Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai ada beberapa anomali politik pada Pilkada 2018. Salah satunya yakni, meningkatnya daerah calon tunggal di daerah pemilihan yang besar dan berjumlah pemilih banyak.
“Tunggal itu biasanya di daerah pemilihan yang jumlah penduduknya sedikit dan kecil, tapi yang terjadi justru di dapil besar dengan jumlah pemilih yang besar,” kata Titi pada acara Election Visit Program yang diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Hotel Shangri La Surabaya (26/6).
Selain itu, fenomena calon tunggal juga merupakan anomali di tengah sistem multipartai. Partai politik memilih untuk tak menguji daya tarung kader partai pada pemilu lokal dan justru mendukung petahana yang memiliki elektabilitas tinggi.
“Pilkada tidak lagi ditempatkan sebagai tempat untuk menguji kader partai. Jadi, mereka hitung-hitungan politik. Daripada kalah di Pilkada, mendingan uangnya disimpan untuk 2019. Itu pengakuan dari beberapa politisi yang kami wawancara,” tandas Titi.
Titi mendorong adanya perbaikan terhadap internal partai politik secara radikal. Partai politik tak semestinya memberikan posisi penting dalam struktur partai kepada pemilik modal atau anggota keluarga petinggi partai. Kaderisasi yang berkelanjutan dan komitmen partai untuk memberdayakan kader-kadernya penting untuk dilaksanakan.