Jelang Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg), dan Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara serentak 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan banyak menemui persoalan teknis. Salah satunya yakni teknis penghitungan surat suara. Dalam penyelenggaraan pemilu, teknis penghitungan suara krusial untuk diatur di dalam Peraturan KPU (PKPU) guna mencegah terjadinya kisruh politik di dalam kehidupan demokrasi.
Anggota KPU RI, Hasyim Asyari, berpendapat bahwa surat suara yang mesti dihitung pertama adalah surat suara Pilpres. Kedua, surat suara Pileg Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Jabatan presiden tak boleh kosong dan DPR RI adalah lembaga utama yang memastikan konsolidasi pemerintahan.
“Surat suara Pilpres harus diutamakan dihitung karena kan tidak boleh ada kekosongan jabatan presiden. Setahu saya, empat belas hari sebelum berakhirnya masa jabatan, sudah harus ada pasangan (presiden dan wakil presiden) terpilih,” kata Hasyim pada acara “Catatan Akhir Tahun Perludem: Masih Prosedural, Belum Substansial” di Guntur, Jakarta Selatan (27/22).
Selanjutnya, penghitungan surat suara Pileg DPR Daerah (DPRD) kabupaten/kota sebaiknya dilakukan paling akhir. Hal ini ditujukan agar saksi partai bertahan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga akhir proses pemungutan suara.
“Selama ini praktekya, penghitungan suara itu DPR kabupaten/ ota dulu. Lalu, saksi-saksi ini pulang karena kan biasanya dibiayai oleh pengurus partai di kabupaten/kota. Jadi ini perlu disiasati begini agar saksi-saksi partai itu tetap bertahan,” jelas Hasyim.