January 31, 2025

Pilkada 2018, Mayoritas Lahirkan Kepala Daerah Berorientasi  Pelayanan Publik

Direktur Eksekutif  Centre for  Strategic  and International Studies (CSIS), Philips Vermonte, mengatakan bahwa hasil Pilkada Serentak 2018 di sejumlah daerah memberikan angin segar bagi demokrasi substansial di Indonesia. Di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan misalnya, kepala daerah terpilih merupakan kandidat yang telah terbukti memiliki kemampuan memimpin yang baik dan berkomitmen pada pelayanan publik.

“Ketika mereka lebih memilih Nurdin Abdullah, yang basisnya adalah teknoratis, atau Ridwan Kamil dan Khofifah yang bukan darah biru ormas (organisasi masyarakat),  dia pernah menjadi menteri, ini tanda yang baik,” tandas Philips pada diskusi “Evaluasi Pilkada Serentak 2018” di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta Selatan (2/7).

Philips memberikan perhatian pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan. Kemenangan Nurdin Abdullah merupakan bukti bahwa rakyat dapat melawan dinasti-dinasti politik yang telah lama bercokol di Sulawesi Selatan. Tiga kandidat yang berkontestasi di Pilgub Sulawesi Selatan memang memiliki dinasti politik.

“Lawan-lawan yang dikalahkan adalah calon-calon yang dalam konteks Sulsel (Sulawesi Selatan) adalah keluarga dinasti politik. Tapi Prof. Nurdin menang, ini menandakan bahwa pemilih kita mikir, apakah kepala daerah akan memajukan daerahnya,” kata Philips.

Philips memprediksi, calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu 2024 akan banyak diisi oleh kepala-kepala daerah yang sukses memajukan daerahnya. Presiden Joko Widodo merupakan contoh anak kandung desentralisasi yang berhasil menjadi pemimpin di tingkat nasional.

“Kita akan punya sumber-sumber kepemimpinan nasional dari daerah. Dua kali pemilu ke depan, mungkin pemilu kita sumbernya dari mereka,” tukas Philips.

Terpilihnya kepala daerah yang memiliki rekam jejak kepemimpinan yang  baik  dinilai sebagai efek tular dari munculnya kepala –kepala daerah bereputasi baik seperti Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya.  “Misal, ketika Surabaya baik, pemilih akan membandingkan bahwa  pemimpin kita harus baik seperti di Surabaya atau Bantaeng,” kata Philips.