Pembaca adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota atau petugas adhoc? Berhati-hatilah! Sebab, Undang-Undang (UU) Pemilu memberikan sanksi pidana penjara dan denda kepada yang tidak menindaklanjuti temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Pada Pasal 512 dinyatakan bahwa tak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam kegiatan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara (DPS), perbaikan dan pengumuman DPS hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih tambahan, daftar pemilih khusus, dan rekapitulasi DPT yang merugikan warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 ayat (2) akan dikenakan sanksi pidana paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 36 bulan.
Selain itu, Pasal 518 juga memberikan sanksi serupa bagi penyelenggara yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon peserta pemilu.
Pasal 462 menegaskan bahwa KPU wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu paling lama tiga hari kerja sejak tanggal putusan dibacakan. Selanjutnya, pada Pasal 464, apabila KPU tak menindaklanjuti putusan Bawaslu, maka Bawaslu berhak mengadukannya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Tak hanya anggota KPU dan jajarannya yang dikenakan sanksi pidana, anggota Bawaslu dan jajaran adhoc juga bisa mendapatkan sanksi. Pasal 543 tertuliskan, bahwa bagi anggota Bawaslu dan jajaran adhoc yang dengan sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU dan jajaran adhoc dalam setiap tahapan pemilu, akan dikenakan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 24 juta rupiah.