August 8, 2024

RUU Pemilu, 2024 Pemilu Serentak 5 Kotak dengan Proporsional Tertutup

Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muchamad Nurhasim mendedah Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu tertanggal 6 Mei. Ia menerangkan bahwa RUU Pemilu menawarkan konsep pemilu serentak lima kotak seperti Pemilu Serentak 2019, namun dengan tiga perubahan. Satu, pemilihan legislatif (pileg) dengan sistem proporsional tertutup. Dua, ambang batas parlemen 7 persen untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan DPR Daerah (DPRD) provinsi dan kabupaten/kota. Tiga, besaran daerah pemilihan (dapil) 3-8 untuk DPR RI, dan 3-10 untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Ketiga perubahan terseubut, menurut Hasim, dilakukan untuk mengurangi kompleksitas pemilu serentak lima kotak. Pemilu serentak lima kotak yakni memilih presiden, anggota DPR RI, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota secara bersamaan.

“Dugaan saya, ini adalah case test dari teman-teman di partai besar untuk melakukan perubahan sistem pemilu pada Pemilu 2024 dengan menggunakan konsep Pemilu 2019. Itu hanya ingin menjawab kompleksitas pemilu serentak model 2019, sehingga dengan sistem proporsional tertutup itu dianggap bisa mengatasi kompleksitasnya,” tandas Hasim pada webkusi “Kemana Arah RUU Pemilu” pada Minggu (7/6).

Dengan demikian, pemilihan kepala daerah (pilkada) pada 2022 dan 2023 diselenggarakan dengan format yang sama dengan pilkada serentak 2015, 2017, 2018, dan 2020.

Di ketentuan peralihan RUU Pemilu, pemilu serentak nasional untuk memilih presiden-wakil presiden, aggota DPR RI dan DPD baru akan dilaksanakan pada tahun 2029. Dua tahun sebelumnya, yakni pada 2027, dilaksanakan pemilihan serentak daerah untuk memilih gubernur, wali kota, bupati, anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Dengan kata lain, pemilihan serentak daerah pertama kali dilaksanakan dua tahun lebih awal dari pemilihan serentak nasional.

“Kalau nanti di 2027 dilakukan pemilihan daerah, berarti pemilihan daerah mendahului pemilu serentak nasional. Itu tidak diberikan tafsir di Putusan MK No.55/2020. Putusan MK itu, titik poinnya pemillihan daerah setelah pemilu serentak nasional, bukan pemilihan daerah yang jadi titik poin  pemilu serentak nasional,” jelas Hasim.

Hasim mempertanyakan, apabila proporsional tertutup dapat mengurangi kompleksitas Pemilu Serentak 2024, apakah konsep pemilu serentak nasional dan daerah akan tetap dilakukan pada 2027 dan 2029. Menurutnya, bisa jadi pembuat UU Pemilu merubah konsep tersebut sesuai dengan suasana politik lima tahunan.

“Jangan-jangan, ini arahnya nanti tidak pasti karena tergantung dari susansa politik 5 tahunan. Bisa jadi, keinginan untuk menyelenggarakan pemilu antara nasional dan daerah tidak terjadi apabila test case penyelenggaraan Pemilu di 2024, dengan desain seperti 2019 itu tidak rumit, tidak kompleks secara teknis karena sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup,” ujar Hasim.