Rabu (24/6), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menggelar sidang mendengarkan keterangan saksi ahli untuk perkara yang diajukan oleh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Evi Novida Ginting, yang diberhentikan tetap oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Evi menghadirkan lima saksi ahli, salah satunya yakni mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva.
Pada sidang tersebut, Hamdan mengemukakan bahwa DKPP hanya memiliki wewenang untuk menilai penafsiran KPU atas Putusan MK dari sisi etik. DKPP tak berhak memutus perkara karena adanya perbedaan tafsir terhadap putusan MK. Di dalam Undang-Undang (UU) Pemilu, hanya KPU lembaga penyelenggara pemilu yang diberikan tugas untuk melaksanakan putusan MK.
“Jika ditemukan bahwa dalam pengambilan keputusan itu ada conflict of interest atau ada pelanggaran-pelanggaran, itu boleh karena itu berhubungan dengan etik. Tapi sepanjang perbedaan pemahaman, dia tidak boleh intervensi lebih jauh,” tandas Hamdan.
Hamdan juga menjelaskan perihal Surat Keputusan Presiden yang memberhentikan Evi Novida Ginting dari jabatan anggota KPU RI sebagai objek sengketa PTUN. Menurutnya, surat tersebut dikeluarkan Presiden sehubungan dengan fungsi administrasi Presiden. Presiden pun tak memiliki wewenang untuk mengoreksi putusan DKPP.
“Presiden adalah kepala negara, dia hanya secara administratif mengeluarkan keputusan. Sama dengan hakim agung. Dia tidak memiliki kebebasan untuk menolak penetapan hakim agung yang sudah ditetapkan dalam proses yang panjang. Dia hanya punya satu pilihan, menetapkan,” jelas Hamdan.
Surat Keputusan Presiden dinilai tepat sebagai objek sengketa di PTUN, sebab surat tersebut merupakan tindak lanjut dari Putusan DKPP No. 317/2020. Keputusan presiden dapat dibatalkan jika ada putusan pengadilan. Hamdan meminta agar DKPP dihadirkan dalam sidang perkara Evi di PTUN.
“Kalau objek adalah Putusan DKPP, sementara kepres (keputusan presiden) sudah keluar, itu jadi persoalan. Maka, kalau sudah keluar keputusan presiden, itu yang jadi objek gugatan. Tidak bisa kita hanya gugat Putusan DKPP,” tukas Hamdan.
Hamdan turut menyinggung DKPP yang melanjutkan aduan meskipun aduan telah dicabut oleh pengadu. Dalam sidang yang belum ada proses mendengarkan keterangan para pihak dan pembuktian, semestinya perkara yang telah dicabut tak dilanjutkan. Keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan pun mesti berpegang pada asas kepantasan dan kepatutan.
“Harusnya selesai. Perkara itu di-N.O karena dicabut. Karena belum ada proses apa-apa, belum ada pembuktian apa-apa. Tidak ada kepentingan untuk melanjutkan perkara itu,” ungkapnya.