Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilihan (KIPP), Kaka Suminta, menilai bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu belum memiliki semangat untuk melibatkan masyarakat sipil dalam proses pemilihan, terutama pada proses pengawasan. Tak ada aturan yang menyatakan bahwa masyarakat sipil memiliki ruang untuk berpartisipasi dalam proses pemilu.
“Bukan grand desain pemerintah untuk menghadirkan masyarakat sipil ke dalam proses pemilu. Padahal, seharusnya masyarakat menyaksikan setiap tahapan karena pemilu kita ini hampir untrust (tidak dipercaya). Masing-masing pihak saling mencurigai,” kata Kaka, pada diskusi “Peran Masyarakat Sipil dan Pengawas dalam Pemilu Serentak 2019” di Menteng, Jakarta Pusat (26/5).
Kaka berpendapat bahwa peran masyarakat sipil dalam pengawasan amat dibutuhkan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemilu. Oleh karena itu, Kaka menyambut baik keinginan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI yang hendak mengembalikan peran pengawasan kepada masyarakat sipil. Bawaslu dapat fokus pada tugas penyelesaian sengketa dan penindakan hukum.
“Ketua Bawaslu pernah menyampaikan bahwa peran masyarakat sipil dalam pengawasan sangat rendah. Padahal, ini yang semestinya didorong. Partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak suara adalah jenis partisipasi paling rendah yang bisa dilakukan,” jelas Kaka.
Sejak Pemilu 2004, peran masyarakat sipil dipisah dengan peran pengawasan. Pemantauan dan pengawasan memiliki makna berbeda. “Kalau memantau gak punya wewenang untuk melakukan penindakan hukum, sedangkan kegiatan mengawasi memiliki konotasi hukum,” tukas Kaka.