Menurut Pengajar Hukum Tata Negara, Titi Anggraini, ada empat isu paling krusial dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Isu pertama ialah ketersediaan anggaran. Meskipun semua daerah telah melakukan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk penyelenggaraan Pilkada 2024, namun dana Pilkada perlu dicairkan tepat waktu. Masalah anggaran selalu terjadi di setiap pilkada. Pada Pilkada 2018, 132 daerah memberikan anggaran pada waktu yang terlalu berdekatan dengan tahapan awal Pilkada. Pilkada 2020, 34 daerah tak menandatangani NPHD tepat waktu.
“NPHD harus dipastikan anggaran itu tidak hanya tersedia, tetapi dicairkan sesuai kerangka waktu yang dibutuhkan,” tutur Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini, pada diskusi “Menyongsong Pilkada Serentak” yang disiarkan oleh TVRI pada Jumat (7/6).
Isu krusial kedua yakni penguasaan regulasi Pilkada oleh personil penyelenggara pemilu ad hoc. Titi mendorong agar penyelenggara pemilu memberikan penguatan kapasitas yang memadai kepada penyelenggara ad hoc, agar tak menimbulkan kebingungan atau masalah teknis di lapangan.
“Apalagi, aturan di pemilu dan pilkada itu ada sejumlah perbedaan yang kalau tidak betul-betul dikuasai, bisa melahirkan kebingungan dan problem teknis di lapangan,” ujarnya.
Isu krusial lainnya yaitu kesiapan regulasi. Sejumlah peraturan KPU tengah dalam proses persiapan. Berkaca dari pilkada-pilkada sebelumnya, regulasi KPU kerap disahkan berdekatan dengan tahapan. Padahal, peraturan KPU perlu mendapatkan masukan dari masyarakat dan disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan.
“Harapannya, regulasi teknis sebagai implementasi lebih lanjut dari undang-undang atau putusan pengadilan, bisa disiapkan tepat waktu, tidak mepet, agar bisa disosialisasikan dengan baik, dan tentunya bisa mendengar masukan masyarakat,” kata Titi.
Titi juga menilai sosialisasi tahapan Pilkada dan edukasi politik kepada publik sebagai isu krusial. Publik sebagai pemilih perlu memahami makna Pilkada langsung, isu-isu krusial di Pilkada di daerah masing-masing, serta tahapan-tahapan Pilkada. Pemahaman dan daya kritis masyarakat yang baik terkait Pilkada akan mendorong pengawasan aktif oleh publik.
“Agar masyarakat tidak hanya dimobilisasi pada hari H, tetapi ada ikatan kuat untuk mengawal tahapan yang berlangsung,” tutupnya. []