September 13, 2024

Tak Berkenan dengan Pernyataan “Goblok” OSO, MK Layangkan Surat Keberatan

Pada talkshow “Polemik Larangan Caleg DPD dari Parpol” yang ditayangkan oleh Kompas TV pada Kamis (26/7), Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Oesman Sapta Odang (OSO) menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) “goblok” atas Putusan No.30/2018 yang melarang anggota partai politik untuk mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). OSO menilai MK telah mengeluarkan putusan yang bertentangan dengan putusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tertuang di dalam Undang-Undang (UU) No.7/2017.

“Gimana ya MK bisa melakukan kesalahan besar itu? Seolah-olah, lembaga ini berjalan sendiri. Apalagi, kesalahan itu keputusan yang bertentangan dengan putusan yang dikeluarkan oleh DPR yang anggotanya 560 orang, dipatahkan oleh hanya sembilan orang…..MK itu goblok karena dia tidak menghargai kebijakan yang sudah dibuat oleh KPU,” tandas OSO sebagaimana dapat disaksikan melalui https://www.kompas.tv/content/article/29786/video/sapa-indonesia/polemik-larangan-caleg-dpd-dari-parpol.

OSO geram atas putusan MK sebab banyak anggota Partai Hanura yang mencalonkan diri sebagai calon anggota DPD periode 2019-2024. Saat ini, tercatat sebanyak 22 anggota DPD merupakan kader Partai Hanura.

Terhadap pernyataan OSO, MK menggelar konferensi pers untuk mengumumkan sikap MK kepada publik. Melalui Sekretaris Jenderalnya, Janedjri M. Gaffar, MK menyatakan telah melayangkan surat keberatan kepada OSO.

“Kami telah mencermati acara itu (talkshow) yang memuat pernyataan OSO yang bertendensi negatif, baik terhadap MK secara kelembagaan atau individu hakim maupun putusan MK itu sendiri. Ucapan yang dilakukan oleh OSO dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang merendahkan kehormatan dan wibawa MK dan para hakim MK. Untuk itu, MK memberikan surat keberatan kepada OSO hari ini dan sudah diterima beliau,” kata Gaffar di gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat (31/7).

Pemberian surat keberatan dilakukan setelah dilaksanakannya rapat permusyawaratan hakim pada Senin (30/7). Para hakim mengklarifikasi pernyataan OSO dengan menjelaskan hukum acara yang telah dilalui sebelum mengeluarkan Putusan No.30/2018 dan menjabarkan kedudukan dan wewenang MK dalam hukum tata negara.

Putusan telah sesuai dengan hukum acara yang berlaku

Gaffar menguraikan bahwa perkara yang diajukan oleh Muhammad Hafiz pada 4 April 2018 telah diproses sesuai dengan hukum acara yang berlaku di MK. Perkara ini diregistrasi pada Senin (9/4) dengan nomor registrasi perkara No.62/2018.

Selanjutnya, pada 16 April, panel hakim melakukan sidang pemeriksaan pendahuluan guna memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan. 19 April, pemohon menyampaikan uraian permohonan kepada MK, dan 30 April panel hakim menggelar sidang perbaikan permohonan sekaligus pengesahan alat bukti permohonan.

Lalu, 24 Mei diadakan sidang pleno untuk mendengarkan keterangan Pemerintah dan DPR. Pada sidang tersebut, pihak yang mewakili Pemerintah menyampaikan keterangan.

Kamis (28/6), MK mendengarkan keterangan ahli pemohon. “Dalam sidang tersebut, pemohon menyerahkan keterangan tetulis dari ahli dan memohon izin kepada MK agar ahli pemohon dapat didengar keterangannya di sidang selanjutnya,” kata Gaffar.

Maka, pada 10 Juli, MK mendengarkan keterangan ahli pemohon, dan pada 16 Juli MK menerima kesimpulan pemohon. Para hakim mengadakan rapat permusyawaratan untuk mengambil kesimpulan pada 18 Juli dan mengumumkan putusan pada 23 Juli.

“Jadi, berdasarkan kronologi penyelesaian sengketa di atas, penjatuhan putusan dan penyelesaian perkara sudah sesuai dengan hukum acara dan prosedur serta tata urutan penyelesaian perkara yang wajib dilalui,” tegas Gaffar.

MK tak berjalan diam-diam

Gaffar menandaskan bahwa Putusan MK No.30/2018 bukan putusan yang diambil diam-diam. Sebagaimana permohonan dan putusan lainnya, MK selalu mengunggah dokumen permohonan, berita acara sidang, dan putusan melalui laman MK. Sidang-sidang yang digelar MK juga dapat diakses oleh publik baik secara langsung maupun via live streaming yang ditayangkan di laman MK.

“Setiap permohonan yang diterima MK, langsung diumumkan dan diunggah berkas permohonannya ke laman MK. Maka, tidak terdapat alasan bagi siapapun untuk menyatakan tidak mengetahui adanya perkara yang masuk ke MK. Apalagi menuduh MK memutus perkara secara diam-diam,” ujar Gaffar.

Gaffar juga mengatakan bahwa hingga putusan dibacakan pada 23 Juli, tak ada pihak yang mengajukan diri sebagai pihak terkait atau memberikan keterangan secara ad informandum dalam permohonan yang diajukan oleh Muhammad Hafiz. Oleh karena itu, MK memandang bahwa semua pihak tidak merasa berkebaratan.

MK memiliki wewenang untuk menguji undang-undang terhadap konstitusi

Sesuai aturan yang tertuang di dalam Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, MK memiliki wewenang untuk menguji suatu undang-undang terhadap konstitusi. Dengan demikian, sembilan hakim MK berwenang secara hukum untuk memutuskan perkara pengujian dan keputusan MK merupakan keputusan negara.

Gaffar menjamin bahwa dalam melaksanakan yuridiksi dan mengadili perkara, MK senantiasa bersikap independen dan imparsial, dengan tidak mendasarkan pertimbangan pada pertimbangan politik. Putusan No.30/2018 merupakan putusan yang murni diambil dari penafsiran MK terhadap konstitusi.

Gaffar tak menyatakan keinginan MK terhadap sikap OSO setelah diberikannya surat keberatan. Langkah MK selanjutnya ditentukan oleh sikap yang diambil oleh OSO.

“Surat kami menyatakan bahwa kami keberatan dengan apa yang diucapkan oleh OSO. Kalau surat ini tidak direspon, akan kami bicarakan lagi dengan internal kami,” tutup Gaffar.2 hdd в ноутбукютуб фильмы бесплатно смотреть