Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah membuat peraturan terkait pedoman pelaksanaan kampanye (PKPU No.15/2013). Namun, setelah dikaji dan dibandingkan dengan Undang-Undang No. 8/2012 tentang Pemilu Legislatif, ternyata ada bias pemaknaan terhadap kata “kampanyeâ€. Pada prakteknya, kampanye melalui alat peraga reklame dan televisi begitu marak tapi menurut regulasi tak masuk kategori kampanye. Gambar calon anggota legislatif (Caleg) atau calon presiden (Capres) yang terpampang di mobil angkutan umum (Mobil Angkot), mobil pribadi, iklan politik, dan kuis politik yang tiap hari semakin marak.
Melihat keberadaan alat praga kampanye, iklan yang bernuansa kampanye, dan kuis yang mewajibkan penelponnya menyebutkan jargon si kandidat tersebut. Publik pun resah dan pesimistis menghadapi pemilu yang seharusnya Jurdil dan Luber.
Calon anggota legislatif (Caleg) dan calon presiden (Capres) memang pintar dalam membaca perundang-undangan dan peraturan pemilu. ‘Ruang kosong’ atau kampanye yang tidak diatur dalam PKPU No 15/2013 tersebut tentu akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk berkampaye mengenalkan diri, menawarkan program, dan menyampaikan visi misi mereka.
Sesungguhnya, hal tersebut mengindikasikan bahwa cara yang selama ini digunakan untuk meminimalisasi pelanggaran pemilu oleh penyelenggara (Bawaslu dan KPU) baik menegur dengan melayangkan surat atau menindak langsung, tidaklah efektif. Kenapa? Karena sampai saat ini saja masih banyak kampanye yang terbilang ‘terselubung’. Oleh karena itu, dibutuhkan cara lain atau kreatifitas penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) untuk membuat para caleg atau capres agar  tidak lagi menggunakan kampanye ‘terselubung’.
Pada dasarnya, Kampanaye ‘terselubung’ dapat dilawan oleh penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu). Misalnya kampanye yang menggunakan stiker kaca film di banyak mobil harus dilawan dengan kampanye yang sama. Tapi, kampanye penyelenggara pemilu tentu berbeda dengan para caleg yang saat ini banyak terpampang. Kampanye penyelenggara pemilu berisikan tentang tata cara berkampanye yang baik, edukatif, dan tentu yang sesuai dengan UU No 8/2013 dan peraturan KPU No 15/2013.
Kemudian, kampanye terselubung lainnya yaitu kampanye capres yang dibungkus melalui iklan dan kuis. Kampanye tersebut juga harus dilawan oleh penyelenggara pemilu dengan membuat iklan atau kuis tandingan. Karena menurut penulis jika dibiarkan begitu saja, publik tentu akan merasa apatis. Sebab, hal tersebut menurut publik adalah kampanye. Alhasil Bawaslu menjadi sasaran kemarahan publik, yang dianggap tidak kerja dengan maksimal.
Oleh karena itu, dibutuhkan ide-ide cemerlang atau kreatifitas dari para penyelengara pemilu (KPU dan Bawaslu) agar UU No 8/2013 dan PKPU nomor 15 tahun 2013 tentang pedoman pelaksanaan kampanye anggota DPR, DPD, dan DPRD Kabupaten/Kota tidak menjadi macan kertas saja. Akan tetapi dapat berjalan sebagaimana maksud dan tujuan undang-undang pemilihan umum yaitu jujur, adil (Jurdil) serta langsung umum, bebas dan rahasia (Luber).
Substansi kampanye
Menurut Rogers dan Storey (1987) kampanye adalah sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu†(Venus, 2004:7).
Tentunya, apa yang sudah dilakukan oleh para kandidat kontestan pemilu 2014 saat ini baik calon anggota legislatif (Caleg) atau calon presiden (Capres) seperti iklan, kuis atau menempelkan stiker kaca film di mobil angkutan umum/mobil pribadi sudah tergolong kampanye. Namun, sayangnya pengertian kampanye berbeda menurut UU No.8/2012 dan PKPU No. 15/2013.
Yang dimaksud kampanye dalam undang-undang pemilu dan peraturan KPU adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Jadi, jika ada kandidat baik caleg atau capres yang menyampaikan program saja, atau ajakan saja, danatau si kandidat cuma menyampaikan visi misi saja, tanpa secara komulatif, maka tidak bisa disebut dengan kampanye.
Arnold Steinberg juga sudah menyebutkan dalam bukunya, “Kampanye Politik dalam Praktek”, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kampanye adalah kerja terkelola dalam pemilihan umum (Pemilu) yang mengupayakan orang yang dicalonkan dipilih, atau dipilih kembali dalam jabatan formal melalui kampanye (partai politik, calon anggota legislatif, dan calon pejabat eksekutif) menawarkan visi, misi dan program serta arah kebijakan yang akan dijalankan bila terpilih.
Para kandidat baik caleg atau pun capres seharusnya menjadi panutan publik dalam menerapkan politik yang santun dan sesuai dengan UU No. 8/2012 serta peraturan KPU No 15/2013 tentang pedoman kampanye angota DPR, DPD dan DPRD Kabupaten/Kota. Bukan malah sebaliknya, menjadi preseden yang buruk karena ‘menghalalkan’ segala cara.
Jadi, bagaimana publik bisa percaya, jika mereka (Caleg dan Capres) terpilih menjadi wakil rakyat atau orang nomor satu di negeri ini? Sedangkan dalam proses pemilihan umum (Pemilu) saja sudah melakukan hal-hal yang ‘kotor’ dan membuat publik semakin merasa apatis.
Pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang sudah tinggal beberapa bulan lagi akan lebih berkualitas dan lebih nikmat, jika para kandidat baik presiden maupun anggota dewan kita mau menggunakan cara-cara yang baik dalam merebut hati rakyat. Jika hal tersebut yang terjadi maka optimistisme publik dalam menyambut pesta demokrasi kali ini akan tercipta. Namun, jika para kandidat masih ‘bandel’ melakukan kampanye yang tidak terpuji dan menciderai asas Jurdil dan Luber, alangkah baiknya jika di Ctrl + Alt+ Delete saja dari pilihan kita.
Maka dari itu, jika anda calon anggota legislatif (caleg) atau pun calon presiden (caprès) tidak ingin di-delete dari hati rakyat, anda harus berhenti berkampanye menggunakan cara-cara tersebut. Tunjukanlah kampanye yang santun, bersih dan edukatif karena anda adalah seorang yang dianggap intelektual oleh rakyat. Selamat menentukan pilihannya. []
AHMAD HALIM
Staf Divisi pengawasan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta