The Indonesia Institute (TII) mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk merevisi aturan kampanye pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Evaluasi TII terhadap Peraturan KPU (PKPU) No.11/2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum menunjukkan bahwa aturan tersebut membutuhkan sejumlah perbaikan, di antaranya, memperjelas pasal mengenai kegiatan kampanye dalam bentuk bazar, definisi internal partai dalam sosialisasi dan pembatasan terhadap pengungkapan citra diri, serta kampanye di media sosial.
“Kami melihat pada kegiatan bazar misalnya, ada hal-hal yang disiasati oleh peserta pemilu untuk tetap melakukan politik uang. Nah, aturan mengenai ini perlu diperjelas. Begitu juga dengan kampanye di media sosial. Apa saja yang menjadi pelanggaran kampanye di media sosial, itu harus dijelaskan, sehingga bisa diatur di Perbawaslu (Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum) mengenai pelaporan dan penindakan pelanggarannya,” jelas Manajer Riset dan Program TII, Arifianto Purbolaksono, pada diskusi “Urgensi Perbaikan Aturan Kampanye Menuju Pilkada 2024” (27/6).
TII juga meminta agar KPU melibatkan partisipasi publik yang bermakna dalam perumusan revisi PKPU Kampanye. Tahapan kampanye merupakan tahapan krusial penuh dengan dinamika. PKPU No.11/2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum tak memperhatikan masukan publik dan minim sosialisasi.
“Dalam formulasi kebijakan, KPU belum menerapkan partisipasi bermakna dalam penyusunan PKPU No.15 Tahun 2023. Meskipun beberapa pihak sudah diundang dan dimintai pendapat, terlihat bahwa masukan beberapa pihak terkait, jarang bahkan hampir tidak pernah dipertimbangkan,” tukas peneliti TII, Felia Primaresti, pada diskusi yang sama.
Felia menilai tiadanya protes dari peserta pemilu terhadap PKPU Kampanye bukan disebabkan oleh PKPU Kampanye yang telah komprehensif, namun menandakan adanya keraguan implementasi aturan kampanye oleh KPU dan Bawaslu. []