Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyelenggarakan Election Visit Program (EVP) Pemilu 2019. Pada kegiatan ini, para tamu undangan (lihat: ) mengunjungi Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menyaksikan proses pungut-hitung Pemilu 2019. Peserta EVP dibagi ke dalam beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok secara bergiliran mengunjungi TPS di panti sosial disabilitas mental, rumah tahanan (rutan), lembaga pemasyarakatan (lapas), perumahan padat penduduk, dan perumahan elit. Peserta diizinkan untuk bertanya kepada pemilih, anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Pengawas TPS, serta mengamati kondisi sekitar.
Terhadap proses pungut-hitung Pemilu 2019, perwakilan negara sahabat dan juga penyelenggara pemilu asing memuji KPU RI dan masyarakat Indonesia. Secara umum, mereka menilai pemilu Indonesia berlangsung aman dan damai, proses pungut-hitung berjalan baik dan sistematis, cukup inklusif, dan masyarakat berpartisipasi dengan baik.
Perwakilan dari Komisi Pemilihan Afghanistan, Ali Danesh Bakhteari, menyatakan takjub pada damainya Pemilu Indonesia. Di Afghanistan, masalah keamanan di TPS sering terjadi akibat adanya intervensi dari orang-orang berpengaruh di daerah. Bahkan, usai penghitungan suara selesai, konflik sering terjadi.
“Kami terkesan karena di TPS yang kami kunjungi, setelah proses penghitungan suara selesai, kondisinya damai-damai saja. Kami melihat ada penjaga di TPS. Kalau membandingkan Indonesia dengan Afghanistan, kami punya masalah keamanan. Sering terjadi intervensi dari orang-orang kaya yang berpengaruh terhadap proses pemilu,” kata Bakhteari pada diskusi di Hotel Ritz Charlton, Kuningan, Jakarta Selatan (17/4).
Azmi Sharom, perwakilan Komisi Pemilihan Malaysia memuji pelayanan hak pilih yang dilakukan KPU RI. Menurutnya, pemberian hak suara kepada disabilitas mental merupakan bentuk peghargaan luar biasa kepada kemanusiaan. KPU RI dinilai melakukan langkah yang tepat dalam rangka mewujudkan inklusivitas pemilihan.
“Pemilu di Indonesia inklusif. KPUmendata pemilih disabilitas mental dari rumah ke rumah, juga panti sosial. Menurut kami, itu adalah bentuk penghargaan kepada kemanusiaan, dan bahwa pemilu adalah salah satu sarana untuk mewujudkan kemanusiaan,” tandas Azmi.
Ia juga terkesan dengan diberlakukannya masa tenang. Masa tenang menghindari pemilih dari tekanan politik.
“Masa tenang adalah contoh baik. Sangat berbeda dengan Malaysia. Menurut saya, masa tenang penting agar pemilih kita tidak mengalamai tekanan dari siapapun,” ujar Azmi.
Seung Ryeaol Kim dari A-WEB menyatakan terharu dengan terbukanya proses pungut-hitung di TPS. Ia menyaksikan masyarakat antusias melihat dan mengawal proses di TPS. Tiadanya saksi partai di TPS yang dikunjungi, dinilai Seung sebagai bentuk kepercayaan partai terhadap penyelenggara pemilu.
“Selama proses pemungutan suara, saya tidak melihat saksi partai. Ini menarik, karena di negara kami, di jam-jam pemungutan suara, partai politik pasti mengirim saksinya. Jadi, mungkin partai percaya pemilu teratur dengan baik, sehingga partai merasa tidak perlu mengirim saksi,” kata Seung.
Selain pujian, para perwakilan negara asing juga memberikan masukan kepada KPU RI. Mereka merekomendasikan KPU menyelenggarakan pemilihan elektronik atau memaksimalkan penggunaan teknologi untuk mempercepat proses penghitungan suara.
“Penggunaan teknologi akan mempermudah penyelenggara dan pemilih. Indonesia bisa menggunakan e-voting machine, e-registration, atau bantuan teknologi lainnya. Penggunaan teknologi akan banyak membantu,” tukas perwakilan Komisi Pemilihan Pakistan, Nazar Abbas.