Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), Yeni Rosa Damayanti menyampaikan bahwa banyak warga negara disabilitas di panti Yayasan Galuh dan Yayasan Zamrud Biru yang tak didaftar sebagai pemilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bekasi. Dari 525 orang disabilitas di dua panti tersebut, hanya 22 orang yang didaftar karena memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik.
“Di dua panti, hampir semua penghuninya tidak didaftar sebagai pemilih. Alasannya, kata KPU Kota Bekasi, pada saat mereka melakukan pendataan bersama Dinas Dukcapil (Kependudukan dan Catatan Sipil) di kedua panti, hanya sejumlah itulah yang memiliki KTP-el Bekasi. Sisanya tidak terlacak NIK (Nomor Induk Kependudukan)-nya,” ujar Yeni kepada rumahpemilu.org (10/4).
Yeni menyesalkan tak adanya jalan keluar yang diupayakan oleh KPU Kota Bekasi dan Dinas Dukcapil agar penghuni panti lainnya dapat terdaftar. Direktorat Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri memang menginstruksikan kepada Dinas Dukcapil untuk melakukan pendataan kependudukan dan perekaman KTP elektronik di kedua panti, namun proses pendataan berjalan lambat dan tak maksimal.
“Prosesnya lambat. Dari tanggal 8 sampai 9 April 2019, Dinas Dukcapil hanya mampu melakukan pengecekan dan pendataan terhadap 157 orang dari total 525 orang penyandang disabilitas mental yang berada di Panti Galuh dan Jamrud Biru,” kata Yeni.
Yeni juga menemukan adanya perbedaan antara data dari Dinas Dukcapil dengan data dari KPU Kota Bekasi. Data dari KPU Kota Bekasi menunjukkan hanya 20-an dari 525 warga panti yang memiliki KTP elektronik dan lainnya tak memiliki NIK yang dapat dilacak. Sedangkan, data dari Dinas Dukcapil hasil pendataan ulang pada 9 dan 10 April menunjukkan bahwa dari 157 orang yang didata ulang, 34 diantaranya memiliki KTP elektronik Kota Bekasi, 93 orang memiliki KTP elektronik luar Kota Bekasi, 26 orang tak terlacak nomor NIK, dan 6 orang lainnya telah dilakukan perekaman KTP elektronik.
“Pada saat dilakukan pendataan ulang pada tanggal 9 dan 10 April atas instruksi Dirjen Dukcapil, didapati data yang sangat berbeda dari pengakuan KPUD Kota Bekasi. Perbedaan mencolok ini mengindikasikan kelalaian atau ketidak seriusan KPUD Kota Bekasi saat melakukan pengecekan sebelumnya,” tandas Yeni.
Lebih lanjut, Yeni mengkritik Dinas Dukcapil Kota Bekasi yang hanya mau mengeluarkan surat keterangan (suket) atau KTP elektronik jika warga disabilitas yang berada di panti adalah warga kota Bekasi. Kebijakan tersebut dinilai menciderai hak pilih sebagian warga disabilitas, karena banyak warga di panti yang tak memiliki NIK atau terdata sebagai warga diluar Kota Bekasi.
“Penyandang disabilitas mental yang berada di panti-panti sosial berada dalam kondisi terkurung dan terabaikan. Mereka tidak memiliki akses untuk mengurus KTP, mendaftarkan diri sebagai pemilih di tempat asal, atau mengurus surat A5. Jadi, bukan salah mereka kalau belum terdaftar di dalam DPT, tidak punya NIK atau tidak mengurus surat A5,” tegas Yeni.
Yeni mendorong KPU RI untuk mengeluarkan surat keterangan domisili bagi warga panti, dan mendesak Dinas Dukcapil untuk memberikan suket. Warga panti disabilitas yang berasal dari luar Kota Bekasi mestinya difasilitasi dalam pembuatan surat pindah memilih. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) juga diharapkan menjadikan masalah hak pilih bagi disabilitas sebagai salah satu fokus pengawasan, sekaligus menekan KPU untuk menjamin pemenuhan hak pilih bagi setiap warga negara.
“Adalah kewajiban negara untuk membantu warga dalam kondisi yg rentan seperti ini agar mereka bisa menikmati hak nya sebagai warga negara. Oleh karenanya, harus dicari jalan keluar dari masalah ini, agar mereka tidak kehilangan hak pilihnya dalam Pemilu,” ucap Yeni.