Pembahasan Rancangan UU Penyelenggaraan Pemilu segera dimulai. Fraksi- fraksi di DPR sudah mulai menyusun daftar isian masalah yang akan dijadikan bahan pembahasan.
Setidaknya terdapat dua topik penting yang harus mendapatkan kejelasan dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 karena ini akan berpengaruh pada perencanaan operasional KPU sebagai penyelenggara pemilu. Pertama, kejelasan tentang apa yang dimaksud dengan keserentakan pemilu. Kedua, tentang sistem pemilu apa yang akan diterapkan.
Pemilu serentak
Apa yang dimaksud dengan pemilu serentak? Setidaknya terdapat dua varian keserentakan pemilu. Pertama, pemilu serentak untuk memilih sekaligus anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, serta bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota. Pemilu serentak jenis ini dikenal dengan pemilu dengan tujuh kotak karena masing-masing pemilu akan disediakan kotak suara. Keserentakan di sini dimaknai waktu pemungutan suara dilaksanakan pada hari yang sama.
Kedua, pemilu serentak nasional dan daerah. Pemilu serentak nasional adalah untuk memilih anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden. Sementara pemilu daerah untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur dan wakil gubernur, serta bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota. Katakanlah pemilu nasional diselenggarakan pada tahun 2019, dan pemilu daerah dilaksanakan 2,5 tahun berikutnya, yaitu pada 2022.
Dua varian pemilu serentak itu tentu berpengaruh terhadap tata kelola pemilu. Secara teknis, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan merancang perencanaan operasional dengan energi yang lebih besar apabila Pemilu 2019 dilaksanakan dengan pemilu tujuh kotak suara. Hal itu dikarenakan KPU akan menggelar pemilu di lebih dari 3.000 daerah pemilihan secara serentak.
Tentu saja akan berbeda apabila keserentakan pemilu dimaknai sebagai pemilu nasional dan pemilu daerah. Apabila Pemilu 2019 dimaksudkan hanya pemilu nasional, KPU akan membuat perencanaan operasional untuk pemilu tiga kotak suara.
Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2014, terdapat sejumlah tahapan yang berimpitan dengan tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang digelar pada tahun 2013. Beban kerja penyelenggara pemilu berat dan fokus kerja penyelenggara terbelah. Dalam Pilkada 2013, pembentukan badan penyelenggara pemilu (Panitia Pemilihan Kecamatan /PPK dan Panitia Pemungutan Suara/PPS) dilaksanakan pada Oktober 2012, dan pembentukan badan penyelenggara Pemilu 2014 dilaksanakan pada Oktober-November 2012. Persoalan pertama yang muncul adalah apakah perlu membentuk badan penyelenggara baru, atau cukup menetapkan badan penyelenggara Pilkada 2013, sekaligus sebagai badan penyelenggara Pemilu 2014.
Kegiatan Pilkada 2013 yang berimpitan dengan tahapan kegiatan Pemilu 2014 adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pada kurun Oktober 2012 hingga Agustus 2013. Kegiatan itu adalah: pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih pilkada, November 2012-Maret 2013, dan penetapan daftar pemilih tetap (DPT) pilkada, 1 April 2013; penetapan rekapitulasi DPT, 14 April 2013; pendaftaran calon Januari-April 2013; kampanye, 9-23 Mei 2013; pemungutan suara, 26 Mei 2013; rekapitulasi, 27 Mei-3 Juni 2013; penetapan calon terpilih, 4 Juni 2013; serta pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada 23 Agustus 2013.
Kegiatan dalam tahapan Pemilu 2014 yang berimpitan dengan Pilkada 2013 adalah pembentukan PPK, PPS, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, Desember 2012-Maret 2013; seleksi KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota, Januari- Desember 2013; pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta Pemilu 2014, Agustus 2012-Januari 2013; pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih Pemilu 2014, November 2012-Oktober 2013; serta penataan dan penetapan daerah pemilihan, Desember 2012-Maret 2013.
Berdasarkan pemetaan jadwal tahapan penyelenggaraan Pilkada 2013, semua berada dalam waktu tahapan Pemilu 2014. Beberapa tahapan krusial Pemilu 2014 yang kegiatannya sama tetapi dilakukan dalam waktu berimpitan adalah pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
Salah satu masalah serius yang dihadapi pada kegiatan ini berkaitan dengan sumber data sebagai dasar untuk pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. KPU dihadapkan pada situasi untuk menggunakan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) 2014, atau menggunakan DPT Pilkada 2013 dalam kondisi mutakhir, sebagai bahan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih Pemilu 2014.
Selain pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih, kegiatan yang melibatkan hampir semua kekuatan personel penyelenggara pemilu adalah tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan peserta Pemilu 2014 yang dilakukan pada Agustus 2012-Januari 2013. Kegiatan ini, terutama pada verifikasi calon peserta pemilu (partai politik dan perseorangan calon DPD), meliputi verifikasi faktual di lapangan melibatkan penyelenggara di tingkat PPK dan PPS, bersamaan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih Pilkada 2013.
Selain itu, di tengah-tengah kesibukan penyelenggaraan Pilkada 2013 dan Pemilu 2014, jajaran badan penyelenggara pemilu dihadapkan pada proses seleksi anggota KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota yang masa jabatannya habis pada November 2013. Karena tugas dan wewenang dalam Pilkada 2013 dianggap berbeda dengan Pemilu 2014, dan sumber pendanaan berbeda, yaitu Pilkada 2013 berasal dari APBD dan Pemilu 2014 dari APBN, proses pengisian ulang atau penggantian perlu dilakukan. Situasi ini tentu semakin menambah kerumitan dan sungguh membelah konsentrasi penyelenggara pemilu.
Pada titik ini perlu juga dibahas tentang sumber pembiayaan pemilu. Pengalaman selama ini untuk pemilu anggota DPRD digunakan APBN, tetapi untuk pilkada menggunakan APBD. Hal ini memunculkan pertanyaan: mengapa kepala daerah dan DPRD yang sama-sama unsur pemerintahan daerah, sumber pembiayaan pengisian jabatannya berbeda?
Belajar dari pengalaman penyelenggaraan Pilkada 2013 dan Pemilu 2014, serta proses penggantian anggota KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota di tengah-tengah penyelenggaraan tahapan pemilu, pendefinisian pemilu serentak mendapat tempat yang relevan di sini.
Sistem pemilu
Sistem pemilu apa yang akan diterapkan dalam Pemilu 2019? Pilihan sistem pemilu akan berpengaruh terhadap tata kelola pemilu yang diselenggarakan KPU.
Apabila sistem pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD yang diterapkan masih sama dengan Pemilu 2014, yaitu sistem proporsional daftar calon terbuka, maka pemilih masih dapat memilih partai politik dan/atau calon dalam surat suara. Sebagai konsekuensinya, KPU akan mempersiapkan surat suara dengan desain yang beragam, menyesuaikan jumlah daerah pemilihan. Hal ini karena surat suara akan mencantumkan nama- nama calon berdasarkan daerah pemilihan masing-masing.
Situasi akan berbeda apabila sistem Pemilu 2019 yang dianut adalah sistem proporsional daftar tertutup. Apabila sistem ini yang diterapkan, pemilih hanya akan memilih parpol, tanpa memilih calon. Dengan demikian, KPU cukup membuat satu desain surat suara yang memuat partai politik saja, dan desain ini berlaku di semua daerah pemilihan.
Demikian sekelumit dua persoalan yang tampaknya perlu segera dapat prioritas dalam pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu. Keputusan berkaitan dengan dua topik strategis itu perlu dibahas di bagian awal karena, tampaknya, akan memerlukan energi cukup besar untuk mendapatkan kata sepakat.
HASYIM ASY’ARI
Anggota Komisi Pemilihan Umum RI