November 15, 2024

Tujuh Perempuan Petahana di Pilkada 2017

 

Tujuh perempuan petahana kembali berlaga. Perempuan berpotensi kembali terjebak dalam jejak kepentingan patron-klien.

Dari 101 daerah yang menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), terdapat setidaknya 67 daerah yang diikuti oleh petahana, dengan total 90 pasangan calon (paslon). Sebanyak 83 paslon maju melalui jalur partai politik (parpol) dan 7 pasangan calon mengambil jalur perseorangan.

“Sebagian besar calon petahana mengambil jalur parpol. 92 persen petahana diusung oleh parpol di daerahnya,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, kepada Rumah Pemilu (3/10).

Berdasarkan data pada Sistem Informasi Tahapan Pilkada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Per Senin (3/10), dari 90 paslon, ada tujuh perempuan petahana. Tujuh perempuan tersebut tersebar di tujuh wilayah: satu provinsi, tiga kabupaten, dan tiga kota. Tujuh wilayah itu antara lain Provinsi Papua Barat, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Brebes, Kota Banda Aceh, Kota Cimahi, dan Kota Sorong.

Profil

Di Provinsi Papua Barat, Irine Manibuy mencalonkan diri menjadi gubernur berpasangan dengan Abdullah Manaray. Pasangan ini diudukung 20 persen kursi DPRD dari PKB, PKS, PPP, dan Partai Hanura.

Di Kabupaten Bekasi, Neneng Hasanah Yasin mencalonkan diri kembali menjadi bupati berpasangan dengan Eka Supria Atmaja. Ia pecah kongsi dan tak lagi berpasangan dengan Rohim Mintareja. Pasangan ini didukung oleh Partai Golkar, Partai Hanura, Partai Nasdem, dan PAN dengan mengantongi dukungan 40 persen kursi DPRD.

Di Kabupaten Barito Selatan, Satya Titiek Atyani menjadi wakil dari Eddy Raya Samsuri. Pasangan ini didukung Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai NasDem, PPP, PKB, PKS, dan PAN dengan mengantongi dukungan 64 persen kursi DPRD. Ia pecah kongsi dengan Farid Yusron, bupati petahana yang kembali mencalonkan diri dengan dukungan PDIP.

Sementara Idza Priyanti kembali mencalonkan diri menjadi Bupati Brebes bersama wakilnya yang juga petahana Narjo. Pasangan ini memborong 78 persen dukungan kursi DPRD dari Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Hanura, PKB, PAN, PPP, dan PDIP.

Illiza Sa’aduddin Djamal mencalonkan diri menjadi Wali Kota Banda Aceh berpasangan dengan Farid Nyak Umar. Pasangan ini mendapat dukungan 60 persen dari Partai Demokrat, Partai Aceh, PKS, PPP, PKPI, dan Partai Damai Aceh. Ia pecah kongsi dengan Zainal Arifin yang kini mencalonkan diri menjadi wakil dari Aminullah Usman.

Atty Suharti mencalonkan diri menjadi Wali Kota Cimahi berpasangan dengan Achmad Zulkarnain. Pasangan ini mendapat dukungan 28,89 dari Partai NasDem, Partai Golkar, PKS. Sementara Pahima Iskandar menjadi wakil dari Lamberthus Jitmau dengan memborong 90 persen dukungan dari Partai Golkar, Partai Demokrat, PDIP, PAN, Partai NasDem, Partai Gerindra, Partai Hanura, dan PKB.

Berpotensi terjebak

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memandang perempuan petahana menjadi kontestan karena telah mempunyai modal sosial dan kapital yang ia konsolidasikan saat menjabat. Ia mempunyai posisi strategis di eksekutif dan dari posisi itu ia juga bisa mendapat modal kapital.

“Kondisi ini direspon partai yang tentu mementingkan variabel elektabilitas,” kata Usep Hasan Sadikin, peneliti pada Perludem, saat dihubungi (3/10).

Partai memandang perempuan mampu meraih suara. Oleh karena itu, partai berani mencalonkan perempuan.

Pada Pilkada 2015 lalu, wajah perempuan kepala daerah terpilih didominasi oleh petahana dan kader partai. Jumlahnya paling banyak dibanding dengan latar belakang lain. Ada 12 dari 24 perempuan (50 persen) terpilih yang berlatar belakang sebagai petahana dan kader partai.

“Perempuan petahana dipilih karena adanya modal elektoral yang kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan politik sesaat. Dalam kondisi ini, perempuan pada akhirnya bisa terjebak dalam jejak kepentingan patron-klien,” kata Usep.

Partai dituntut untuk tidak lagi mencalonkan perempuan dengan hanya mempertimbangkan elektabilitas tinggi tetapi mulai mencalonkan perempuan yang berkualitas.Partai memiliki pekerjaan rumah untuk mempertemukan signifikansi kehadiran perempuan dengan makin membaiknya integritas dan kualitas.

Kualitas perempuan bisa ditingkatkan dengan upaya mendorong perempuan untuk hadir dalam struktur pengurus harian serta terlibat dalam setiap perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan internal partai.

MAHARDDHIKA