August 8, 2024

Tak Ada Keberatan Hasil Perolehan Nasional Pilpres Saat Penetapan

Chandra Irawan, anggota Direktorat Saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) 01 yang bertugas menjadi saksi 01 saat rekapitulasi hasil pemilu di tingkat nasional menjadi saksi fakta di persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Pada kesaksiannya, ia mengatakan tak ada keberatan dari saksi pasangan calon (paslon) 02 saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta persetujuan peserta rapat rekapitulasi untuk menetapkan dan mengesahkan hasil perolehan suara nasional pada 21 Mei 2019. Tanggal 21 Mei lebih cepat satu hari dari tanggal 22 Mei yang dijadwalkan sebagai batas akhir rekapitulasi di tingkat nasional.

“21 Mei, rapat tersebut bergiliran menyebutkan perolehan suara masing-masing provinsi. Ada dua paralel.  Yang terkahir, provinsi Papua. Itu berakhir sampai pukul 01 dini hari. Kemudian, karena semua selesai dan KPU mempersilakan dan mengesahkan secara keseluruhan, kemudian kami para saksi menyetujui agar segera disahkan sertifikat perolehan suara di tingkat nasional,” kisah Chandra pada sidang mendengarkan keterangan saksi di gedung Mahkamah Konstitusi, Gambir, Jakarta Pusat (21/6).

Saat penetapan, Ketua KPU RI, Arief Budiman membacakan hasil perolehan suara paslon 01 sebesar 85.607.362 dan paslon 02 sebanyak 68.650.239. Terhadap hasil perolehan suara itu, saksi 02 tak menyampaikan keberatan secara lisan kepada KPU RI. Keberatan yang disampaikan berkaitan dengan  jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK), dan pemilih ganda di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Empat partai, yakni Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sosial (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Beringin Karya (Berkarya) tidak menandatangani penetapan hasil rekapitulasi nasional. Adapun PAN kemudian diketahui menandatangani penetapan hasil pada 22 Mei 2019.

“Tidak ada keberatan sepanjang hasil perolehan suara. Jadi, ada keberatan tapi tidak terkait dengan perolehan suara. Misal, antara jumlah pemilih DPK yang tertera, juga kecurangan-kecurangan yang terjadi di proses rekap di tingkat daerah, provinsi atau kabupaten terkait dengan DPT ganda. Saya mendengar itu ketika disampaikan, tapi memang tidak melihat apa yang dituliskan di form DD2,” jelas Chandra.

Lebih dari itu, Chandra mengatakan bahwa rapat rekapitulasi nasional berjalan cair. Saksi 01 dan 02 tak terlibat adu mulut, bahkan pasca penetapan hasil perolehan suara nasional, saksi antar paslon saling memberikan pelukan.

“Situasi waktu itu biasa saja. Kami berbagi makanan, karena waktu bulan puasa. Saat penetapan juga, setelahnya kami saling memberikan salam dan berpelukan,” tukasnya.

Kesaksian Chandra terkonfirmasi oleh keterangan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Abhan yang menyampaikan bahwa tak ada dinamika atau ketegangan saat rekapituasi Pemilihan Presiden (Pilpres). Dinamika justru terjadi pada saat rekapitulasi Pemilihan Legislatif.

“Situasi rekap nasional memang sangat familia dengan segala dinamika. Tapi secara umum bisa dikatakan lancar. Ada beberapa hal memang keberatan-keberatan yang menyita waktu. Adalah soal rekap perolehan suara luar negeri. Di Papua, Kalimantan Barat, itu mengenai rekap perolehan suara partai maupun suara caleg (calon anggota legislatif) antar partai. Jadi, tidak ada dinamika di Pilpres,” ujar Abhan.

Selain itu, Abhan menjelaskan bahwa perolehan suara nasional yang disahkan pada 21 Mei dini hari sejalan dengan praktik di daerah. Beberapa KPU daerah menetapkan rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota dan provinsi sebelum batas akhir penetapan.

“Tahap rekap nasional, kalau tidak salah, di tahapan PKPU (Peraturan KPU), tanggal 4 sampai 22 Mei. Dan tahapan-tahapan ini sama seperti tahapan rekap di tingkat kabupaten, kecamataan, maupun provinsi. Jadi, ada sphere waktu sekian sampai sekian. Tapi ada juga di daerah, sebelum tanggal terakhir, sudah ditetapkan, sama seperti rekap nasional. Karena pada tanggal 21, jam 01.45 sudah selesai, maka ditetapkan saat itu langsung,” terang Abhan.