Jika pertanyaan “siapa yang berwenang menurunkan baliho atau spanduk pasangan calon kepala daerah ?” dilontarkan kepada masyarakat luas maka hampir Sembilan puluh persen jawabannya ialah Pengawas Pemilu. Mereka tidak sepenuhnya salah, tetapi apakah hanya wewenang Panwaslu semata ?, atau ada keterlibatan lembaga lain juga ?. Pola pikir yang berkembang di masyarakat inilah yang terkadang turut mempengaruhi pemikiran penyelenggara Pemilu yaitu KPU dan Bawaslu dalam melaksanakan penertiban alat peraga kampanye (APK).
Pemasangan APK merupakan salah satu metode kampanye sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur tentang Pilkada. Secara teknis dan detil pengaturan pemasangan APK tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang kampanye pemilihan kepala daerah. APK ialah alat peraga yang berbentuk spanduk, baliho, dan umbul-umbul, selain itu disebut dengan bahan kampanye. APK didesain oleh peserta Pilkada yang kemudian diserahkan kepada KPU untuk dicetak dan diproduksi oleh rekanan yang ditunjuk oleh KPU. Pemasangan APK pun akan dilakukan oleh KPU di lokasi yang telah disepakati bersama dengan Pemda. Paslon juga dapat memproduksi sendiri APK sebanyak 150% dari yang ditetapkan KPU sepanjang ukuran APK tersebut sesuai dengan yang diproduksi oleh KPU.
Sehingga APK yang dipasang dengan ukuran dan lokasi yang tidak sesuai dengan aturan maka APK tersebut haruslah diturunkan oleh yang memasang atau diturunkan paksa oleh Satpol PP.
Selasa siang tanggal 27 Februari 2018 saya mendapat kesempatan hadir dalam pertemuan yang digagas oleh Panwaslu salah satu Kabupaten/Kota di Kaltim. Pertemuan tersebut membahas tentang penertiban APK dan dihadiri oleh KPU, Satpol PP, Tim pemenangan paslon, Kesbangpol serta perwakilan Kepolisian. Pertemuan tersebut bertujuan untuk mendapatkan persamaan persepsi tentang proses penertiban APK, karena masih banyak baliho dan spanduk melanggar yang belum ditertibkan. Saya menyimpulkan terdapat hal rancu dalam pertemuan itu, yang pertama KPU tidak memberikan sanksi kepada paslon tetapi Panwas telah melakukan penurunan APK. Kedua ialah tim kampanye paslon meminta surat berupa sanksi penurunan dari Panwaslu agar terdapat dasar bagi mereka untuk menurunkan APK mereka. Ketiga ialah Satpol PP menganggap bahwa yang melakukan penertiban adalah pengawas pemilu, mereka hanya melakukan back up atas kegiatan tersebut.
Pelanggaran pemasangan APK merupakan bentuk pelanggaran administrasi pemilu yaitu pelanggaran yang tindaklanjutnya yaitu pemberian sanksi dilakukan oleh KPU bukan pengawas pemilu. Dalam konteks pelanggaran pemasangan APK, setelah KPU menerima surat berisi rekomendasi beserta hasil kajian dari Panwaslu maka KPU menindaklanjuti dengan pemberian sanksi kepada pasangan calon yang melanggar. Terdapat dua jenis sanksi, yang pertama ialah peringatan tertulis, yang kedua ialah perintah penurunan APK dalam waktu 1 x 24 jam oleh pihak paslon. Bahkan KPU dapat menindaklanjuti laporan pelanggaran APK ini hanya berdasar laporan kepada KPU tanpa melalui pintu pengawas pemilu.
Panwaslu tidak berwenang memberikan sanksi terhadap paslon dalam konteks pelanggaran APK, kalau sekedar himbauan silahkan saja karena melaksanakan fungsi pencegahan pelanggaran Pemilu. Wewenang Panwaslu ialah menentukan APK mana yang dianggap melanggar dan harus diturunkan berdasarkan temuan mereka atau laporan masyarakat yang telah dikaji sebelumnya. Tetapi eksekusi sanksi administratifnya berada di tangan KPU dan secara teknis penurunan APK dilakukan oleh Paslon sendiri atau jika tidak ada itikad baik dari Paslon untuk menurunkan APK mereka yang melanggar maka pengawas pemilu berkoordinasi dengan Satpol PP untuk dilakukan penurunan secara paksa.
Hal yang sering disalahartikan dalam konteks ini ialah Panwaslu adalah lembaga yang memberikan sanksi yang sebenarnya hanya himbauan, dari KPU lah sanksi penertiban APK berasal. Terkadang Panwaslu turut memberikan sanksi kepada paslon atau Panwaslu bergegas menurunkan APK yang melanggar tanpa didahului pemberian sanksi oleh KPU. Koordinasi yang dilakukan oleh pengawas pemilu dengan Satpol PP untuk menurunkan APK didasarkan dengan surat pemberian sanksi oleh KPU kepada pasangan calon. Tanpa adanya sanksi tersebut maka tidak ada koordinasi untuk melaksanakan penurunan APK.
Paslon pun sebenarnya tidak perlu menunggu sanksi atau himbauan dari KPU atau Bawaslu karena paslon dengan itikad baik bisa menurunkan sendiri APK yang telah mereka pasang sebelum masa kampanye.
Sehingga APK yang melanggar tidak bisa tiba-tiba saja diturunkan, tetapi terlebih dahulu membutuhkan sebuah hasil pengawasan oleh pengawas pemilu dan hasil penelitian oleh KPU kemudian KPU memberikan sanksi kepada paslon. Jika paslon tidak mengindahkan sanksi tersebut barulah Panwaslu berkoordinasi dengan Satpol PP untuk menurunkan APK yang melanggar.
Jadi pada dasarnya kewenangan dalam penertiban APK melibatkan KPU, pengawas pemilu, Pemda, dan pasangan calon Kepala Daerah itu sendiri. Jika terdapat pemahaman yang sama dalam proses ini maka tidak ada saling lempar kewenangan atau tanggung jawab, yang ada hanyalah proses berdemokrasi yang positif, pemandangan kota yang indah karena tidak diganggu oleh APK yang illegal. []
YUDHA PRATAMA PUTERA
Tim Asistensi Bawaslu Kaltim 2013 – 2017