November 15, 2024

Ragam Langkah Pemerintah di Asia Tenggara Hadapi Disinformasi (2)

Sama seperti Indonesia, Malaysia juga mengimplementasikan program literasi digital di berbagai daerah. Pengawasan dan penghapusan konten berbahaya dilakukan oleh Komisi Komunikasi dan Multimedia. Inisiasi cek fakta pun turut dikembangkan.

Di Filipina, beberapa langkah telah diambil oleh lembaga berwenang. Dalam pemilu misalnya, komisi pemilihan umum mengharuskan partai politik dan kandidat untuk mengungkapkan pengeluaran kampanye media sosial. Pemerintah juga telah mengintegrasikan “Literasi Media dan Informasi” sebagai mata pelajaran inti dalam Kurikulum Pendidikan Dasar yang dimulai pada 2023.

“Mata pelajaran ini berisi materi media dan informasi sebagai alat komunikasi untuk pengembangan individu dan masyarakat. Juga, penekanan pada pentingnya menumbuhkan cara berpikir kritis, penggunaan media sosial yang bertanggung jawab, dan bagaimana menemukan sumber informasi yang kredibel,” ujar Fitria.

Lain halnya dengan Laos, pemerintah Laos mengeluarkan aturan yang memungkinkan kontrol terhadap media online dan platform digital. Pengguna yang hendak membuat halaman Facebook bahkan diwajibkan untuk mendaftarkan halaman tersebut kepada pemerintah agar dapat beroperasi.

Di Singapura, pemerintah mengeluarkan Online Falsehoods and Manipulation Act (POFMA) dan Foreign Interference (Countermeasures) Act (FICA). Melalui dua aturan ini, pemerintah berwenang untuk menghapus konten di platform digital, dan bertugas memberikan edukasi digital kepada masyarakat.

Di Thailand, Undang-Undang Kejahatan Komputer telah menyebabkan penyensoran konten oleh pemerintah, dan memungkinkan mobilisasi militer untuk memantau internet demi ketertiban umum. Dari amatan para aktivis, implementasi peraturan ini lebih sering menguntungkan pemerintah.

“Postingan yang punya sentimen anti-militer diminta untuk dihapus dengan cepat, sementara konten palsu seperti wawancara antara mantan Perdana Menteri Thaksin dan pemimpin partai Future Forward, Thanathor, tidak ditindak cepat oleh otoritas terkait, yaitu komisi pemilihan umum,” pungkas Fitria.

Regulasi yang memberikan kontrol negara terhadap media sosial juga diberlakukan di Vietnam. Terdapat undang-undang yang mengharuskan platform digital untuk menghapus konten palsu dan konten anti-negara di media sosial dalam waktu 24 jam. Peraturan ini dikeluarkan setelah beredarnya rumor di media sosial tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh para pemimpin bisnis dan pejabat Partai Komunis Vietnam.

Fitria merekomendasikan upaya kolaboratif dalam menangani disinformasi. Dengan keterlibatan multipihak, ekosistem informasi yang sehat lebih mungkin diwujudkan, sembari tetap menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan keamanan masyarakat. []