September 13, 2024

Putusan Dinilai Inkonstitusional, Bawaslu Dilaporkan ke DKPP

Muhammad Hafidz dan tim kuasa hukumnya melaporkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dikeluarkannya Putusan Bawaslu No.008/2018 (14/1). Hafidz, yang merupakan pihak pengaju uji materi Pasal 182 Undang-Undang (UU) Pemilu No.7/2017 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk frasa “pekerjaan lain”, menilai Bawaslu telah melanggar kode etik penyelenggara pemilu karena tidak menaati Putusan MK No.30/2018 dan Putusan Bawaslu No.36/2018, serta menunjukkan keberpihakan dengan memberikan keistimewaan kepada seorang mantan bakal calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

“Saya baru mendaftarkan pengaduan ke DKPP terhadap Putusan Bawaslu No.008/2018. Putusan itu, ada tiga hal yang menurut pandangan kami bertentangan dan melanggar etik Bawaslu, yaittu  bertentangan dengan putusan Bawaslu sendiri, bertentangan dengan putusan MK, dan memihak,” kata Hafidz di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Kuningan, Jakarta Selatan (14/1).

Hafidz juga melaporkan Bawaslu karena telah lalai mengawasi kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU). Terungkap fakta di persidangan kasus Oesman Sapta Odang (OSO), OSO dapat lolos ke Daftar Calon Sementara (DCS) Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) padahal yang bersangkutan tidak memenuhi seluruh persyaratan menjadi calon anggota DPD.

“Bawaslu lalai, tidak mengawasi KPU sehingga OSO masuk dalam DCS. Kelalaian tersebut tidak terlepas dari peran Bawaslu,” tukas Hafidz.

Dalam gugatannya, Hafidz meminta agar ketua dan anggota Bawaslu diberhentikan tetap. Ia juga berharap DKPP dapat menjawab apakah KPU mesti mematuhi putusan MK terkait pencalonan anggota DPD.

“Saya memina ketua dan anggota Bawaslu dierhentikann tetap. Karena, pelangarannya dua, lalai dan yang dilanggaran adalah desain konstitusi,” ujar Hafidz.