Sekretaris Jenderal Asia Democracy Network (ADN), Ichal Supriadi memandang wajar keputusan penundaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Penundaan pemilihan lokal atau pemilihan umum merupakan fenomena global di tengah wabah Coronavirus disease 2019 (Covid-19) yang menjangkit banyak negara.
“Indonesia menjadi negara ke-35 yang sudah mengumumkan penundaan pemilunya. Jadi, sudah ada lebih dari 34 negara yang menunda tahapan pemilunya dalam kondisi krisis,” pungkas Ichal pada webdiskusi “Pengawasan dan Pemantauan Pilkada di Masa Wabah Corona” (31/3).
Penundaan pemilu di berbagai negara bervariasi. Beberapa negara seperti Paraguay menunda satu bulan pemilunya. Ada yang menunda enam bulan seperti Siprus, juga satu tahun layaknya Inggris.
“Ada juga yang menunda dal waktu tidak berjangka, melihat perkembangan Covid-19,” tukas Ichal.
Menurutnya, desain, timeline, dan lama waktu penundaan Pilkada akan sangat bergantung pada respon Pemerintah terhadap krisis yang tengah dihadapi. Keputusan penundaan mesti diambil oleh semua pihak yang berkepentingan.
“Penundaan di banyak negara memang menimbulkan kontroversi karena cara yang diambil. Maka yang harus digaris bawahi di sini adalah bahwa bagaimana proses penundaan itu dilakukan. Apakah sudah ada konsulatsi cukup dengan parlemen, dan melibatkan banyak pihak,” jelas Ichal.
Ichal menyayangkan ruang demokrasi yang nampak terkucil sehubungan dengan merebaknya Covid-19. Padahal, debat publik atas suatu kebijakan dan keputusan mesti tetap dikembangkan meksi di situasi yang sulit.
“Kawan-kawan saya di Asia sudah banyak yang mengatakan bahwa demokrasi sudah mulai dikucilkan karena Covid-19. Memang, bagaimana kebijakan tidak diambil secara sepihak, seperti apa ruang demokrasi di tengah krisis, itu debat yang harus dikembangkan,” tandasnya.
Ichal memberikan empat rekomendasi kepada para pihak di Indonesia. Pertama, agar Pemerintah, DPR, KPU dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melakukan mitigasi agenda. Beberapa skenario penundaan penting dibuat dan ahapan terakhir Pilkada yang dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu di daerah mesti dipastikan.
“Harus ada mitigas agenda. Bila agendanya ini, skenarionya itu. Yang paling penting, yang harus jadi pegangan semua pihak adalah menyelaraskan agenda-agenda kerjanya juga,” ujar Ichal.
Kedua, memantau timeline penundaan Pilkada. Ketiga, mengawal tingkat laku pihak-pihak yang telah diketahui akan mencalonkan diri di Pilkada. Keempat, tetap melakukan pendidikan pemilih.
“Penting mengawasi calon kepala daerah. Kan sedang tertunda panggung politiknya. Nah, awasi apakah mereka menggunakan sumber daya publik untuk kepentingan politiknya,” tutup Ichal.