August 8, 2024

Proses Panjang Uji Coba E-Voting di Meksiko

Penerapan pemilihan elektronik (e-voting) menjadi hal yang ingin dipahami Panitia Kerja (Panja) Undang-undang Pemilu saat ke Meksiko. Negara tetangga selatan Amerika Serikat ini belum menerapkan e-voting secara utuh dan menyeluruh dalam pemilu nasional bahkan. Indonesia penting membandingkan pengalaman panjang uji coba e-voting Meksiko dari tingkat daerah sampai negara bagian lalu ke nasional. Mulai dari hasil yang tak mengikat sampai kompleksitas permasalahan.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Catherine “Cici” Natalia melakukan studi literatur mengenai penerapan e-voting di Meksiko. Menurutnya, pilihan datang langsung ke Meksiko tak tepat jika pemangku kepentingan pemilu di Indonesia berobsesi menerapkan e-voting untuk skala nasional. Meksiko belum menerapkan e-voting secara utuh dan menyeluruh di tingkat nasional. Pengalaman panjang penerapan di sebagian negara bagian Meksiko dan di pemilu lokal pun masih terus dievaluasi.

“Di pemilu serentak 2018 nanti pun, Meksiko belum menerapkan e-voting seluruh TPS,” kata Cici (29/3) kepada rumahpemilu.org.

Bertahap dan tak menentukan hasil

Menurut diplointernetgovernance.org, Electoral Institute of The Federal District (IEDF) telah mengkaji e-voting sejak 2000. Kajian menyertakan uji coba yang diterapkan secara bertahap dan bertingkat. Teknologi terus berganti dan dimutakhirkan, mulai dari meminjam mesin e-voting Brasil hingga ingin mandiri dalam pengadaan.

Pada 2001, Komisi Pemilihan Umum Distrik Federal itu menguji coba e-voting dengan 150 mesin dari Mahkamah Peradilan Pemilu Brasil. Ada 23 ribu warga yang berpartisipasi. Setelah uji coba pertama ini dilakukan, partisipan disurvei untuk menilai. Hasilnya, mayoritas pemilih menyukai e-voting.

Perwakilan Indonesia dalam International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), Adhy Aman berpendapat, dalam memilih teknologi kepemiluan penting mempertimbangkan aspek budaya masyarakat suatu negara. Kesesuaian alat e-voting yang dibuat atau dipilih dengan kebudayaan menjadi faktor penentu keberhasilan teknologi dalam pemilu.

“Kenapa e-voting di Brasil berhasil. Karena teknologi e-votingnya mirip dengan teknologi mesin lotre. Di Brasil lotre membudaya,” kata Adhy.

Di Meksiko lotere pun jadi bagian budaya masyarakat. Meski Meksiko masuk dalam regional Amerika Tengah, karakternya mirip dengan Brasil di regional Amerika Selatan.

Pengalaman 2001 itu lalu diperluas untuk uji coba e-voting pada 2003, 2006, dan 2007. Selama tiga waktu ini hasil pemilihan uji coba alat bukan merupakan hasil yang mengikat. Artinya, perolehan suara peserta pemilu sebagai hasil pemilu bukan bagian penentu keterpilihan peserta pemilu.

Pada 2005 dan 2008 Negara Bagian Coahuila State menyatakan mengikat secara hukum pemilu menggunakan e-voting. Tetapi, tidak semua daerah berpartisipasi  menggunakannya. Ada 100 mesin elektronik voting yang digunakan. Pengalaman ini menjadi bagian dari riset University of Leon (Spain) yang bekerja sama dengan Electronic Voting Observatory (OVE) untuk teknologi e-voting Coahuila yang lebih untuk 2009.

Pada 2009, di Kotamadya Tuxcueca, Negara Bagian Jalisco pertamakali menerapkan e-voting. Mesin e-voting digunakan di seluruh kota.

ACE Project pada 2010, masih berpemahaman, Meksiko termasuk negara yang baru menguji coba e-voting. Penggunaan mesin elektronik di negara ber-Ibu Kota Meksiko City ini baru pada tataran perencanaan, uji coba, dan e-voting belum mengikat secara hukum.

Dilegalkan untuk cakupan daerah tertentu

Baru setelah punya pengalaman 10 tahun ujicoba e-voting Pemerintah Mexico bisa melegalkan e-voting. IEDF menerapkan e-voting dengan hasil yang mengikat. Tapi penerapannya hanya cakupan daerah tertentu, bukan seluruh Meksiko.

Lalu, berdasarkan pelegalan e-voting dan pengalaman e-voting di Kotamadya Tuxcueca, e-voting diterapkan di pemilu tingkat Negara Bagian Jalisco pada 1 Juli 2012. Lembaga Elektoral dan Partisipasi Warga Negara Jalisco menggunakan 1.200 mesin e-voting di 43 kota. Jumlah dan sebaran ini untuk melayani 617.000 pemilih.

Pada 2012 Meksiko menerapkan e-voting internet. Teknologi diperuntukan bagi warga negara Meksiko di luar negeri. Terdaftar 2.273 warga negara dari Distrik Federal yang tinggal di Amerika, 1.686 di Eropa, 107 di Asia dan Oceania serta 18 di Afrika.

Electoral Tribunal of the Federal Judiciary (Peradilan Pemilu Tingkat Federal) menyetujui mekanisme itu. Sistem berkerja dengan mengumpulkan suara dari warga Distrik Federal yang tinggal di luar negeri untuk memilih kepala pemerintahan dengan internet.

Juni 2015 Meksiko mengadakan pemilu legislatif dan pemilu daerah di 17 negara bagian. National Electoral Institute (INE) menerapkan preliminary electoral results program. Cara kerjanya memungkinkan transmisi elektronik dari setiap dewan distrik (district council) ke pusat nasional.

Hasil diposting online jam 8.00 malam pada hari pemungutan suara. INE juga melakukan penghitungan cepat (quick count) dengan sampel acak dari 148.941 TPS. Hitung cepat menggunakan tiga metode perkiraan yang berbeda untuk memverifikasi kepastiannya.

Kompleks dan bermasalah serius

Akan tetapi, setelah penutupan TPS, INE mengumumkan harus dilakukan penghitungan ulang suara di 60% TPS. Di beberapa negara bagian, Program Hasil Pemilu Pendahuluan (Preliminary Electoral Result Program/PREP) mengalami penundaan karena proses yang dikoordinasikan oleh lembaga yang baru dibentuk INE.

Petugas di TPS yang ditraining buruk menunda pengiriman laporan penghitungan ke pusat data. Terdapat 22.963 dari 88.444 TPS dihitung ulang. Penghitungan suara harus diverifikasi dalam 48.057 kasus karena jumlah suara tak cocok dengan jumlah pemilih. 9.929 TPS pun tak memiliki laporan penghitungan.

Untuk Pemilu 2018, INE (Institut Elektoral Nasional) Meksiko menargetkan pemilu otomatis. Uji coba dilakukan di District 02 Chihuahua, District 03 Aguascalientes, dan District 04 Hidalgo. Sistem ini dibangun dan dihasilkan Research and Advanced Studies Institute (Cinvestav) from the National Polytechnic Institute (IPN).

Akademisi Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Setiadi Yazid sering mengingatkan, pemilu Indonesia punya kompleksitas yang lebih tinggi dibanding negara besar demokrasi lainnya. Untuk pemilu nasional, banyaknya jenis surat suara tak hanya menggambarkan banyaknya jabatan yang akan dipilih melalui pemilu tapi juga jumlah calon yang akan dipilih. Semua dilakukan dalam satu hari pemungutan suara.

Menurut Setiadi, aspek kepercayaan terhadap teknologi yang dipilih pun penting karena berkait kepada kepercayaan proses dan hasil pemilu. Misal, penting solisi teknologinya dibuat oleh anak bangsa, bukan dari negara lain.

Yang terjadi di Meksiko merupakan proses panjang pengkondisian untuk penerapan e-voting di seluruh TPS yang belum tercapai hingga sekarang. Membandingkannya dengan Indonesia, e-voting yang sudah diterapkan di pemilihan kepala desa tampaknya masih perlu proses panjang uji coba untuk naik tingkat ke pilkada kabupaten/kota untuk bisa diterapkan senasional di seluruh TPS. []

USEP HASAN SADIKIN