ujungnya, partai-partai besar lagi yang kemungkinan akan menang,” ucap Afri.

Afri menilai, jika pemilih rasional dan memahami sistem pemilu dengan baik, maka pemilih akan memilih partai besar. Ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 bertambah menjadi 4 persen, pemilih tentu tak ingin pilihannya untuk partai kecil terbuang sia-sia.

“Bagi pemilih rasional, mungkin opsi mereka adalah switch partai. Mereka bisa switch ke partai besar agar utility voting meningkat karena potensi partai besar menang lebih besar. Inilah negatifnya, tetap status quo, oligopoli tetap berlangsung,” tutup Afri.