October 7, 2024

Perubahan Masa Jabatan Pimpinan DPD 2,5 Tahun Tak Lazim

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengeluarkan keputusan yang merubah masa jabatan pimpinan DPD dari lima tahun menjadi dua setengah tahun. Keputusan tersebut dinilai tidak lazim oleh Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra.

Saldi menjelaskan bahwa di Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPR Daerah (DPRD), dan DPD (UU MD3) memang tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa masa jabatan ketua DPD dan DPR adalah lima tahun. Namun, lazimnya, masa jabatan ketua lembaga perwakilan mengikuti periode pemilu, yakni lima tahun.

“Ini sebenarnya boleh, tetapi tidak lazim, karena biasanya masa jabatan ketua lembaga perwakilan mengikuti periode pemilu. Jadi, kalau (periode) pemilunya lima tahun, maka (periode) pimpinannya juga lima tahun,” jelas Saldi pada diskusi “Mengangkat Marwah DPD” di Slipi, Jakarta Barat (7/3).

Menurut Saldi, masa jabatan pimpinan DPD atau DPR semestinya ditentukan pada awal periode sebelum ditetapkannya pimpinan atau diberlakukan untuk periode selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari konflik kepentingan di dalam tubuh lembaga.

“Kalau mereka tentukan dua setengah tahun untuk pimpinan yang saat ini sedang menjabat, lalu kemudian ada pertengkaran lagi sehingga mereka mengubah masa jabatan menjadi satu tahun, kan tidak boleh begitu,” tukas Saldi.

Saldi mencontohkan praktek parlemen di Filipina. Konstitusi di negara tersebut memperbolehkan anggota lembaga perwakilan untuk mengajukan kenaikan gaji melalui peraturan. Akan tetapi, konstitusi juga menyebutkan bahwa kenaikan gaji baru dapat diberlakukan pada periode selanjutnya.

“Jadi, anda boleh menikmati regulasi yang anda buat, tetapi setelah anda mendapatkan legitimasi lagi di pemilu selanjutnya. Ini baru baik. Kalau tidak, orang akan leluasa membuat peraturan untuk kepentingan mereka sendiri,” tegas Saldi.

Saldi memperingati anggota DPD untuk memperbaiki citra dan kinerja DPD. DPD harus menghentikan potilisasi masa jabatan dan parpolisasi DPD. Anggota DPD tak boleh berafiliasi pada partai politik.

“Kalau kuasa politik makin dominan di DPD, DPD menjadi tidak relevan lagi. Dulu ada orang-orang yang mau membantu DPD untuk memperkuat wewenang, tetapi sekarang mereka menarik diri dan tidak mau terlibat banyak dengan DPD. Ini berbahaya untuk DPD,” tutup Saldi.