August 8, 2024

RONNY MARYANTO| Berani Melawan Politik Uang

Nama lelaki asal Semarang ini tiba-tiba mengemuka sekitar Oktober tahun lalu. Setahun setelah bergulirnya pemilihan presiden, Ronny ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik dimana pelapornya adalah Fadli Zon.

Penetapan Ronny sebagai tersangka berawal dari keikutsertaannya sebagai relawan yang mengawasi pelaksaan Pemilu. Ia melaporkan dugaan pemberian uang Rp 50.000-Rp 250.000 yang dilakukan Fadli Zon kepada pedagang dan pengemis saat berkampanye di Pasar Bulu Semarang. Saat itu, Fadli Zon merupakan Sekretaris Tim Kampanye Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Hatta.

Pemberian uang tersebut disertai dengan pembagian poster pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Hatta. Agar kasus ini ditindaklanjuti pengawas pemilu dan dibuktikan kebenarannya, Ronny secara resmi melaporkan kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Semarang.

Akan tetapi, setelah Panwas melakukan klarifikasi, penanganan dugaan pelanggaran tidak berlanjut. Panwas beralasan saksi yang diajukan Ronny tidak bisa ditemukan sehingga tidak bisa dilakukan klarifikasi. Panwas memutuskan laporan tidak bisa diterima. Kasus tidak berhenti di situ, giliran Ronny yang digugat balik dengan pasal pencemaran nama baik.

Sebagai aktivis anti korupsi, menurut Ronny, gugatan balik dengan menggunakan pasal pencemaran nama baik sudah menjadi bagian dari risiko yang harus dihadapi. Akan tetapi risiko ini sama sekali tidak mempengaruhi niat dan aktivitasnya untuk berpartisipasi aktif melawan dan mencegah korupsi.

“Kami masuk ke isu antikorupsi paham dengan risiko dan siap menganggung risiko. Teman-teman sudah banyak yang pernah jadi terlapor dan sangat paham sekali,” kata Ronny.

Lelaki yang lahir 8 September 1978 ini dekat dengan isu antikorupsi sejak tahun 2006 dengan menjadi anggota Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah. KP2KKN adalah sebuah organisasi masyarakat sipil yang fokus di isu korupsi pelayanan publik dan politik.

Ronny sendiri berada dalam divisi yang fokus pada isu korupsi politik seperti politik uang dan pelanggaran pemilu. Kegiatan pemantauan Pemilu sudah dilakukan sejak tahun 2009 dengan menjalin kerja sama nasional dengan berbagai organisasi masyarakat sipil. Pada tahun 2014, KP2KKN secara khsusus menjalin kerja sama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk memantau Pilpres dan Pileg.

Aktifnya Ronny dalam memantau pemilu karena ada harapan bisa menindak pelaku politik uang dan mencegah korupsi ketika terpilih. Tidak bisa dipungkiri, besarnya biaya politik uang yang dilakukan pasangan calon menjadi salah satu penyebab korupsi ketika terpilih dan menjabat. Biaya besar yang dihabiskan memaksa pasangan calon mengembalikannya dengan cara apapun, salah satunya dengan korupsi.

Ronny meyakini, terciptanya pemilu yang jauh dari politik uang adalah bentuk pencegahan korupsi yang cukup efektif. Tanpa ada politik uang, biaya politik bisa ditekan menjadi kecil dan bisa mencegah korupsi.

Untuk melawan politik uang dibutuhkan pengawasan dari masyarakat serta sanksi hukum yang tegas. Namun upaya menindak politik uang masih terkendala berbagai hal termasuk lemahnya penindakan oleh lembaga yang menangani seperti Panwas dan Gakumdu.

Salah satu kritik yang disampaikan Ronny adalah sedikitnya waktu yang dimiliki oleh lembaga pengawas menangani kasus pidana. Terbatasnya waktu ini juga diperparah dengan pola kerja pengawas yang kurang efektif.

Pengawas juga tidak memiliki kewenangan penuh menangani pelanggaran. Ketika pengawas menilainya sebagai pelanggaran, bisa berbeda dengan pihak kepolisian yang mengganggapnya bukan pelanggaran. Ujung-ujungnya, banyak pelanggaran yang tidak bisa dilanjutkan terlebih menyangkut politik uang.

Tidak hanya itu, regulasi politik uang di UU Pilkada juga harus tegas dan dilengkapi dengan pasal sanksi. Sebab jika mengarahkannya ke KUHAP akan lebih sering termentahkan di Gakumdu karena ketidaksamaan persepsi dengan kepolisian.

Meskipun partisipasinya dalam mengawasi pemilu menyeretnya masuk dalam proses hukum, Ronny tetap aktif melakukan pengawasan pemilu. Pada pelaksanaan Pilkada 2015, Ronny menjadi anggota Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Candi Sari, Kota Semarang. Lagi-lagi, pelanggaran politik uang tidak bisa ditangani tuntas dan mentah di Gakumdu.

Awal Maret 2016, Ronny akhirnya divonis enam bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan. Hakim menilai Ronny terbukti bersalah melanggar pasal 310 ayat 1 KUHP tentang pencemaran nama baik. Atas putusan majelis hakim tersebut, melalui kuasa hukumnya, Ronny menyatakan banding. Ia tidak terima atas vonis yang dijatuhkan.

DEBORA BLANDINA