August 8, 2024

Pileg 2019: Bebas Tapi Tak Adil? OLEH RAMLAN SURBAKTI

Apakah persaingan antar partai politik peserta pemilu dalam penyelenggaraan pemilu anggota DPR dan DPRD tahun 2019 telah berlangsung bebas dan adil? Evaluasi perlu dilakukan berdasarkan parameter pemilu demokratik.

Salah satu yang perlu dievaluasi dari setiap penyelenggaraan pemilu adalah: apakah pemilu sebagai persaingan antar-peserta pemilu sudah berlangsung secara bebas dan adil (free and fair).

Evaluasi perlu dilakukan karena persaingan yang bebas dan adil antar-peserta pemilu merupakan salah satu parameter pemilu demokratik. Apakah persaingan antar partai politik peserta pemilu dalam penyelenggaraan pemilu anggota DPR dan DPRD tahun 2019 telah berlangsung bebas dan adil?

Secara umum tampaknya terdapat konsensus antara para pengamat penyelenggaraan pemilu bahwa persaingan antar Partai Politik Peserta Pemilu (P4) dalam proses penyelenggaraan pemilu 2019 telah berlangsung bebas.
Setiap P4 dapat berkampanye di semua daerah pemilihan tanpa hambatan, persaingan antar P4 berlangsung tanpa unsur intimidasi, ancaman kekerasan dan tindakan kekerasan dari siapa pun dan kepada siapa pun, dan persaingan berlangsung secara tertib dan damai.

Lain halnya dengan pertanyaan: apakah persaingan antar P4 dalam Pemilu anggota DPR dan DPRD telah berlangsung adil (fair)?

Persaingan antar P4 dapat dikategorikan adil bila memenuhi setidak-tidaknya empat persyaratan. Karena keterbatasan ruang, hanya dua dari empat persyaratan itu yang akan dikemukakan di sini. Pertama, apakah Undang Undang Pemilu menjamin setiap pemilih terdaftar dapat menggunakan hak pilihnya, termasuk pemilih terdaftar yang berkebutuhan khusus.

Secara umum tampaknya terdapat konsensus antara para pengamat penyelenggaraan pemilu bahwa persaingan antar Partai Politik Peserta Pemilu (P4) dalam proses penyelenggaraan pemilu 2019 telah berlangsung bebas.

Apakah setiap partai politik memiliki kesempatan yang sama menjadi peserta pemilu (ataukah sebaliknya persyaratan menjadi peserta pemilu hanya dapat dipenuhi oleh sebagian partai); apakah ketentuan tentang penerimaan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban dana kampanye pemilu berlaku sama dan ditegakkan sama bagi setiap peserta pemilu; dan apakah media massa meliput semua peserta pemilu dan menyampaikan pemberitaan kegiatan Pemilu secara objektif (faktual).

Sejumlah catatan

Undang Undang Pemilu pada umumnya dapat disimpulkan menjamin keempat hal dalam persyaratan pertama. Akan tetapi terdapat sejumlah catatan yang patut disebutkan sebagai bahan evaluasi Pemilu 2019.

Pertama, belum semua pemilih terdaftar yang berkebutuhan khusus dilayani baik oleh UU maupun KPU, seperti pemilih yang menjadi pasien di pelbagai rumah sakit dan pemilih yang pada hari pemungutan suara ada tugas bepergian yang tidak dapat ditinggal.

Kedua, ketentuan tentang penerimaan, pengeluaran dan pertanggungjawaban dana kampanye pemilu tidak hanya berlaku sama bagi semua peserta pemilu tetapi juga tidak ditegakkan pada semua peserta pemilu.

Ketiga, media massa memberitakan semua peserta pemilu tetapi media massa lebih banyak meliput dan memberitakan pemilihan presiden dan wakil presiden daripada pemilu legislatif.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi, semua P4 yang memiliki kursi di DPR juga harus menjalani verifikasi pemenuhan syarat oleh KPU.

Kedua, apakah semua P4 memiliki kesempatan yang bersaing ysng sama untuk memengaruhi pemilih dan memenangkan pemilu (level playing field)? Dalam banyak negara demokrasi, persaingan yang demokratis lebih banyak dicederai bukan oleh adanya represi atau manipulasi hasil penghitungan suara tetapi oleh akses terhadap sumberdaya, media massa dan lembaga negara.

Dalam banyak negara demokrasi, persaingan yang demokratis lebih banyak dicederai bukan oleh adanya represi atau manipulasi hasil penghitungan suara tetapi oleh akses terhadap sumberdaya, media massa dan lembaga negara.

Kesempatan yang sama

Kesempatan bersaing mendapatkan kursi di semua daerah pemilihan (dapil) terjamin bagi semua peserta pemilu. Yang tidak terjamin adalah sarana menggunakan kesempatan yang sama tersebut. Enam belas P4 secara nasional tidak memiliki sarana menggunakan kesempatan yang sama.

Sebanyak empat P4 baru untuk pertama kalinya memasuki gelanggang persaingan di setiap dapil sedangkan 12 P4 telah mengikuti sekali atau lebih pemilu. Yang sudah pernah memasuki gelanggang persaingan sudah barang tentu lebih berpengalaman daripada yang pertama memasuki gelanggang.

P4 lama telah memiliki kader dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih berpengalaman daripada P4 baru. Sejumlah P4 lama sudah menduduki jabatan legislatif dan eksekutif sehingga secara tidak langsung dapat menggunakan jabatan untuk memengaruhi pemilih. Dua P4 (Partai Nasdem dan Partai Perindo) juga dipimpin oleh pengusaha yang memiliki media cetak dan elektronik sehingga liputan dan pemberitaan kedua P4 nyata lebih banyak daripada liputan dan pemberitaan 14 P4 lain. Kedua P4 memiliki sarana menyampaikan pesan lebih besar pada pemilih.

Menyadari situasi sarana menggunakan kesempatan yang tidak sama antar-P4, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memerintahkan KPU (dan Bawaslu) memfasilitasi setiap peserta pemilu dalam empat sarana menggunakan kesempatan yang sama.

Pertama, KPU wajib memberikan salinan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam bentuk salinan piranti lunak atau cakram padat dalam format yang tidak bisa diubah kepada kepengurusan P4 tingkat kabupaten/kota dan kepada perwakilan P4 tingkat kecamatan (Pasal 208 ayat(5). Fasilitasi ini diperlukan agar setap P4 dapat memastikan apakah terdapat warga negara Indonesia yang berhak memilih mengalami diskriminasi dalam pendaftaran Pemilih.

Dua P4 (Partai Nasdem dan Partai Perindo) juga dipimpin oleh pengusaha yang memiliki media cetak dan elektronik sehingga liputan dan pemberitaan kedua P4 nyata lebih banyak daripada liputan dan pemberitaan 14 P4 lain.

Alat peraga

Kedua, KPU memfasilitasi pemasangan alat peraga setiap Peserta Pemilu di tempat umum. Ketiga, KPU memfasilitasi pemasangan iklan kampanye Pemilu setiap Peserta Pemilu pada media massa cetak, media massa elektronik, dan internet. Fasilitasi kedua dan ketiga, yang diperintahkan pasal 275 ayat (2), sangat diperlukan agar setiap P4 dapat menyampaikan pesan pemilu kepada semua pemilih.

Keempat, Bawaslu memfasilitasi saksi setiap peserta dalam bentuk pelatihan (Pasal 351 ayat (8)). Pelatihan Saksi ini diperlukan agar setiap P4 melalui Saksi dapat menyampaikan keberatan (koreksi) bila terdapat tindakan Panitia Pelaksana/Penyelenggara Pemilu yang menyimpang dari tata cara proses pemungutan dan penghitungan suara.

Jadi fasilitas yang diberikan oleh KPU dan Bawaslu (atas perintah UU Pemilu) dimaksudkan agar setiap peserta pemilu tidak hanya dapat menyampaikan pesan kepada pemilih tetapi juga kemampuan untuk mengoreksi bila terdapat tahapan pemilu yang menyimpang.

Yang patut dipertanyakan adalah apakah fasilitas dari KPU mampu memberikan kontribusi dalam upaya menjamin persaingan yang adil antar P4? Dua hasil pengamatan dapat dikemukakan terhadap keempat fasilitas ini.

Pertama, apakah salinan DPT dalam bentuk cakram padat digunakan oleh setiap P4 untuk memastikan semua warga negara yang berhak memilih terdaftar dalam DPT? Dari pemberitaan media dapat disimpulkan hanya tim kampanye pasangan calon 02 yang menyampaikan hasil penilaian terhadap DPT yang disampaikan KPU tetapi penilaian hanya menyimpulkan DPT KPU belum sepenuhnya dimutahirkan (orang yang sudah meninggal masih tercatat dalam DPT) dan belum sepenuhnya akurat (yang tidak berhak memilih masih tercatat dalam DPT).

Tidak ada P4 yang menyampaikan penilaian terhadap DPT. Di samping itu, apakah semua peserta pemilu memanfaatkan secara maksimal program pelatihan saksi yang diberikan oleh Bawaslu, merupakan pertanyaan yang harus dicari jawabannya.

Yang paling penting dikemukakan adalah catatan kedua, yaitu fasilitasi kedua (pemasangan alat peraga di tempat umum) dan ketiga (pemasangan iklan kampanye pemilu di media cetak dan elektronik) yang diberikan KPU kepada semua P4, dapat disimpulkan sebagai salah sasaran. Salah sasaran karena persaingan yang terjadi dalam sistem pemilu proporsional terbuka (candidate-centered) yang diterapkan dalam praktik sejak Pemilu 2009 tidak lagi berlangsung antar P4.

Yang paling penting dikemukakan adalah catatan kedua, yaitu fasilitasi kedua (pemasangan alat peraga di tempat umum) dan ketiga (pemasangan iklan kampanye pemilu di media cetak dan elektronik) yang diberikan KPU kepada semua P4, dapat disimpulkan sebagai salah sasaran.

Persaingan antarcalon

Persaingan yang terjadi dalam sistem pemilu proporsional yang mengedepankan calon tidak lagi berlangsung antar- P4 melainkan antar-calon dari partai yang sama dan di dapil yang sama, serta antar-calon dari P4 yang berbeda dalam dapil yang sama.

Enam belas P4 memperebutkan 10 kursi DPR pada Dapil Jatim I (Surabaya dan Sidoarjo), sebagai contoh, berarti persaingan internal di antara 10 calon di setiap P4, dan persaingan di antara 160 calon dari 16 P4 yang berbeda, di Dapil I tersebut. Bila persaingan anggota DPR dan DPRD tidak lagi berlangsung antar-P4 melainkan antar calon secara internal, maka kedua bentuk fasilitasi itu kepada P4 jelas tidak berkontribusi pada penciptaan persaingan yang adil. Bila pengamatan ini benar, maka kedua fasilitas yang diberikan KPU dari dana APBN menjadi mubazir.

Bila persaingan pada pemilu anggota DPR dan DPRD berlangsung antar-calon dari partai yang sama dan di dapil yang sama, maka patut dipertanyakan apa yang disampaikan setiap calon untuk memengaruhi pemilih. Menyimak ketentuan Pasal 274 ayat (1) huruf b, maka yang harus disampaikan setiap calon anggota DPR dan DPRD adalah visi, misi dan program partai.

Karena bersaing (harus lebih menonjol daripada calon lain), dapat diduga materi kampanye yang disampaikan setiap calon niscaya berbeda, bahkan mungkin bukan dalam bentuk materi kampanye melainkan dalam bentuk materi (uang dan/atau sembako).

Kalau persaingan antar calon dalam bentuk “lomba menawarkan materi yang lebih banyak” kepada pemilih, maka persaingan antar calon dalam P4 di dapil yang sama tidak hanya menciptakan permusuhan antar kader partai (memudarkan kekompakan partai) tetapi juga melemahkan Partai Politik.

Apakah sistem pemilu proporsional seperti itu masih hendak diteruskan?

RAMLAN SURBAKTI, Guru Besar Perbandingan Politik pada FISIP Universitas Airlangga, Surabaya; dan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia