August 8, 2024

Presidential Threshold Adalah Anomali dari Sistem Presidensial

Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsudin Haris, mengatakan bahwa presidential threshold atau ambang batas untuk mencalonkan presiden merupakan suatu anomali dari sistem presidensial yang diterapkan di Indonesia. Dalam penjelasannya, presidential threshold diakibatkan oleh kesalahan jadwal diselenggarakannya pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg). Pilres semestinya dilakukan sebelum pileg, sehingga keterpilihan presiden akan mempengaruhi keterpilihan anggota legislatif, bukan sebaliknya.

“Dalam sistem presidensial, pilpres itu diselenggarakan lebih dulu, baru pileg. Nah ini di Indonesia pileg dulu baru pilpres. Makanya ada istilah presidential threshold yang sebenarnya merupakan suatu anomali,” kata Syamsudin, pada rapat dengar pendapat di Senayan, Jakarta Selatan (18/1).

Syamsudin kemudian menegaskan bahwa dalam konsep pemilu serentak, presidential threshold menjadi anomali yang sangat tidak relevan. Pasalnya, partai politik yang boleh mencalonkan calon presiden dan calon wakil presiden hanyalah partai atau atau gabungan partai yang memiliki 20 persen kursi atau 25 persen perolehan suara sah nasional di pileg sebelumnya. Hal ini merupakan anomali kuadrat apabila dipaksakan.

“Ini aneh! Kalau di pemilu tidak serentak saja presidential threshold sudah merupakan suatu anomali, apalagi pemilu serentak,” tegas Syamsudin.

Syamsudin berharap Pansus RUU Pemilu memformulasikan sistem pemilu sesuai dengan tujuan sistem pemilu dan dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat, bukan berdasarkan kepentingan partai semata.