Pemilihan suara di luar negeri akan dilaksanakan dengan tiga metode, yakni Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN), Kotak Suara Keliling (KSK), dan pengiriman pos. Pemungutan suara diselenggarakan lebih awal dari pemungutan suara di dalam negeri, namun waktu penghitungan suara dilakukan pada hari yang sama, yaitu 17 April 2019.
“KSK ini nanti keliling, misal hari minggu itu di Victoria Park ramai sekali, banyak warga negara Indonesia. Nah, mereka bisa kumpul di tempat-tempat yang disediakan. Kalau melalui pos, pemilih dikasih form C6 sebagai tanda bahwa dia sudah memilih, kemudian surat suaranya dikirim di amplop yang sama,” kata anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ilham Saputra, pada rapat konsultasi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senayan, Jakarta Selatan (28/8).
Komisi II DPR RI tak mengkritik tiga metode yang diajukan oleh KPU RI. Namun Komisi meminta KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memperketat penyelenggaraan dan pengawasan pemilu di luar negeri, sebab terjadi banyak modus kecurangan pada Pemilu 2014 dan Pemilu 2009.
“Pemungutan suara di LN ini, tahun 2009, saya dapat dua kertas suara dan saya pilih partai yang berbeda dan calon yang berbeda, dan saya kirim dua-duanya lewat pos. Nah, kasus pemilih dapat dua pengiriman surat suara ini jangan sampai terulang di 2019,” pesan Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nihayatul Wafiroh.
Firman Soebagyo, anggota Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) juga meminta agar KPU memastikan tak ada suara ganda yang diberikan oleh satu identitas pemilih. KPU harus mencoret nama pemilih yang bekerja di luar negeri atau luar kota di daftar pemilih daerah pemilihan (dapil) asal, jika yang bersangkutan terkonfirmasi akan memilih di daerah tempatnya bekerja.
“Di dapil saya, jumlah penduduk yang bekerja di luar negeri, Malaysia, Timur Tengah, juga sebagai petani kebun di Sumatera banyak. Kecenderungannya mereka tidak bisa pulang. Kemarin, kata KPUD (KPU Daerah), mereka terdaftar sebagai pemilih di daerah asal. Mereka juga diberikan C6-nya. Nah, ketika mereka tidak bisa pulang dan untuk memilih di sana bisa menggunakan KTP (Kartu Tanda Penduduk) elektronik atau surat keterangan, sementara C6-nya di dapilnya, ini bisa menimbulkan suara ganda. Apa yang bisa diperbuat KPU dan Bawaslu agar C6 tidak disalahgunakan?” ujar Firman.
Menanggapi hal tersebut, Ilham menjelaskan bahwa pemilih yang akan pindah memilih di luar negeri atau luar kota harus mengurus formulir A5. Ketika yang bersangkutan telah mengurus, maka namanya di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 akan diberikan keterangan pindah memilih dan C6 yang bersangkutan akan dicoret.
“Jadi clear, dia bisa memilih di luar negeri atau di Indonesia. Jadi, kalau ada orang yang mengatasnamakan dia, C6nya sudah kita coret,” kata Ilham.