Semakin masifnya penyebaran Covid-19 dan belum adanya kepastian kapan berakhirnya membuat penundaan waktu pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah 2020 tak terhindarkan. Komisi Pemilihan Umum bahkan membuka opsi pemungutan suara ditunda satu tahun atau artinya baru digelar September 2021 dari semula direncanakan pada 23 September 2020.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dalam diskusi bertajuk ”Covid-19 Mewabah: Presiden Perlu Segera Terbitkan Perppu Penundaan Pilkada” yang disiarkan secara daring, Minggu (29/3/2020), mengatakan, setelah memutuskan menunda empat tahapan pilkada, ada sejumlah opsi yang dibuat KPU terkait kelanjutan pilkada.
Pertama, waktu pemungutan suara diundur menjadi digelar pada Desember 2020. Akan tetapi, melihat kondisi penyebaran Covid-19, penyelenggaraan pada Desember itu terlalu berat dan akan menghabiskan energi yang besar.
Opsi berikutnya, pemungutan suara baru digelar Maret 2021. Ini dengan asumsi, pada September 2020, wabah Covid-19 sudah berakhir dan tahapan bisa dilanjutkan. Namun, persoalannya, ada yang memprediksi wabah baru berhenti pada Oktober 2020. Oleh karena itu, opsi menunda pemungutan suara menjadi Maret 2021 juga berisiko.
Opsi lain, menunda pemungutan suara selama satu tahun atau baru digelar pada September 2021. Hanya, jika opsi ini diambil, menurut Arief, hal itu akan berimplikasi pada banyak hal. Salah satunya, daftar pemilih. Dengan penundaan waktu selama satu tahun, daftar pemilih harus disusun ulang. ”Ada beberapa konsekuensi yang harus kita pikirkan,” kata Arief.
Selain Arief Budiman, hadir pula sebagai pembicara dalam diskusi itu Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari; Direktur Rumah Kebangsaan Erika Widyaningsih; dan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Sigit Pamungkas. Selain itu, hadir pula pendiri Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas, Hadar Navis Gumay. Adapun Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini bertindak sebagai moderator.
Dengan pemungutan suara yang tak terhindarkan untuk ditunda, Feri mengatakan, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) dapat dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo untuk merevisi pasal yang mengatur waktu pemungutan suara Pilkada 2020 dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Merebaknya Covid-19 memenuhi syarat kegentingan yang memaksa sebagai syarat dikeluarkannya perppu.
Dalam perppu itu, menurut Feri, tak perlu disebutkan secara detail kapan pilkada akan dilanjutkan. ”Perppu cukup menyebutkan, misalnya, setelah wabah Covid-19 dinyatakan berakhir, KPU dapat melanjutkan pilkada,” katanya.
Kajian teknologi
Ditanya mengenai kemungkinan pemungutan suara elektronik dijadikan solusi agar Pilkada 2020 tetap bisa digelar, Arief pesimistis. Pasalnya, untuk menerapkan hal itu dibutuhkan persiapan panjang.
Hal senada dikemukakan oleh Hadar Navis Gumay. Menurut dia, pemungutan suara elektronik rumit dan banyak persiapan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, tak mungkin hal itu diterapkan ketika negara sedang memfokuskan pikiran dan tenaga untuk menangani wabah Covid-19. (INGKI RINALDI)
Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas. https://kompas.id/baca/polhuk/2020/03/30/pilkada-2020-penundaan-cenderung-tidak-terhindarkan/