December 7, 2024

Penegakkan Politik Uang Tak Efektif, Bawaslu: Beri Kami Wewenang untuk Menilai Alat Bukti

Kasus politik uang marak terjadi di setiap kali penyelenggaraan pemilu. Para pengamat menyayangkan penegakkan hukum atas politik uang yang tak efektif ditangani oleh Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

Deputi Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto, mengatakan bahwa banyaknya kasus politik ulang yang terus berulang disebabkan karena tak ada hukuman yang memberikan efek jera kepada pelaku. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2017-2022 diharapkan berani mengambil sikap tegas dan berkomitmen untuk menghentikan terjadinya praktek politik uang.

“Intimidasi terhadap pengawas ini jadi sasaran utama. Mereka yang dimaki-maki, dipukuli. Di pusat mah enak tinggal konpres (konferensi pers). Jadi, Bawaslu ini, kalau cemen di depan, di belakangnya gimana? Beranilah menentukan sikap. Konstitusi kan ingin pemilu yang adil dan demokratis, bekerjalah untuk itu,” tegas Nanto, pada diskusi “Politik Uang dan Potensi Kecurangan Menjelang Pilkada DKI Putaran Kedua” di Cikini, Jakarta Pusat (18/4).

Menanggapi pernyataan Nanto, Komisioner Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menjelaskan bahwa kinerja Bawaslu terhambat oleh adanya ketentuan enam puluh hari untuk memutus pelanggaran. Kasus seringkali tak dapat diselesaikan karena kehabisan waktu.

Selain itu, yang berwenang untuk menilai alat bukti pelanggaran adalah pengadilan. Bawaslu hanya berwenang untuk membuat laporan dugaan pelanggaran. Oleh karena itu, Bawaslu menganggap penting wewenang bagi Bawaslu untuk menilai alat bukti dan menjadi leading sector di Sentra Gakkumdu.

“Kami minta kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) untuk memberikan wewenang kepada Bawaslu RI untuk menilai alat bukti. Kami juga minta agar di Sentra Gakkumdu, kami yang jadi leading sectornya, bukan polisi dan jaksa,” kata Bagja.

Bagja juga meminta agar Panitia Pengawas (Panwas) dijadikan permanen. “Kalau lima tahun, mereka lebih terikat. Kalau ad hoc, mereka suka main mata sama paslon (pasangan calon). Itulah kenapa kami minta Panwas dijadikan permanen,” tutup Bagja.