Maraknya kekerasan berbasis gender online (KBGO) di pemilu dinilai perlu disikapi dengan adanya aturan spesifik yang mengatur mekanisme penanganan KBGO di pemilu. Pada Pemilu 2024, aturan spesifik ini belum tersedia. Safenet berharap, aturan khusus tersebut dibuat oleh penyelenggara pemilu.
“Harusnya KPU Bawaslu punya mekanisme khusus mengatur KBGO di pemilu, karena apa yang kita alami hari ini, mungkin mekanismenya belum jelas. Kita juga gak mendapatkan ttransparansi apakah sudah selesai, apakah prosesnya punya perspektif gender atau tidak,” tandas Peneliti Safenet, Shinta Ressmy, pada diskusi “Temuan KBGO dalam pemilu 2024”, Rabu (19/6).
Menurut Shinta, penanganan KBGO di pemilu tak dapat ditangani oleh Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). UU TPKS belum memuat jenis-jenis baru kekerasan terhadap perempuan.
Selain regulasi khusus terkait KBGO di pemilu, pedoman pencegahan kekerasan di kalangan jurnalis juga dibutuhkan. Pasalnya, individu jurnalis masih kerap melakukan KBGO terhadap politisi perempuan, dengan menulis pemberitaan yang bias gender, seksis, bahkan menyudutkan atau menyalahkan politisi perempuan. Peningkatan kapasitas mengenai perspektif gender bagi awak media juga diperlukan.
“Jurnalis harus dikuatkan dengan pemahaman, bagaimana media berperan mengadvokasi kasus KBGOl, dan agar pemberitaan tidak bias gender. Pendidikan jurnalisme berperspektif gender ini akan membantu pemberitaan yang meningkatkan kesadaran bahwa KBGO sangat mungkin terjadi terhadap siapa pun,” terang jurnalis Konde.co, Salsabila putri, pada diskusi yang sama.
Selain itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Mike Verawati memandang diperlukan pula sosialisasi yang memadai kepada perempuan politisi, perempuan aktivis, dan perempuan jurnalis mengenai hak-hak perempuan saat mengalami KBGO, serta proses hukum yang dapat ditempuh. Platform media sosial juga didorong untuk mengambil peran dalam menciptakan lingkungan digital yang aman bagi partisipasi perempuan.
“Penyedia layanan aplikasi juga punya role untuk menyediakan ruang yang ramah dan aman. Ada perempuan politisi yang dibuatkan avatar yang seksis. Dadanya dibuat besar, bokongnya dibuat besar membulat. Jadi, harus ada prinsip human’s right dalam mendesain ekosistem mereka, juga konten-konten yang tersebar di platformnya,” tutup Mike pada diskusi yang sama. []