Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI telah mempublikasi Indeks Kerawanan Pemilihan Kepala Daerah 2024 sejak 6 Maret 2023. Berdasarkan indeks tersebut, provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi paling rawan untuk isu kampanye di media sosial. Setelahnya, provinsi Maluku Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, dan Gorontalo. Ujaran kebencian diprediksi meningkat signifikan di enam provinsi tersebut.
“Kalau melihat potret kerawanan kampanye di media sosial, ternyata yang paling banyak terjadi di tingkat provinsi ialah ujaran kebencian. Sementara di tingkatan kabupaten/kota, paling banyak adalah hoaks,” terang anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, pada diskusi “Potret Gangguan Informasi di Pemilu 2024 dan Potensinya di Pilkada Serentak 2024”, Selasa (11/6).
Sementara itu di tingkat Pilkada Kabupaten/Kota, lima daerah paling rawan untuk isu kampanye di media sosial yakni, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Malaka, Kota Jakarta Timur, Kabupaten Purwarejo, dan Kabupaten Jayawijaya. Kesulitan akses internet di Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Malaka, dan Kabupaten Jayawijaya dinilai menjadi tantangan bagi diseminasi hasil cek fakta dan verifikasi informasi oleh masyarakat.
“Kenapa Intan Jaya yang sinyalnya susah yang menjadi paling rawan? Karena justru sinyal susah, maka informasi yang berisi ketidakbenaran, tidak akurat, itu counter-nya susah. Kita sama-sama tahu, yang membuat hoaks tidak harus ada di sana, tetapi dia menyasar situasi di Intan Jaya,” urai Lolly.
Penindakan disinformasi di Pilkada 2024, menurut Lolly, akan mengalami sejumlah tantangan. Undang-Undang (UU) Pilkada tak mendetilkan definisi kampanye sebagaimana UU Pemilu. Kewenangan Bawaslu di pilkada juga hanya untuk penyelesaian pelanggaran administrasi dan sengketa proses, dan hasil penindakan Bawaslu hanya berupa rekomendasi, bukan putusan.
“Di UU Pilkada, justru tidak mendetilkan unsurnya (kampanye). Siapa saja yang bisa dikenai sanksi, dan terma citra diri tidak ada. Jadi, hanya umum, kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi misi dan program paslon. Di pilkada juga, Bawaslu diberi wewenang hanya untuk memutuskan pelanggaran administrasi dan sengketa proses, tetapi sifatnya rekomendasi, sehingga yang melakukan eksekusi adalah KPU. Nah, ini tantangan juga,” tutup Lolly. []