August 8, 2024

Sengkarut E-KTP dan Beban Non-Pemilu

Ribut-ribut e-KTP selama bertahun-tahun ini sebenarnya merupakan urusan antara pemerintah dengan warga negaranya. Selain terkait dengan aspek legal, bahwa seseorang sah menjadi WNI, hal ini juga terkait dengan kewajiban negara untuk memberikan pelayanan atas hak-hak dasar bagi warganya.

Sementara itu, salah satu kewajiban KPU adalah melayani semua WNI, entah punya e-KTP atau tidak, untuk memberikan hak suaranya. Karena itu, dalam UU 8/2015 (sebagai dasar Pilkada 2015) belum mewajibkan e-KTP sebagai dasar hak pilih seseorang. Demikian juga dalam Pileg dan Pilpres 2014. Saat itu (dan pemilu-pemilu sebelumnya) hak pilih seseorang cukup dibuktikan dengan kepemilikan KTP, paspor, atau KK.

Namun hal ini berubah sejak pengesahan UU 10/2016 yang menjadi dasar Pilkada 2017. Sejak saat itu, kepemilikan e-KTP atau Surat Keterangan (Suket) pengganti e-KTP menjadi syarat hak pilih seorang WNI. Padahal e-KTP merupakan urusan pemerintah. Bukan urusan KPU. Ketika e-KTP dijadikan syarat hak pilih, maka persoalan yang membelit e-KTP akan berimplikasi pada meningkatnya beban pemilu kita.

Misalnya, jumlah WNI yang telah melakukan perekaman data kependudukan masih jauh dari 100 persen, apalagi yang memiliki e-KTP. Juga ketersediaan blangko e-KTP yang tersendat akibat gagal lelang di tingkat pusat. Karena itu, dalam Pilkada 2017 lalu muncul beberapa persoalan. Misalnya tuduhan banyaknya Suket palsu. Ini beban non-elektoral yang menambah beban bagi KPU.

Nah, untuk Pilkada 2018, ketentuan soal e-KTP ini tetap berlaku. Demikian juga dalam Pemilu 2019. Karena itu, potensi masalah serupa juga mungkin terjadi. Kenapa? Dalam acara pembukaan Rapimnas KPU RI semalam (27/11), Mendagri menyatakan bahwa: (1) baru 96,4% WNI yg melakukan perekaman (dari 189,6 juta penduduk yang wajib e-KTP); (2) blangko e-KTP sudah tersedia namun ada kendala dalam distribusi ke kab/kota; (3) identitas kependudukan tunggal yang digadang-gadang menjadi keunggulan e-KTP ternyata bisa dibobol di beberapa daerah.

Agar KPU tdk mendapat beban tambahan non-elektoral (terkait e-KTP) dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, maka persoalan e-KTP ini harus segera dituntaskan. Biarlah soal korupsinya ditangani KPK. Namun soal perekaman data kependudukan dan penyediaan blangko e-KTP merupakan tanggung jawab Kemendagri.

PRAMONO U. TANTHOWI

ANGGOTA KPU RI 2017-2022