Komisi Pemilihan Umum (KPU) menguji coba teknologi sistem informasi rekapitulasi suara secara elektronik (Sirekap) pada 25 Agustus 2020. Hasil pemantauan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Sirekap belum siap diterapkan pada Pilkada 2020. Banyak perbaikan pada waktu yang sempit, rekapitulasi hasil suara Pilkada 2020 sebaiknya diterapkan secara manual dan Sirekap yang sudah diperbaiki diterapkan sebagai data pembanding hasil pemilu manual.
“Kami apresiasi apa yang sudah dilakukan KPU. Meski demikian masih banyak perbaikan,” kata peneliti Perludem, Heroik M. Pratama pada siaran pers melalui temu daring (26/8).
Perludem mencatat empat kekurangan dari uji coba Sirekap. Pertama, soal infrastruktur teknologi. Kedua, sumber daya manusia. Ketiga, ketidakcukupan regulasi. Keempat, pemangku kepentingan yang belum luas untuk menerima Sirekap.
Peneliti Perludem, Amalia Salabi menekankan, sebelum kita menerapkan teknologi pemilu kita harus pastikan regulasi yang memadai. Ketika tidak ada payung hukum yang memadai kita akan dihadapkan banyak persoalan.
“Undang-undang Pilkada tidak mengatur bukti digital sebagai bukti yang sah secara hukum,” Amalia mengingatkan.
Wujud belum berjalan baik Sirekap di antaranya C1 Plano belum memiliki barcode. Padahal keberadaan barcode amat penting untuk memastikan keasllian C1 Plano. Barcode ini akan memverifikasi keasilan dalam proses menjadi rekap elektronik.
Selain itu, Sirekap belum punya standar pada fitur crop untuk hasil foto C1 Plano. Standardisasi fitur crop berfungsi untuk memastikan informasi angka dan huruf hasil suara pada kolom C1 Plano dan mensimetriskan hasil foto.
Sirekap kerap tidak berhasil memindai Form C1 Plano. Di antaranya disebabkan, foto yang diambil petugas kurang fokus, sistem salah mengkonversi angka, dan barcode yang tak dapat diakses oleh saksi dan pengawas TPS. Akses ditolak sistem dengan jawaban “Jaringan Anda Tidak Privat”.
Belum siapnya sumber daya manusia terwujud pada petugas yang menjalankan Sirekap. Staf KPU yang berperan sebagai petugas KPPS membutuhkan waktu lama untuk berhasil mengirim hasil dari manual ke digital.
KPU sebaiknya menyiapkan daftar Q&A masalah. Kelambatan, kesalahan, dan ketidaktahuan yang terjadi selama uji coba penting dievaluasi yang penjelasannya bisa dijadikan panduan bagi KPPS bertugas nantinya. Ke depan, diperlukan bimbingan teknis yang mendalam bagi petugas TPS dalam penggunaan Sirekap.
Uji coba 25 Agustus merupakan kali kedua KPU melakukan simulasi e-rekap untuk kebutuhan implementatif Pilkada 2020. Sirekap menggunakan teknologi gabungan Optical Character Recognition (OCR) dan Optical Mark Recognition (OMR). C1 Plano menyediakan kolom tally berserta angka untuk OCR dan kolom melingkari untuk OMR. Berdasarkan uji coba yang dilakukan, basis data utama Sirekap adalah C1 Plano yang difoto menggunakan telepon genggam petugas TPS untuk dibaca hasilnya dan dikirimkan melalui perangkat lunak Sirekap.
Sirekap pun belum dipahami dan diterima banyak pemangku kepentingan pemilu. Mengingat waktu tahapan pungut hitung pada 9 Desember 2020 sudah sempit, Perludem merekomendasikan rekapitulasi manual tetap jadi penentu hasil pemilu yang ditetapkan sah secara hukum. Perbaikan Sirekap tetap harus dilakukan yang hasilnya digunakan sebagai data pembanding.
“Jangan lupa kita harus sama-sama kawal setiap prosesnya. KPU harus terbuka pada uji cobanya. Semua pihak harus dilibatkan dalam uji coba perbaikan. Buat publik terinformasi pada setiap proses dan gagasan juga perkembangan dalam Sirekap ini,” tegas Amalia menutup. []
USEP HASAN SADIKIN