Yayasan Advokasi Rakyat Aceh menghadiri sidang uji materi atas Pasal 571 huruf d yang diajukan oleh Kautsar dan Samsul Bahri, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), sebagai pihak terkait. Yayasan Advokasi yang diwakili oleh Safaruddin mengatakan bahwa pemohon tak memiliki legal standing dan tak dapat membuktikan kerugian hak konstitusionalnya sebagai warga negara Indonesia. Kontras, Safaruddin mengatakan bahwa banyak rakyat Aceh yang justru menyambut ketentuan pasal tersebut.
“Banyak masyarakat di Aceh juga mendukung berlakunya Pasal 571 huruf d tersebut seperti yang kami lakukan saat ini. Kami tidak sepakat dengan langkah DPRA yang mengajukan judicial review terhadap Pasal 571 huruf d,” kata Safaruddin di gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat (24/10).
Menurutnya, reformulasi jumlah anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi dan kabupaten/kota di Aceh merupakan langkah tepat. Reformulasi dapat menghemat anggaran negara dan sesuai dengan beban kerja penyelenggaraan pemilu di Aceh.
“Dalam perkiraan kami, dengan berlakunya pasal tersebut, negara telah menghemat uang puluhan miliar dari gaji saja. Lagi pun, komposisi komisioner yang diatur sama di seluruh Indonesia dan tidak akan mengganggu proses kinerja KPU atau KIP di Aceh dalam melaksanakan penyelenggaraan pemilu maupun pilkada,” jelas Safaruddin.
Safaruddin meminta agar DPRA menggelar referendum di Aceh guna mengambil persetujuan dari seluruh rakyat Aceh terhadap keberlakuan Pasal 571 huruf d.