April 19, 2024
iden

Perludem dan KoDe Inisiatif Kecewa Bawaslu Loloskan Calon DPD yang Tidak Memenuhi Syarat

Rabu (9/1), setelah mundur selama satu jam, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akhirnya membacakan putusan atas perkara dugaan pelanggaran administrasi yang diajukan oleh Oesman Sapta Odang (OSO). Bawaslu mengabulkan permohonan OSO untuk masuk ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 2019 dan menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terbukti melakukan pelanggaran administrasi pemilu. Namun, sebagai bentuk kepatuhan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.30/2018, jika OSO tak mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik pasca terpilih sebagai anggota DPD periode 2019-2024, yakni paling lambat satu hari sebelum penetapan calon terpilih, KPU harus membatalkan keterpilihan OSO.

Putusan tersebut dikritik keras oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Perludem menilai Bawaslu memberi norma baru, yakni tak apa jika OSO tak mau mundur sebagai pengurus partai politik dalam pencalonan anggota DPD, asalkan nanti ketika terpilih, ia mengundurkan diri menjadi pengurus partai politik. Norma ini tak memiliki rujukan hukum di dalam undang-undang atau putusan MK manapun.

“Putusan Bawaslu ini sangat disayangkan dan membuat kecewa. Ini jelas sesuatu yang keliru. Putusan ini tidak ada alas hukumnya. Apalagi, pondasi Putusan MK berbicara terkait syarat pecalonan, bukan syarat calon terpilih. Pada titik pencalonanlah larangan terhadap pengurus partai politik itu ada, bukan setelah terpilih dan syarat ditetapkan sebagai calon terpilih,” tegas Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, kepada rumahpemilu.org (10/1).

Fadli mengatakan Perludem sebelumnya yakin Bawaslu akan menyelesaikan kasus pencalonan OSO dengan mengacu pada putusan MK. Putusan Bawaslu terdahulu yang meloloskan mantan napi korupsi didasarkan oleh adanya putusan MK yang menjamin hak politik warga negara.

“Meski sempat dikhawatirkan akan muncul, tetapi kami sangat percaya Bawaslu akan jadi lembaga yang akan menjadi penegak keadilan pemilu, sesuai dengan jargon yang disuarakan selama ini. Namun ternyata semua itu runtuh ketika Bawaslu yang untuk kasus mantan narapidana korupsi dilarang untuk menjadi calon anggota legislatif begitu konsisten merujuk konstitusi dan Putusan MK agar menjadi tertib hukum dalam pemilu, kali ini justru berbalik,” tandas Fadli.

Perludem memberikan alarm kuning terhadap proses Pemilu 2019. Perludem mengingatkan, jika pelaksanaan tahapan dbiarkan berulang kali keluar dari pakem hukum konstitusi, maka ntegritas penyelenggaraan pemilu menjadi taruhan. Bawaslu diingatkan untuk hati-hati dalam bekerja.

“Peringatan untuk hati-hati atas kerja dan kinerja kelembagaan Bawaslu sebagai bagian dari penegak keadilan pemilu perlu diberikan. Jangan sampai konstitusionalitas pemilu dipertanyakan karena menyertakan orang yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilu,” ujar Fadli.

Kekecewaan juga disampaikan oleh Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif. KoDe memandang, Putusan Bawaslu tidak konsisten, sia-sia, dan dapat menimbulkan masalah baru. Pada putusan sebelumnya, Bawaslu menyatakan bahwa pencalonan OSO tidak sejalan dengan Putusan MK No. 30/2018, namun pada putusan kali ini, OSO diwajibkan mundur dari jabatan pengurus partai pada saat terpilih.

“Kami sangat menyanyangkan Putusan Bawaslu yang tidak konsisten dengan putusannya sebelumnya. Bagaimana jika yang bersangkutan terpilih, lantas kemudian dibatalkan keterpilihannya oleh KPU? Pasti yang terjadi adalah sengketa lanjutan. Masalah ini akan berlarut larut,” ujar Peneliti Kode Inisiatif, Ihsan Maulan, sebagaimana tertulis dalam rilis pers yang diterima oleh rumpahpemilu.org (9/1).

KoDe berpendapat, bahwa akan lebih tepat jika Bawaslu menyatakan KPU melakukan pelanggaran administrasi karena tidak menindaklanjuti putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta No.242/2018 dalam masa tiga hari kerja. Pelanggaran administrasi memang harus mengacu pada ketentuan Pasal 460 Undang-Undang Pemilu yang mendefinisikan pelanggaran adminsitrasi sebagai pelanggaran terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.

“Jadi, Bawaslu mestinya tidak masuk dalam ranah menilai kepesertaan OSO dalam Pemilu, tapi menilai apakah tata cara prosedur mekanisme sudah sesuai atau tidak,” tulis Ihsan.

Perludem dan KoDe Inisiatif mengapresiasi salah satu Anggota Bawaslu, yaitu Fritz Edward Siregar, yang telah menyampaikan pendapat berbeda atas perkara ini. Konsistensi Fritz uterhadap konstitusionalitas pemilu mesti menjadi panduan dalam kerja pengawasan dan penegakan hukum pemilu oleh anggota Bawaslu lainnya.