November 4, 2024

Sidang PBI: Benarkah PBI Memang Tak Siap Mendaftar?

Pelapor perkara No.004, Harinder Singh, selaku Sekretaris Jenderal Partai Bhinneka Indonesia (PBI) menghadiri sidang pemeriksaan pembuktian pada Selasa 7 November 2017. Dalam pokok perkara sebelumnya, PBI mempermasalahkan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang dinilai rentan keamanannya karena akses Sipol dapat digunakan ke seluruh petugas partai sehingga dapat menghapus data secara sengaja atau tidak sengaja. PBI juga mempermasalahkan petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mempersulit pendaftaran PBI karena tak melampirkan Surat Keputusan (SK) kecamatan secara lengkap.

Harinder membawa tiga orang saksi, yakni Ketua Umum PBI, Nurdin Purnomo, ketua Dewan Pimpinan Kota (DPK) Jakarta Selatan, Ivan Ardiansyah, dan staf sekretariat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PBI, Endang Susilowati. Nurdin menjelaskan duduk perkara.

SK Pengurus Kecamatan Kadaluarsa

Saat PBI melakukan pendaftaran ketiga kalinya pada 17 Oktober malam, petugas KPU memeriksa SK kepengurusan kecamatan. Karena petugas menemukan fakta bahwa SK kepengurusan kecamatan PBI tak lengkap, petugas tak melanjutkan pemeriksaan.

Nurdin mengakui bahwa partainya memang tak siap jika harus menyerahkan dokumen fisik SK kepengurusan kecamatan secara lengkap. Sebagian besar SK kepengurusan PBI pun sudah kadaluwarsa, yakni untuk periode 2002-2008. Namun, sebenarnya, SK kecamatan bukanlah syarat yang diwajibkan.

“Waktu itu kira-kira ada dua tiga tim yang periksa. Salah satunya, mereka periksa, begitu tidak ada SK kecamatan, dia tidak mau periksa lagi. Jadi kami ditinggal selama satu setengah jam. Kami tanya, dia minta lagi SK kecamatan, begitu tidak bisa kami berikan, begitu lagi,” terang Nurdin di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Gondangdia, Jakarta Pusat (7/11).

Anggota KPU RI, Hasyim Asy’ari juga mengherankan petugas yang menanyakan SK kecamatan. Namun, ia mengingat petugas menceklis SK kepengurusan yang diserahkan PBI sekali pun SK tersebut kadaluwarsa.

“Walaupun dokumen statusnya 2002-2008, itu tetap kami centang. Jadi, statusnya sah atau tidak sah, itu bukan saat pendaftaran, tetapi nanti saat penelitian administrasi,” kata Hasyim.

Masa Pengisian Sipol Terlalu Singkat

PBI mengapresiasi adanya Sipol, namun PBI mengeluhkan waktu pengisian Sipol yang singkat, yakni kurang dari 20 hari saat PBI melakukan pengisian Sipol pertama kali pada 27 September. Semestinya, kata Nurdin, KPU telah membuka akses Sipol sejak Maret 2017.

“Saat sosialisasi itu, kita ingin langsung jalan (mengisi Sipol), tapi belum dibuka aksesnya. Baru kita terima tanggal 27, bisa input data. Tidak mungkin bisa memasukkan data yang ada karena begitu banyak,” tandas Nurdin.

Kemudian, Nurdin menilai bahwa form Sipol terlalu banyak detil. Sebagai contoh, untuk form data anggota, terdapat sebelas atau dua belas kolom. Di excel PBI, rincian data anggota hanya lima kolom.

“Excel kami tidak bisa diupdate ke dalam Sipol dengan sendirinya. Akhirnya kami menginput satu per satu,” tukas Nurdin.

PBI juga menemukan kejanggalan pada Sipol. Data kepengurusan yang telah dimasukkan berubah dari lima menjadi tiga.

Dokumen Penyerahan Tidak Urut

Nurdin mengklaim, pada saat melakukan pendaftaran, berkas yang kurang hanya dokumen fisik SK kepengurusan kecamatan. Ia menduga, ketidaklengkapan SK kepengurusan kecamatan menjadi sebab munculnya pernyataan “tidak melengkapi dokumen persyaratan” di surat KPU kepada PBI.

Hasyim menerangkan bahwa menurut petugas KPU, dokumen yang diserahkan PBI tak diurutkan berdasarkan ketentuan. “Makanya kita minta diurut dulu. Makanya butuh waktu yang relatif lama. Jadi, ditunggu agar PBI mengurutkannya.”

Berdasarkan data rekap input kepengurusan, PBI mulai memasukkan data kepengurusan tingkat pusat ke Sipol sejak 6 Oktober. Data kepengurusan tingkat provinsi dimasukkan mulai 10 Oktober. Data kepengurusan tingkat kabupaten/kota, 5 Oktober.

PBI berhasil memasukkan data kepengurusan pusat di 34/34 provinsi, 388/514 kabupaten/kota, dan 352/7.188 kecamatan.