August 9, 2024

UU Pemilu, Pisau yang Tumpul untuk Membunuh Praktik Politik Uang

Praktik politik uang masih terjadi pada Pilkada Serentak gelombang ketiga yang dilangsungkan pada 2018. Banyak temuan politik uang dilaporkan oleh masyarakat dan pemantau, namun tak dapat ditindak secara tuntas dengan pemberian sanksi diskualifikasi.

Terhadap hal tersebut, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai Undang-Undang (UU) Pemilu sebagai dasar hukum penegakan hukum politik uang memang didesain sebagai pisau yang tumpul. Pembentuk UU Pemilu memasang jebakan TSM atau terstruktur, sistematis, dan masif, sebagai syarat dalam pemberian sanksi diskualifikasi bagi calon yang terbukti melakukan politik uang.

“UU Pemilu melemahkan penegakan hukum pemilu. Ada syarat TSM di situ yang membuat penegakan hukum pemilu terhadap politik uang tidak bisa ditindak secara tuntas,” tandas Titi pada diskusi “Melihat Bahaya, Ancaman, Dampak, dan Antisipasi Money Politic di Era Demokrasi Langsung” di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat (30/7).

Titi menyayangkan langkah Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) RI yang mendefenisikan TSM secara rumit. Dalam Peraturan Bawaslu No.13/2017 dinyatakan bahwa terstruktur adalah melibatkan aparatur sipil negara (ASN), sistematis adalah direncanakan secara matang, dan masif adalah dilakukan di 50 persen daerah plus satu.

“Pendefinisian ini kan rumit. Makanya, paradigmanya harus diubah. Kalau ada satu kasus saja yang terbukti melibatkan calon, dia harus didiskualifikasi. Kalau mau mengatakan politik uang adalah kejahatan luar biasa, harusnya tidak ada permisif sama sekali terhadap satu kasus pun politik uang,” tegas Titi.

Menurutnya, mekanisme penegakan hukum terhadap politik uang mesti dipermudah. Jika menginginkan partisipasi masyarakat lebih luas, maka mekanisme pengajuan pelaporan temuan politik uang tak perlu dipersulit.

“Mestinya dipermudah. Jangan harus ada barang bukti uang yang dikasih, ada saksi ini itu. Kasus di 2009, waktu saya masih di Bawaslsu, uangnya difotocopy, uang yang asli dibelanjakan. Nah, ini harus dipikirkan ulang,” ujar Titi.

Masifnya penggunaan media sosial oleh masyarakat dinilai membantu melacak praktek politik uang pada Pemilu 2019. Titi berkisah, “Ada orang yang habis diberi uang oleh calon, dia update status. Nulis alhamdulillah habis dikasih uang sekian oleh paslon (pasangan calon) nomer lima. Atau, tiga-tiganya paslon kasih uang. Pilih yang mana ya? Nah, Bawaslu mesti bisa menyikapi fenomena di media sosial seperti ini.”сайт для стоматологовкадровые агентства уфа